PART XII - Karenina

109 9 0
                                    

"Karenina Nefandra Zain," panggilnya dengan suara yang teramat sangat lembut. "Look at me please... please.."

Aku menengadah kearahnya dan ia membalas dengan menatap mataku dalam-dalam.

Sebetulnya aku tidak ingin bersikap kekanak-kanakan dengan ngambek nggak jelas seperti ini padanya. Namun entah kenapa ada satu sisi dalam diriku yang sangat ingin dituruti... aku marah.

Marah dengan kenyataan kau mendekapku sedangkan kau bukanlah siapa-siapa bagiku.

Tetapi aku lebih marah lagi karena kau mendekapku tetapi membayangkan itu orang lain.

Aaahh~ bodoh banget si Karen! Mikirin apa kamu?? Udah aahhh jangan bodoh kaya gini lagi!!

"I'm sorry... please forgive me... I'm sorry."

Akhirnya aku mengangguk singkat.

"Kamu maafin aku?"

Aku mengangguk.

"Jawab dong, kamu maafin aku ga?"

"Iya, Isaac. Aku maafin kamu."

"Yiiipiii....!!!" Ia bersorak hampir setengah berteriak dan bangkit dari duduknya. "Kamu itu ga marah aja udah nyeremin, apalagi marah siiihhh..." Diulurkannya tangan padaku. Dan diacak-acaknya rambutku. "Besok kita pulang, dan semua kurewetan hidup kita akan kita mulai kembali. Jadi please, untuk hari ini jangan ada pertengkaran diantara kita. Kamu bisa kan?"

"Iya,"

"Oke... kalau gitu kamu jalan-jalan aja kaya biasa hari ini. Mengajar. Atau berkeliling desa. Up to you.. Aku masih ada beberapa urusan. Dan kita ketemu lagi nanti malam."

Isaac bangkit dari tempat duduknya dan berlalu.

Aku memandang punggungnya sampai hilang dari pandangan mataku. Hatiku terasa hampa melihatnya dari belakang seperti ini, terlebih lagi jika aku mengingat bahwa besok kami sudah kembali ke rumahku.

Isaac pasti akan kembali menjadi pribadi yang dingin dan menyebalkan seperti biasa.

Dan aku akan terbangun dari mimpi indahku dan menerima kenyataan bahwa duniaku lebih sepi dari yang tersepi.

"Bu Fatma," Aku memanggil wanita yang bertugas sebagai pelayan pribadi Isaac tersebut. Aku sudah mengenal Bu Fatma sejak kecil, Beliau sering kali menggantikan peran Mami untukku.

Bu Fatma memilih untuk tidak menikah dan mengabdikan diri pada keluarga kami. Padahal Papi sudah mengijinkannya untuk berhenti mengasuhku dan menikah, dan papi akan menyiapkan dana untuknya berwirausaha. Tetapi rupanya Bu Fatma lebih mencintaiku.

"Selamanya saya ingin bersama Non Karen... Bagaimana mungkin saya tega membiarkan Non Karen sendirian di rumah seluas itu. Nona pasti akan sangat kesepian." Begitu ucapnya saat itu. Dan aku tau pasti Beliau memang sangat tulus padaku.

Aku menyayangi wanita ini. Sudah kuanggap seperti Ibu Kandungku sendiri. Tak segan aku memeluknya, atau tidur di dalam timangan dan pelukannya. Beliau satu-satunya orang yang kumiliki pada kehidupanku yang menyedihkan ini.

"Ya, Non?"

"Pagi ini kita berjalan-jalan di pasar, seperti biasa." Itu salah satu kebiasaanku. Aku senang melihat pasar tradisional dan jualan yang ada di dalamnya. Serta bagaimana interaksi rakyat disana.

Pasar tradisional selalu ramai setiap hari. Dan itu membuatku yang merasa kesepian sepanjang waktu menjadi bahagia untuk sesaat.

"Dan sorenya kita mengajar seperti biasa."

Over in Lover [COMPLITE!!]Where stories live. Discover now