Michelle duduk di tepi ranjang tempat ia terbangun tadi sembari memperhatikan keadaan sekitar kamar besar bernuansa maskulin itu dengan saksama. Kepalanya masih terasa berputar-putar, mungkin akibat beberapa gelas wolfschmiddt yang beberapa jam lalu di tenggaknya. Ia tak henti menggoyang-goyangkan kakinya dengan gusar begitu matanya memandang kearah jam digital yang berada tak jauh dihadapannya. Bibir bawahnya berkali-kali ia gigit dan lepaskan, sedangkan kedua belah tangannya digunakan untuk mengacak-acak rambut panjangnya yang sebelumnya memang sudah berantakan.
"Ini, minum dulu" Lagi, suara itu lagi-lagi sukses membuat Michelle terjengit dari tempatnya.
Melihat reaksi gadis itu yang berlebihan, si empunya suara pun memutar bola matanya kesal. "Segitu traumanya kamu sama rupa ini sampai kamu lupa kalau yang punya rupa ini bukan cuma satu, tapi ada tiga?"
Michelle meringis bodoh begitu mendengar perkataan lelaki dihadapannya itu sembari memandang lelaki itu dengan tatapan meminta maaf. Ia mengigit lidahnya pelan lalu tersenyum cengengesan sembari mengambil minuman yang sedari tadi disodorkan oleh lelaki itu dan meminumnya dengan rakus, seolah ia tak pernah menenggak air seumur hidupnya. Lalu kembali memberikan gelas kosong kepada si lelaki yang kini tengah menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Orang mabuk mana coba yang bisa bedain anak kembar, yang mukanya sama, suaranya ikutan mirip pula" Gerutu Michelle sembari mencebikkan bibirnya.
"Aku tau kalau kamu hangover Chelle, tapi aku nggak tau kalau ternyata sekarang kamu hilang ingatan juga..." Ucapan lelaki itu terhenti ketika ia melihat Michelle tengah menatap dirinya dengan wajah kesal yang menggemaskan, membuatnya mau tak mau mendengus geli.
"I mean... kamu pasti hapal betul kan, kalau dia itu nggak akan pernah repot-repot nginjakin kakinya di club. So, what are you afraid of? Why do you look so scared Michelle?" Lelaki itu mengusap lembut pipi Michelle, yang balas menatapnya sendu selama sepersekian detik.
"Apasiiiiih Cello. Kamu so tau deh" Balas Michelle sembari menepis pelan tangan Marcello dari pipinya dan membuang pandangannya dari Marcello. Membuat Cello lagi-lagi mendengus geli melihat kelakuan Michelle yang tak banyak berubah.
Suasana hening yang tercipta membuat Michelle menjadi salah tingkah dan buru-buru bangkit dari tempat tidur hendak mencari barang-barang pribadinya yang entah disimpan dimana oleh Marcello. Ia ingin segera pulang, walaupun nanti dirinya harus mendengar omelan panjang dari sang mommy dan ceramahan panjang sang daddy. Setidaknya itu lebih baik daripada berada di... Well, Michelle bahkan tidak ingat dirinya berada dimana sekarang.
"Mau kemana sih buru-buru?" Tanya Cello yang kini tengah berbaring santai diatas sofa sembari memperhatikan setiap gerak-gerik Michelle dengan seringai jahil miliknya.
"Pulang! Barang-barang aku, kamu simpan dimana sih?" Balas Michelle yang sudah berhasil memakai kedua heelsnya, dan kini tengah menanti jawaban dari Cello yang tampak sudah memejamkan mata.
Cello menjawab pertanyaan Michelle dengan menunjuk meja kerjanya yang berada disudut ruangan, tanpa repot-repot membuka suaranya. Dan Michelle pun mengangguk paham, lalu berjalan ke arah meja kerja yang ditunjuk Cello untuk mengambil clutch, polaroid, beserta jam tangan miliknya.
"Yakin mau pulang sekarang?" Tanya Cello dengan suara mengantuknya, saat Michelle sudah bersiap untuk permisi dengan lelaki itu.
"Iya" Michelle menganggukkan kepalanya, meskipun ia tau Cello tidak melihat anggukannya.
"Emang kamu ngga takut... Diburu wartawan?" Tanya Cello kembali. Ada nada geli yang terselip dalam pertanyaannya kali ini.
Michelle mematung, Cello terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon a Time
RomanceDear Readers, Sebelumnya saya harus mengakui bahwa, cerita ini adalah salah satu kisah cinta yang paling klise diantara beribu kisah cinta lainnya. Sebuah kisah cinta sederhana, yang berawal dari kenang-kenangan dimasa lampau. Jika ini adalah bacaa...