PART VII - Karenina

134 10 2
                                    


Aku memandang hampa pantulan diriku di cermin. Dua orang penata rias sibuk mendadaniku.

Kuperhatikan pantulan gaunku dari dalam cermin. Sebuah gaun dengan model mengembang bak cinderella, bagian atasnya berbahan brukat berwarna merah, sedangkan bagian bawahnya – bagian dengan rok mengembang – berbahan kain dengan motif batik berwarna merah dan hitam. Pada bagian perut gaun tersebut terdapat semacam tali yang mengelilingi gaun, dan dibagian depannya berbentuk seperti bunga mawar yang mekar, sama dengan motif pada kain tersebut.

Jujur ku akui, aku menyukai gaun ini.

Aku jatuh cinta pada pandangan pertama aku melihatnya. Tidak telalu mewah. Tapi elegan dan anggun. Mencitrakan karakter diriku yang sebenarnya.

Oh iya, kembali ke persoalan pertunanganku, aku tak pernah menyangka bahwa pertunangan ini akan benar-benar terlaksana. Mengingat Isaac menolak habis-habisan rencana pertunangan ini.

Dan menurutmu aku bisa apa?

Aku tidak berani menolak pertunangan ini. Papi bisa mengulitiku hidup-hidup.

Kau taulah, sebagai seorang anak bangsawan, aku di doktrin dengan aturan agar selalu menurut kepada kedua orangtuaku. Peraturan nomor satu, perkataan Papi adalah perintah yang tidak dapat dibantah. Jika kau membantah, ingat peraturan nomor satu.

Aku yakin Isaac juga mengalami hal yang sama. Apalagi ia adalah seorang Putra Mahkota.

Mengenai pertunangan ini, aku tidak merasakan apapun. Maksudku... aku tak berpikir ini sesuatu yang buruk. Tidak juga merasa bahwa ini sesuatu yang baik. Biasa saja.

Tidak ada yang spesial.

Satu hal yang kusadari, bahwa cepat atau lambat statusku akan berubah. Dari hanya seorang Bangsawan biasa, menjadi seorang Putri Mahkota. Dari hanya seorang gadis biasa, menjadi seorang istri.

Seumur hidupku aku terkekang oleh aturan. Karena lahir dengan seperti ini, aku benar-benar tidak merasakan apapun.

Mati rasa, ya?

Hahaahaha... bisa juga kau mengartikannya seperti itu.

Aku mati rasa pada semua jenis perasaan. Aku tidak terbiasa menerima perhatian, karena Ayah dan Ibuku bukan type orang yang hangat yang akan memberikan perhatian. Mereka sibuk dengan dunia dan urusan mereka masing-masing. Baginya, anak adalah investasi berharga. Bukan buah cinta.

Aku tidak terbiasa melakukan segala sesuatunya sendiri, karena seumur hidupku, dari sejak aku membuka mata hingga menutupnya lagi – tak pernah seorang pelayanpun berpaling dari sisiku.

Tata krama, adat, budaya, semua itu sudah diluar kepalaku. Cara bertutur kata yang baik, sikap menerima apa adanya, tidak dapat membantah, semua adalah karakter utamaku.

Terdengar menyedihkan?

Ya... hidupku memang menyedihkan.

Dan lebih menyedihkan lagi karena aku tak dapat melakukan apa-apa untuk merubah hidupku. Aku terlalu pengecut.

Pengecut karena terlahir dalam keluarga ini.

Dan aku terlalu mencintai Papi dan Mami. Jika kau bertanya tentang cinta, satu-satunya cinta yang kuketahui adalah rasa cintaku pada kedua orang tuaku. Aku tidak akan mengecewakan mereka dengan membantah satu apapun perkataan mereka, aku tidak seegois itu.

Jiwaku memang lemah. Silahkan tertawai aku.

"Nona...," Seseorang menegurku.

"Ya?"

Over in Lover [COMPLITE!!]Where stories live. Discover now