Two Worlds Apart (Six)

196 16 2
                                    

Tiga hari kemudian.

Hari ini aku senang sekali. Pasalnya, hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke-21. Yah, aku memang lebih tua setahun daripada sahabat-sahabatku. Dan hari ini, aku berencana menghabiskan waktu bersama mereka.

Pertama, sepulang kuliah, kami bertujuh menjerit-jerit ketakutan lantaran main game ‘The House’ di kamarku. Apalagi Callista, ia sempat beberapa kali menyebut nama Pras ketika kaget. Sementara Gabriel lebih atraktif lagi, ia sampai bersembunyi di kolong tempat tidur. Parahnya, jeritan kami sempat membuat Fabio beberapa kali menangis karena kaget. Untung hanya ada kami bertujuh dan pembantu rumah. Kalau ada mama, pasti beliau bakal marah-marah.

Setelah capek berteriak-teriak, kami pun turun ke bawah dan menikmati camilan yang telah dibuatkan oleh Bi Sumi, pembantuku. Kemudian kami menonton acara ‘dr. Oz Indonesia’ secara berjamaah. Alasan kami menonton acara itu ada dua, yang pertama karena acara tersebut dapat menambah wawasan kami, dan yang kedua lantaran sang pembawa acara, dr. Ryan Thamrin yang ganteng banget. Yah, sambil menyelam minum air. Sudah mendapat pengetahuan, bisa melihat dokter ganteng pula.

Rencana yang ketiga ini benar-benar dadakan. Gabriel, Bella, Karina, Callista, Alya, dan Kiara dengan seenak udelnya minta ditraktir. Alasannya karena sekarang aku sedang berulang tahun. Untung saja aku masih punya tabungan. Kalau tidak, aku bakalan terpaksa meminjam uang kepada Kak Dito.

Setelah mandi, sholat, dan melakukan sejumlah persiapan, kami pun berangkat ke tempat yang telah ditentukan. Rupanya keenam sahabatku telah berencana untuk memalakku di hari ulang tahunku ini. Secara kompak mereka membawa baju ganti serta segenap aksesoris untuk pergi makan malam. Dan yang paling mengejutkan, mereka berencana untuk membawa pasangan masing-masing!

“ Hah, yang bener aja lo!” seruku.

“ Weits, tenang, tenang...” Callista menahanku seolah-olah aku akan melakukan tindakan brutal, “ cowok-cowok bayar sendiri-sendiri, kok. Jadi lo tinggal traktir kami aja.” Jelasnya. Aku pun menghela napas lega.

                                                            ***

Sehabis menempuh perjalanan selama 45 menit—sebenarnya hanya butuh dua puluh menit, namun karena macet, kami membutuhkan waktu ekstra—, akhirnya kami pun sampai di Warung Ayam Bakar, tempat biasa kami nongkrong. Walaupun judulnya warung, interior tempat ini tidak seperti warteg atau warung pinggiran jalan, malah terkesan sebagai restoran mewah, tetapi tidak menyediakan kursi dan meja makan alias lesehan. Luis, Tristan, Pras, Ditya, serta Bang Rey telah menunggu di sana. Bang Rey secara khusus telah ditugaskan Daniel untuk menemani Kiara. Daniel sendiri tidak bisa datang karena mendadak tidak enak badan. Agak sedih, sih, tapi tidak apa-apalah.

“ Kudunya lu tuh yang nraktir kita, Cal,” celetuk Karina ketika kami sedang menunggu pesanan, “ kan lu habis lamaran, tuh.”

Kontan aku, Alya, Kiara, Bella, Gabriel, dan Ditya memandang ke arah Callista dan Pras dengan tatapan tajam. Mereka berdua tampak salah tingkah.

“ Lamaran?” tanya Bella singkat.

“ Lu ngelamar Callista, Pras? Asem lo, kagak ngasih tau gue sama Danny!” tambah Ditya.

“ Kapan lamarannya?” Alya buka suara.

“ Wah, wah, wah... nggak bener, nih. Masa’ lamaran nggak ngasih tau temen sendiri?” ujar Gabriel yang sedang menimang-nimang Fabio.

“ Iya, nih,” dukungku.

“ Eh...” dicecar seperti itu, Callista makin salah tingkah. “ Satu-satu kenapa? Repot nih jawabnya...”

Two Worlds ApartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang