Pagi ke-lima terhitung dari tanggal pernikahanku. Ini pagi ke dua aku bisa bangun tepat waktu tanpa bantuan jam weker. Rasanya sangat bahagia sampai aku ingin merayakannya. Aku meletakkan jam weker setelah mengeceknya, aku masih punya waktu sepuluh menit untuk menikmati ranjang yang nyaman ini. Aku menoleh ke sebelah, sesuai dugaanku, Rafa sudah bangun dan sedang jogging. Dia sangat rajin menjaga kesehatan. Kemaren malam dia juga pergi main badminton dengan teman-temannya.
Aku mantap langit-langit kamar. Tidak ada bedanya saat aku sendiri atau sudah menikah. Kami membisu setelah dia menegurku di meja makan beberapa hari lalu. Dan aku pun tidak berniat mengajaknya bicara duluan. Shieerana Davis masih menjunjung harga diri yang tinggi.
Baiklah mari bersiap-siap ke sekolah setelah lebih seminggu cuti prbadi.
"Pagi, Mbak" ucap Dara saat masuk ke kamar. Aku yang sedang menyisir rambut menoleh dan balas tersenyum.
"Mau apa, Dara?"
"Saya mau nyusun buku, Mbak. Hmm ... buku-buku mbak letaknya di mana ya?" Dara terlihat bingung, matanya menyusuri kamar yang lebih besar dari kamarku yang berada di rumah Nenek. Aku tidak menjawab karena sedang memakai eyeliner.
"Tuh, tuh, di sana." Aku menunjuk bagian sudur yang tidak terlalu jauh dari jendela.
Aku sedang mengikat rambutku saat Rafa masuk dengan handuk yang menempel di pundaknya. Dia terlihat mengerutkan kening sambil mengamatiku.
"Sudah mulai sekolah?"
"Hu-um. Aku nggak mau libur lebih lama lagi. Soalnya ujian tinggal menghitung minggu aja."
"Kamu kelas tiga?" lah, jadi dia tidak tahu kelas berapa istrinya sekolah. Ingin protes, namun kuhiraukan karena ini pertama kalinya kami bicara setelah beberapa hari.
"Iya."
"Mbak, ini tasnya ya. Saya letak di ranjang. Kalau gitu saya permisi dulu." Aku mengucapkan terima kasih. Sepertinya Rafa tidak terlalu terganggu lagi dengan kehadiran Dara. Dia juga mengangguk saat Dara tersenyum padanya tadi. Syukurlah dia mulai mengerti.
"Aku pake apa ke sekolah?" tanyaku. Aku melirik Rafa yang sedang memilih pakaian di lemari. Seingatku dia juga mulai bekerja hari ini. Aku tidak tahu dia bekerja di mana. Masih terlalu dini untuk menanyakan hal pribadi menurutku.
"Biasanya pakai apa?" tanyanya balik.
"Hmmm ... biasanya di antar Mas Arka. Kalau Mas Arka nggak bisa baru diantar supir Nenek."
"Hari ini kamu naik taksi atau apalah. Nanti aku minta mama cari supir untuk antar jemput. Atau kamu bisa naik mobil?"
Kenapa tidak Rafa saja yang antar jemput? Dulu Nenek atau Arka selalu melarangku naik taksi atau bawa mobil.
"Aku bisa bawa mobil, tapi ..."
Aku terus mengamati Rafa yang kini mengambil handuk dari lemari. Dia menyampirkanya di bahu. Aku sedikit heran dengan kebiasaannya yang membiarkan baju bekas keringatnya lengket di tubuhnya sebekum mandi. Apa dia tidak rishi? Tapi aku tahu keringat orang yang sering olahraga tidak sebaik keringat manusia pada umumnya.
" Ya sudah, nanti aku suruh supir Mama antar mobil kecilku."
Aku mengangguk saja. Percuma juga aku tersenyum karena Rafa sudah masuk ke kamar mandi. Baiklah, ini hari pertama aku naik taksi setelah sekian lama.
__
Bel pulang sekolah berkumandang tepat jam setengah lima sore. Aku sedang membereskan barangku saat seorang gadis berdiri tepat di depanku. Aku menangat kepalaku dan menatapnya heran. Walau aku tidak mengenal setiap orang di kelas ini, setidaknya aku familiar dengan wajah-wajah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Lesson
RomanceKeluargaku memang tidak pernah berhenti memberi kejutan padaku, Pertama, Papaku mengusirku dari rumah saat istri barunya hamil. Ke dua, Arka menikah dengan keponakan istri Papaku. Lalu yang ke tiga, aku di jodohkan dengan laki-laki yang berpaut 6 ta...