Satu Jam Saja

3.9K 548 63
                                    

Barisan pulau-pulau kecil di bawah sana memanjakan mata Aya. Indonesia memiliki sejuta pesona, seperti dirinya. Duduk di samping Elang, menikmati pemandangan alam, ia berasa tak seperti tengah melarikan diri dari bahaya. Perasaannya campur aduk, antara kagum dengan sosok serba bisa di sampingnya, juga rasa takut kehilangan saat-saat berharga bersamanya.

"Boleh aku minta satu jam lebih lama?" tanya Aya lirih.

"Apa?" Elang tak jelas mendengar. Tapi di mata Aya, lelaki ini sengaja tak terlalu perduli dengan ucapannya.
"Nggak jadi."

"Suaramu kekecilan Ay, aku nggak terlalu bisa denger."

"Bisa aku minta satu jam lebih lama?" teriak Aya jengkel.

Elang tersenyum, ia punya banyak waktu sebenarnya, namun akan menjadi masalah jika ia tak sampai Aceh tepat waktu. Faisal sudah ia kabari saat mereka take off dari Medan. Tidak mungkin Elang mengajak Aya berpiknik lebih dulu meski ia ingin.

"Kalo kita nggak sampe Aceh tepat waktu, kondisi di sana bakalan panik Ay," ucap Elang mencoba memberi penjelasan.

"Kamu nggak butuh satu jam itu Mas?"

Elang membeku. Pandangannya nanar, menembus kaca dan menerawang melalui awan. Jika itu untuk Aya, ia bahkan rela memberikan seluruh waktunya.

"Satu jam itu bakalan kamu habisin buat apa?" tanya Elang tanpa menatap Aya.

"Duduk berdua. Berdua aja. Nggak perlu bicara Mas, waktu udah ngasih tau segalanya."

"Deal! Begitu kita sampe Aceh, aku bakalan temuin kamu. Kita abisin satu jam itu," sahut Elang cepat.

Aya menoleh tak percaya. Baru kali ini Elang terbuka dengan perasaannya. Ia bahkan tak menolak kemauan Aya dengan tetek bengek standar operasional prosedur yang selalu jadi andalannya.

"Apa dalam waktu satu jam itu, kalo aku nyentuh kamu, kamu bakalan hilang dari muka bumi Ay?" lanjut Elang serius.

"Mungkin itu satu jam pengecualian," Aya mendesah, "Satu jam yang mewakili segalanya."

"Mewakili perasaan?"

"Apa maksudmu Mas?"

"Perasaan bahagia 'kan?" Elang tergagap. Ia pura-pura mengamati tombol di depannya. "Itu, kita bakalan mendarat di sana," tunjuknya pada sebuah daratan di kejauhan.

"Terima kasih Mas Elang," bisik Aya.

"Untuk?" Elang bergumam.

"Untuk semuanya,"

"Aku ikhlas Ay, itu udah tugasku."

Aya kembali diam. Fokusnya beralih pada dataran luas yang mereka lewati di bawahnya. Setitik air mata menetes di pipi Aya, mewakili hatinya.

"Boleh aku tanya sesuatu Ay?" desis Elang lagi.

"Apa?" Aya berpura-pura tersenyum, sebelah tangannya berusaha menghapus air mata.

"Kamu pernah cerita kalo kamu jatuh cinta, bener?"

"Iya. Kenapa?"

"Kenapa kamu bisa jatuh cinta?"

Aya menggigit bibir bawahnya, matanya bingung mencari jawaban. "Apa cinta butuh alasan? Kapan dan pada siapa kita jatuh cinta nggak ada yang bisa ngatur itu Mas."

Elang mengangguk-angguk, "Apa yang ngebikin kamu jatuh cinta sama sosok lelaki itu?"

"Karena dia adalah lelaki sepertimu Mas Elang."

"Sepertiku? Emang aku kayak apa Ay?"

"Nggak usah mancing-mancing deh. Ijinin aku bahagia sebelum ini berakhir," sungut Aya kembali membuang pandangannya.

Angel Eyes-Indonesian Secret Service (Akan Diterbitkan Dengan Perubahan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang