Bagaimana caranya melupakan bila ia masih membekas jelas di dalam relung hati terdalam?
Aku dan patah hatiku.
Tak banyak hal salah yang aku temukan. Jika Radin memang memilih Auree, apa yang bisa aku lakukan?
Apa hakku?
Sudah enam bulan lamanya aku berusaha melupakan kenyataan itu tapi faktanya, semakin aku berusaha keras untuk membuang memori itu, semakin susah pula aku dapat melupakannya.
Cinta memang rumit.
Kata orang, cinta tak harus memiliki.
Mungkin aku memang harus mencobanya karena itu pilihan terakhirku.
Barangkali Tuhan ingin memberikan seseorang yang lebih baik daripada Radin.
Aku hanya ingin menceritakan sedikit hal pada sore di malam minggu lima bulan yang lalu.
Hari itu, perasaan sakit ini merajalela di hati.
Aku rindu. Ingin pulang. Namun kepada siapa?
Rumah yang ingin aku jadikan tempat pulang sudah bertuan. Apa hakku?
Tiba-tiba beberapa menit setelah itu, bel rumah berbunyi pertanda ada tamu yang datang.
Pada detik itu juga aku berbisik dalam batin, "I wish you are here, Din"
Entah apa yang aku harapkan dari kehadiramu hingga kamu aku sebutkan dalam keinginan yang aku semogakan.
Aku harap itu kamu.
Tak perlu alasan, aku ingin kamu saat ini.
Jikalau Tuhan memberiku kesempatan, aku ingin mengulanginya lagi bersamamu karena kamu patah hati yang 'mungkin' aku sengajakan. Aku ingin kamu walau pada kenyataannya aku dan kamu tak akan pernah bisa bersama selamanya.
Sayup-sayup aku mendengar suara yang sedikit berteriak memanggil namaku. Aku menyibak gorden lalu melihat siapa yang datang.
Aku tidak ingin menduga saat ini karena yang aku inginkan hanyalah fakta.
Aku tidak ingin berlarut dalam dongeng yang aku ciptakan seperti dahulu.
"Mora ada yang pengen gue omongin sama lo," katanya sewaktu aku membuka pintu pagar.
Aku tergagap. Tak tahu harus berkata apa.
Ia tiba-tiba muncul saat aku benar-benar ingin bersamanya. Semestinya aku senang, namun sebagian hatiku seperti berkata lain.
Aku tak sanggup bila mengingat bahwa fakta sebenarnya kamu adalah hak paten milik orang lain.
Aku mencoba menyusun kata yang teracak di dalam benak.
Berusaha mengeluarkan isi hati yang terlalu lama terpendam dalam diam. Namun seketika kusadar bahwa aku bukan siapa-siapa.
"Kenapa lo ke sini?"
Radin menatapku teduh seakan ada kata-kata yang tertahan dan tak tahu akan ia sampaikan atau tidak.
Aku menunggunya membuka suara, menjawab pertanyaanku yang menggantung lalu menghempas begitu saja di udara jika laki-laki itu memang menghiraukan pertanyaan yang beberapa menit sempat aku ucap.
"Gue pengen pulang," jawabnya.
Alisku tertarik ke atas lantas sebuah pertanyaan muncul kembali di benakku, "Ke mana?"
"Kamu."
Sore itu dia datang. Menghampiriku dalam resah yang entah sampai kapan aku pendam dalam dada.
Menunggu hujan mereda. Menunggu matahari tenggelam di ufuk timur. Menunggu siang menjadi malam.
Sore itu ia datang membawa sebuah kabar di depan pintu pagar.
Sore itu ia datang sementara aku menunggu jawaban atas semua pertanyaan dalam gamang di antara ketidakpastian. Aku di sini.
***
haaaai, sebelumnya aku mau bilang kalo AM-PM 3 ini bakal agak beda sama AM-PM 1 dan 2.
AM-PM 3 ini tiap sub bab bakal pake judul sub bab bahasa indonesia atau lainnya sesuai sama isi cerita dan tergantung mood akunya ehe, ngga kayak AM-PM 1 dan 2 dulu.
terus di sini bahasa yang aku pake buat mora jadi agak gimana gitu beda sama AM-PM 1 dan 2. komen dong soal bahasa yang aku pakein ke mora?👉👉👉👉👉
last but not least, makaasi semua semoga suka sama jalan cerita barunya ehe💕
KAMU SEDANG MEMBACA
AM-PM 3: Timerrow
Short StoryAM-PM 3: Timerrow "Can we back together again like yesterday?"