Selama hampir seminggu Lia sudah berusaha semaksimal mungkin menambah pelayanannya untuk suaminya. Termasuk selalu tersenyum tulus dan tak pernah lagi bertanya macam-macam yang menunjukkan kecurigaan pada sang suami. Dan dari semua itu Lia menemukan sedikit titik terang. Lia tak pernah lagi melihat suaminya memegang ponselnya dirumah kecuali jika ada urusan pekerjaan. Selebihnya Robby malah sesekali suka membantu pekerjaan rumahnya. Hal yang tak pernah Robby lakukan selama 3 tahun pernikahan mereka. Bahkan mereka masak bersama.
"Mas maaf ya, aku kurang enak badan jadi kayaknya ga bisa masak buat makan malam kita" ucap Lia dengan wajahnya yang pucat.
Robby menempelkan tangannya ke kening Lia. Hangat.
"Iya sayang, ngga apa-apa. Biar mas aja ya yang masakin buat makan malam kita nanti" ucap Robby khawatir."Mas ngga capek? Mas kan baru pulang kerja. Apa ga sebaiknya beli makanan diluar aja?" Saran Lia.
"Ga perlu sayang" Robby tersenyum dan mengecup kening Lia. "Sekarang kamu istirahat, mas masak dulu"
Lia terenyuh, matanya mulai menggenang dan meneteskan air mata. Terharu. Suaminya banyak berubah, semakin romantis. Kepala Lia semakin pusing hingga akhirnya ia tertidur pulas dengan senyum dibibirnya.
Saat suaminya sedang sibuk masak didapur dan Lia yang baru beberapa saat terlelap tiba-tiba terbangun oleh getaran cukup keras yang berasal dari ponsel milik suaminya yang tergeletak tepat dipinggir bantalnya. Lia mengambil ponsel tersebut dan terkejut ketika melihat ada panggilan dari nomor berinisial S. Lia mengangkat panggilan tersebut tanpa mengeluarkan suara.
"Hai By sayang... lagi dimana? Aku kangen berat nih pengen ketemu... kenapa sih akhir-akhir ini kamu menghindar terus...." terdengar suara manja seorang perempuan dari seberang.
"Maaf ini siapa ya?" Lia membuka suara. Klik. Telepon ditutup.Tess. Air mata Lia menetes satu persatu. Hatinya remuk sudah. Akhirnya hal yang selama ini ia takutkan terjadi juga padanya. Ia terduduk menangis sambil memeluk bantal menatap sedih ke arah ponsel suaminya. "Ya Allah... beri aku kekuatan dan kesabaran" rasanya Lia ingin berteriak sekencang-kencangnya, berlari ke tempat yang tinggi dan menjatuhkan dirinya, melepas semua beban hidup ini. Ia terus sesenggukan merasakan sakit di hatinya. Seolah tergores ujung pisau runcing yang akhirnya merobek hatinya. Perih.
Robby yang baru selesai memasak didapur, keheranan melihat istrinya menangis sesenggukan sambil memeluk bantal.
"Lia sayang kamu kenapa?"Prang.
Lia melempar ponsel suaminya kelantai hingga baterai dan chasing nya terlepas.
"Siapa wanita berinisial S itu?" Tanya Lia murka. "Kamu ngga bisa ngelak lagi sekarang! Tadi dia telepon dan bilang sayang dan kangen sama kamu... apa maksudnya semua itu mas???" Lia benar-benar terluka, goresan hatinya menganga lebar.Robby terdiam tanpa kata. Ia memeluk Lia erat. Namun Lia menolak keras. "Maafin mas, Lia"
"Kenapa kamu jahat dan setega ini sih mas sama aku?" Sudah berapa lama hubungan kalian dan sudah sejauh mana?" Tanya Lia masih bernada tinggi, air matanya terus membanjiri pipinya.
Robby menunduk, "sebulan dan kami hanya bertemu di cafe tidak sampai sejauh yang kamu pikir Lia." Robby menatap dan menggenggam tangan Lia namun segera ditepis oleh Lia.
"Kenapa mas..." Lia bertanya dengan suara yang sangat pelan. Ia membenamkan wajahnya kebantal. Menangis.
"Mas benar-benar minta maaf Lia, tapi dari semenjak kamu tiba-tiba berubah menjadi istri yang begitu menentramkan hati mas, mas sudah ngga pernah lagi berhubungan sama dia. Ngga pernah ketemu atau komunikasi apapun lagi ke dia... sebagai laki-laki mas tergoda rayuan wanita Lia. Maafin mas"
Lia masih menangis. Menunduk tak sudi melihat wajah suaminya.
"Terakhir dia memang meminta dinikahi jadi yang kedua dan kami bahkan hampir melakukan hubungan intim atas ajakannya tapi kamu tau tiba-tiba mas teringat wajah kamu sayang" Robby mengusap pipi Lia. "Sejak itu mas sadar dan memutuskan mengakhiri hubungan sepihak. Jadi wajar dia masih mengejar-ngejar mas terus"
Tangisan Lia semakin kencang dan tak terkendali. Kepalanya semakin terasa berat dan pusing. Ia pun jatuh pingsan.