Two Worlds Apart (Four)

169 14 3
                                    

Diandra membanting tubuhnya di springbed-nya yang empuk. Entah mengapa ia merasa sangat capek hari ini. Capek secara fisik, juga capek secara pikiran. Ia terus terbayang adegan ia dan teman-temannya menghajar Sam tadi siang. Ia merasa kurang puas karena tak sempat mematahkan tulang leher bajingan yang hampir mencelakakan sahabatnya itu. Ditambah lagi cowok itu juga salah satu anggota dari sindikat yang menculik kekasihnya, Daniel Dirgantara.

Daniel.

Diandra menghela napas. Ia kembali teringat pada pacarnya itu setelah agak melupakannya selama beberapa jam. Di mana cowok itu sekarang? Baik-baik sajakah ia? Apakah ia masih hidup, atau sudah bertemu dengan Sang Pencipta?

Wajah polos Daniel kembali membayang di kepalanya. Gadis itu langsung teringat akan pertengkarannya dengan Daniel beberapa hari lalu. Dan yang membuatnya menyesal, pertengkaran itu terjadi akibat masalah sepele. Kalau saja ia bisa mengontrol rasa cemburunya, mereka pasti tak akan bertengkar seperti ini, dan mungkin Daniel tak akan menghilang.

Airmata menumpuk di pelupuk matanya. Dalam hati ia bertanya-tanya, bisakah ia memperbaiki hubungannya dengan Daniel? Bisakah ia merasakan pelukan yang biasa diberikan oleh cowok itu lagi? Dapatkah ia kembali menyentuh rambut halusnya? Dan yang paling penting, dapatkah ia melihat Daniel dalam keadaan hidup, sehat wal afiat tanpa kurang suatu apapun?

Perlahan Diandra meraih ponselnya yang terletak tepat di sampingnya. Begitu kunci telepon dibuka, layarnya langsung menampakkan fotonya dan Daniel. Mereka berdua sedang berada di apartemen Daniel, duduk berangkulan di sofa. Kiara yang mengambil foto itu.

Sebutir cairan kristal menuruni pipinya. Dengan cepat Diandra menghapusnya. Ia benci menangis karena ia tahu betul itu tak akan menyelesaikan masalahnya. Namun mau bagaimana lagi, hanya itu yang bisa ia lakukan.

Mendadak pintu kamarnya dibuka dan Tante Ellis alias Mama Diandra muncul. Beliau masuk ke dalam kamar, lalu duduk di samping Diandra.

“ Diandra...” Tante Ellis membelai-belai rambut anaknya yang panjang, “ kamu kenapa, sayang?”

Diandra menggeleng pelan dan berusaha tersenyum, “ nggak apa-apa kok, ma. Cuma kepingin nangis aja.” Kilahnya.

Mata Tante Ellis memicing. Ia tahu ada sesuatu yang disembunyikan oleh anak perempuannya itu. “ Nggak mungkin kamu nangis karena cuma kepingin nangis doang, Diandra. Mama sudah menjadi ibu kamu selama dua puluh tahun dan mama terlalu mengenal kamu. Pasti ada sesuatu yang kamu sembunyikan.”

Mendengar itu, Diandra terdiam. Tante Ellis menarik napas.

“ Ada apa, sih, sebenernya? Cerita, dong, sama mama. Siapa tahu mama bisa bantu kamu.”

Diandra menghela napas. Cewek itu merubah posisinya menjadi duduk di sebelah mamanya. “ Daniel, ma. Diandra kepikiran sama Daniel. Diandra kangen sama Daniel. Diandra pengen tau gimana keadaan Daniel. Sampe sekarang kita semua nggak tau dia ada di mana.”

Tante Ellis merangkul bahu anaknya. Dalam hati beliau juga khawatir. Daniel merupakan satu-satunya kekasih Diandra yang berhasil mengambil hatinya dan suaminya, tak seperti mantan-mantan Diandra yang gayanya slengekan dan kurang bertanggung jawab. Jadi wajarlah beliau khawatir akan kehilangan calon menantu yang berpotensi bisa membahagiakan anaknya bila mereka menikah nanti.

“ Diandra takut kalo Daniel kenapa-napa, ma. Diandra takut kehilangan Daniel...”

“ Ssst,” Tante Ellis berusaha menenangkan anaknya yang kini menangis. “ Berdoa, Di. Berdoa supaya Daniel selamat. Kalau Allah masih menghendaki, Dia pasti membiarkan Daniel hidup.” Sarannya.

Diandra tak menjawab, namun di dalam hati ia mengikuti saran mamanya.

***

“ Rey, gue berangkat dulu, ya!” pamit Gilang sambil memakai helmnya. Saat ini dia sudah nangkring di atas motor kesayangannya. Rey mengangguk.

Two Worlds ApartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang