PART II - Irenē

197 10 2
                                    

Aku benci kenyataan bahwa cintaku pada lelaki ini begitu tulus dan tanpa syarat. Kenyataan bahwa mengenalnya selama kurang lebih enam bulan ini membuat aku merasa sebagai seorang wanita yang istimewa.

"Beginikah rasanya menjadi seorang Purtri?" tanyaku pada Isaac saat ia membukakan pintu mobil untukku.

"Aku nggak pernah jadi Putri," Jawab Isaac dengan senyum konyol di wajahnya. "Tapi selama aku jadi Putra Mahkota, aku selalu dapat perlakuan yang baik dari banyak orang. Bahkan lebih.. as long as they know who I'm."

"Great..!" Jawabku sinis. Salahku memang menjadi pribadi yang terlalu bodo amat dengan dunia luar sehingga aku tidak tau siapa lelaki yang sedang kupacari ini, sampai empat bulan yang lalu ia mengatakan bahwa ia adalah seorang Putra Mahkota.

Aku marah besar saat itu. Bukan karena ia menutupinya dariku, tetapi aku marah karena aku baru menyadari bahwa kedepannya, bersamanya tentu akan sangat susah untukku.

Tetapi lelaki ini begitu gigih mempertahanku, mempertahankan hubungan kami. Isaac mampu meyakinkanku bahwa aku dan dia, kami bisa dan berhak bersama.

Aku bangga diperlakukan istimewa olehnya.

Aku senang merasa istimewa seperti ini.

Isaac memang tipekal Pangeran sesungguhnya, jadi mungkin saja sejak lahir ia sudah dididik seperti itu, atau memang di dalam darahnya mengalir gen yang sedemikian rupa. Aku tersenyum geli setiap kali membayangkan hal ini. Isaac dengan pakaian Kebesarannya, bergaya layaknya Putra Mahkota sesungguhnya.

"Akhir minggu ini kamu bisa off, Ren?" Tanya Isaac padaku.

"Off?" Tanyaku tak percaya. "Bisa kok. Emang mau kemana Sac?" Selama ini Isaac jarang sekali memintaku off. Kami biasanya hanya berlibur saat pekerjaanku dan pekerjaannya memang libur dihari yang sama.

Kami sama-sama work holic. Off adalah kategori tabu bagi kami kecuali ada hal-hal yang memang benar-benar mendesak harus dilakukan.

"Aku ingin memperkenalkanmu dengan keluargaku, Ren." Jawab Isaac melembut. Ia menunduk dan mengecup sekilas keningku. "Lebih tepatnya memperkenalkanmu kepada Bunda."

Aku melongo tak percaya.
Another suprise... batinku.

Setelah empat bulan yang lalu mengejutkanku dengan kenyataan bahwa ia adalah Putra Mahkota, kali ini ia mengajakku untuk bertemu dengan Mamanya. Yang notabene adalah Permaisuri..!! Shit...!!

"Nggak ah, Sac. Nggak sekarang." Jawabku dengan suara melemah. "Aku nggak yakin.... Kita baru aja mulai semua ini, Sac. Aku ga mungkin langsung ketemu keluarga kamu."

"Nggak akan ada pembicaraan serius, Ren. Aku hanya ingin mempertemukan kamu dengan seseorang yang sangat aku cintai. Lebih dari diriku sendiri, dan wanita lain selain dirimu."

Aku tersenyum mendengar jawabannya. "Tapi aku ragu, Sac. Aku takut kalau Mama kamu - well, your Bunda I guess... bakalan nolak aku. Aku nggak siap mental untuk dihina, dicaci, disindir, atau dikata-katai."

Isaac menangkup wajahku dengan kedua tangannya. "Bunda nggak akan bersikap seperti itu ke kamu, Ren. Percaya sama aku." Aku menatap dalam pada kedua bola matanya, ada kepercayaan diri dan kepastian disana. Aku tau ia tidak sedang membohongiku.

Akhirnya aku mengangguk singkat dan menerima ajakannya. "Tapi janji ya, kamu akan selalu ada buat aku. Aku takut......"

"Ah masa gitu aja takut, beb." Isaac mencubit hidungku sekilas. "Wanita mandiri, dewasa, dan penuh kepercayaan diri seperti kamu, aku tau kamu nggak akan pernah takut sama apapun."

Over in Lover [COMPLITE!!]Where stories live. Discover now