PART XVI - Isaac

129 10 0
                                    

Waktu terasa cepat sekali berlalu ketika kau menghabiskannya dengan seseorang yang sangat berarti dalam hidupmu. Ini adalah hari kelima aku bersama Irenē.

Kupikir awalanya kesalahan yang kubuat bersama Irenē adalah pengaruh dari minuman beralkohol yang kukonsumsi. Namun pada kenyataannya, aku memang tidak bisa memungkiri kehadiran gadis itu. Aku menginginkannya.

Lebih besar dan semakin besar dari hari ke hari.

Rasa rinduku yang begitu dalam padanya megantarkan aku pada satu titik dimana aku benar-benar tidak ingin kehilangannya. Segala akal sehatku hilang. Yang aku tau ia ada di depanku, nyata, indah, sempurna, dan menawarkan segalanya.

Dan aku menerima itu semua dengan perasaan sama besarnya seperti ia.

Kami saling mencintai. Dan itu cukup bagi kami untuk saat ini.

Eh ngomong-ngomong sampai detik ini aku merasa takjub tidak ada satupun orang Istana yang berhasil menemukanku.

Mereka tidak bisa melacak keberadaanku, atau mereka sedang berpura-pura sesuatu tidak terjadi padaku?

Aku juga tak mengerti.

Yang pasti aku merasa bahagia seperti ini.

Menghabiskan waktu bersama Irenē, baik dalam kehidupan sehari-hari ; berbelanja, jalan-jalan, night club, shopping, atau bahkan bercinta dengannya semalam suntuk seharian penuh.

Aku benar-benar bahagia. Dan kurencanakan hari ini untuk melamarnya.

"Irenē tidak akan menolakku lagi kali ini. Dan Ayah juga tidak akan pernah bisa memaksaku lagi." Gumamku seraya memandang sekotak cincin berlian yang sudah berada di dalam genggaman tanganku.

Aku sudah mempersiapkan semuanya. Lamaran romantis dipinggir pantai. Dengan lampu-lampu, nyanyian merdu, semilir angin, dan sekotak cincin lamaran limited edition. Aku tau Irenē will be say yes.

She must be.

"Irenē...," Panggilku begitu memasuki kamar Presidential Suite kami.

Tak ada jawaban apapun dari Irenē.

"Beb... kamu dimana?" Panggilku sekali lagi.

Kakiku terhenti ketika melihat siapa yang ada disana bersama Irenē. Duduk disofa dengan posisi yang cukup berjauhan satu sama lain. "Hera?"

"Hay, Kak." Jawab adikku dengan nada yang tidak menandakan ia gembira melihatku.

"Kok kamu tau aku disini?" Cecarku padanya.

"Ada hal penting yang ingin aku sampaikan ke Kak Isaac," Jelas Hera padaku. "Dan aku tau kakak ada di hotel sekitar sini dari pelacakan pengeluaran rekening kakak."

"Shitt!!" Aku lupa kalau hal seperti itu memungkinkan untuk mencari jejak seseorang. Jadi seharusnya sih, Ayah sudah tau aku berada disini sejak hari pertama. "Ayah tau aku disini?"

Hera mengangguk singkat.

"Terus kenapa Ayah nggak maksa aku pulang?"

"Itulah yang ingin aku sampaikan, Kak." Hera diam sejenak. "Ayah dan Bunda sudah tau kakak ada disini. Keduanya berdebat cukup alot mengenai memaksa kakak pulang atau tidak. Ayah bersikeras untuk memaksa kakak pulang, tapi Bunda kekeuh untuk membiarkan kakak menentukan pilihan Kakak sendiri."

Aku tersenyum. Aku tau Bunda pasti akan membelaku.

"Tapi masalahnya, Ayah benar-benar nggak bisa nerima pilihan kakak ini, Kak. Kemarin ayah jatuh sakit, Ayah ngerasain sesak di dada dan kesulitan bernapas. Ayah kena serangan jantung, kak. Tekanan darah tinggi ayah meningkat, sampai memicu serangan jantung. Sekarang Ayah sedang ada dirumah sakit dalam perawatan yang intensif."

Over in Lover [COMPLITE!!]Where stories live. Discover now