3 - Hell is Over

23 4 4
                                    

Setelah insiden ngompol setelah main kelereng itu, gue ga mau masuk sekolah selama 3 hari.

Hmm, gue tau emang itu hiperbola banget sih. Tapi bukan cuma gue yang ga masuk. Nico juga ga masuk karena denger-denger bengkak itunya. Hmm, gue gatau yaa gue ga liat.

Sedangkan Adrianna, hmm, dia dipanggil wali kelas bersamaan kedatangan bokapnya. Gue ga mau tau. Pokoknya gue benci Adrianna!

Setelah hari Senin gue masuk sekolah, gue baru pertama kalinya ngelihat Adrianna, dan yang dia lakukan adalah: memberi gaya kiss bye.

Kiss bye, bayangkan! Gue simpulkan dia udah bener-bener sinting. Oh-oh, bukan cuma sinting, tapi ga waras, gila, idiot, bener-bener jelmaan dari neraka.

Dengan segala usaha gue selalu menghindari tatap mata dengan Adrianna. Apapun itu dan bagaimanapun itu.

Hari-hari berikutnya udah berjalan normal kembali. Nico juga udah balik memakai sweater-nya di pinggang. Tau sendirilah ya. Tapi dia atau pun gue ga mau lagi main di koridor, kita milih makan di kantin aja.

Tiba-tiba gue liat Adrianna dateng sendiri, tanpa dua kurcaci yang rutin ngintilin tuh orang. Ga ada senyum licik di wajahnya. Datar, abstrak untuk dijelasin. Datang tepat di hadapan gue, di samping Nico.

"Gue minta maaf," katanya terlalu kecil untuk didengar.

"Hah?" Please lah ya, setelah berhari-hari?

"Gue minta maaf. Soal kejadian yang kecoak itu, gue cuma iseng."

Cuma iseng? Tolol.

Tapi yang gue lakukan saat itu malah:

"Oh, it's okay." Dengan sok nunjukin ke-gentle-an gue di depan temen-temen gue.

Setelah itu dia langsung hilang dari hadapan gue. Bahkan hilang sampai saat ini.

Saat upacara, kepala sekolah pidato soal bullying di sekolah yang menyindir Adrianna, sekaligus mengabarkan pindahnya cewek itu ke sekolah lain.

Gue malu karena tersindir, tapi ada hal yang membuat gue lebih bahagia: Adrianna udah ga ada lagi. Hell is over!

Little LouisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang