4 | Pelangi

2.2K 158 0
                                    

'Kayaknya enak banget ya jadi lo. Cuma dateng, bikin baper, sukses, ujungnya pergi dan pindah ke yang lain.'

***

Embun pagi masih terlihat pada dedaunan pohon yang telah aku lewati. Matahari sedikit demi sedikit menunjukkan wajahnya. Jaket tebal masih setia aku pakai sambil memeluk diriku.

Pandangan ini masih tetap menatap pada lingkungan sekitar. Kebun teh dan kopi, rumah penduduk, terlihat dari sini.

Ya, liburan setelah kelulusan dari Universitas yang telah ditunggu telah tiba. Setelah lulus beberapa hari yang lalu, aku dan sahabat-sahabatku memutuskan untuk pergi ke puncak. Berkemah di hutan.

Tanpa disadari olehku, sosok itu telah berdiri di sampingku. Matanya juga tak terlepas dari hamparan kebun teh dan kopi yang sebelumnya ku lihat.

"Kok gak bangunin aku buat nemenin 'sih, (Nam..)?" tanyanya sambil menatapku.

Aku tersenyum tipis, "Aku gak tega." singkatku. "Lagian kamu lihat sendiri kan? Yang lain juga masih pulas dengan tidur mereka." lanjutku.

Aku lihat, dia menggerakkan pergelangan tangannya dan mendekatkan pada matanya. "Sudah jam 6, ternyata. Tega gak tega, kamu bangunin aku aja. Daripada kek tadi, sendirian." jelasnya.

"Yang lain juga pada kebo banget ya? Jam segini, masih bergelut sama selimut tebal di dalam tenda." gumamnya.

"Iqbaal, kamu juga termasuk seperti mereka tahu." gumamku. Lalu ia menatap kearahku, "Oke, aku tahu. Aku sama kebo-nya sama mereka. Tapi aku yakin, di masa depan nanti, aku gak akan telat bangun lagi." jelasnya.

"Kok sebegitu yakin 'sih kamu?" tanyaku.

"Kan ada kamu yang tiap pagi bakal bangunin aku." jawabnya. Tak terasa, pipiku mulai memanas. Dan tak lupa pula, pasti akan terlihat memerah akibat ulah Iqbaal.

"Cie blushing." ejeknya sambil menyentuh pipiku dan menekannya. "Pipi chubbynya merah, deh." lanjutnya sambil menyubit kedua pipiku.

Aku tertawa bahagia. Lalu memegang kedua tangan Iqbaal yang tadi menyubit pipi chubby ini. "Uuh, Iqbaal! Pipiku sakit." keluhku.

Ia segera melepas cubitannya lalu berdiri tepat di belakangku. Tangan kirinya tak tinggal diam. Tangan itu merangkul pundakku, kepalanya ia taruh pada pundak kananku. Tangan kanannya menggenggam telapak tangan kananku.

"Maaf." lirihnya.

Sungguh, aku tak mengerti akan perkataannya. Apa maksudnya? Ucapan maaf itu untuk apa?

Aku mengernyitkan keningku, "Maaf? Untuk apa?" tanyaku. Ia tersenyum tipis, "Maaf mungkin aku banyak salah sama kamu."

Benar-benar tidak bisa aku mengerti. Ada apa dengan Iqbaal?

***

Iqbaal's PoV

Mengerjapkan mata saat terbangun dari tidur. Aktivitas yang pasti rutin orang-orang lakukan. Sama seperti aku, mengerjapkan mataku untuk dapat memfokuskan pandangan.

Tubuhku menggigil kedinginan. Ku lirik kearah samping, dan ya, semalam aku hanya tidur dengan memakai selimut. Selimut yang tak terlalu tebal dan tanpa menggunakan baju hangat lainnya.

One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang