▪ Awal pertemuan

1.8K 296 292
                                    

Bukankah awal yang buruk ini sangat bagus untuk memulai suatu masalah yang lebih anti mainstream? Tapi kurasa, iya.


_______L'AMOUR_______
_________________________________

Gadis berusia dua puluh satu tahun itu menatap arloji di pergelangan tangannya. Ia hanya memiliki sedikit waktu untuk segera sampai di kampusnya.

"Bunda, aku berangkat ya!"

Seorang wanita paruh baya, dengan setelan hijabnya berjalan keluar rumah sambil mengambil selembar roti di tangan kanannya.

"Sarapan dulu, Mey!"

"Maaf Bunda, udah telat soalnya. Mey berangkat, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam," sang bunda menatap punggung anaknya yang kian menjauh, ia menggelengkan kepalanya.

• • •

Dalam situasi seperti ini, Rey masih saja berkomunikasi menggunakan ponsel. Tak peduli bahwa ia sedang mengemudi sekalipun.

"Gua bakalan ke kampus lo," ucapnya sejenak lalu menginjak gas mobilnya saat lampu merah itu kini telah berwarna hijau.

Ia mendengar ucapan kesal dari lawan bicaranya, membuatnya tertawa sehingga matanya menyipit dan terlihat begitu menggemaskan.

Rey terkekeh pelan, "Bodo amat, gua gak peduli, haha."

Sesaat ia menginjak rem mobilnya ketika tak sengaja mobilnya menabrak sesuatu. Ia tak tahu jelas, namun suaranya cukup terdengar keras.

Matanya seketika terbelakak saat melihat seorang gadis tengah meringis kesakitan. Ia kemudian mengalihkan pandangan ke arah sebuah sepeda dengan kondisi yang cukup mengenaskan.

"Bukan apa-apa, udah dulu ya."

Ia mematikan sambungan teleponnya. Rey kembali mengalihkan pandangannya kepada gadis itu yang berjalan lalu mengetuk kaca mobilnya dan berteriak keras.

"Woy lo bisa nyetir kaga sih hah?! Lihat noh kaki gue lecet terus sepeda gue--" gadis itu berhenti sejenak.

"BUNDA, SEPEDA MEY RUSAK!" pekik gadis itu.

Rey itu menutup kuping nya dengan rapat, ia bahkan sempat berfikir bahwa gadis itu mungkin telah menelan toa masjid.

Gila.

Entah apa yang dikonsumsi oleh gadis kecil di hadapannya itu. Suaranya bahkan sudah mencapai ratusan oktaf. Kupingnya saja dibuat berdengung seperti ini.

Baiklah, ia cukup berlebihan. Sebenarnya tidak sampai ratusan oktaf juga sih. Hanya sebuah perumpamaan saja.

Rey kemudian keluar dari dalam mobilnya, ia menatap semua kekacauan ini. Sejenak ia menutup matanya dan menghela nafas gusar.

"Maaf dek, tadi kakak menyetir dengan tidak hati-hati."

"Makanya kalau nyetir tuh hati-hati!" maki gadis itu, wajahnya merah padam karena emosi nya yang melunjak.

Rey terdiam cukup lama, gadis kecil di hadapannya itu terlihat menggemaskan. Melihat wajahnya yang tengah emosi justru membuat kesan imut menurut Rey.

"Woy, tanggung jawab dong!"

Seketika ia menatap gadis itu dengan penuh pertanyaan, memangnya hal apa yang harus dipertanggungjawabkan. Kalimat itu membuatnya ambigu seketika.

Ia tersadar dan salah tingkah sendiri, "Kalau begitu kakak minta maaf, ini ada uang buat kamu untuk mengobati lukamu dan juga memperbaiki sepeda kamu yang rusak."

"Bagus ya! Lo kira semuanya bisa pake duit, hah?!" gadis itu berteriak kencang.

Baiklah, untuk saat ini prinsip wanita selalu benar memang benar adanya. Ia bahkan sudah berusaha bertanggung jawab, tapi yang terjadi justru semakin rumit.

Ia menghembuskan nafasnya perlahan, ia menarik pergelangan tangan gadis itu agar memasuki mobilnya.

Tak ada waktu untuknya berdebat sekarang, tidak cukup waktu yang memadai karena ia pasti akan telat masuk bekerja di hari pertamanya.

Gadis itu menatap ke arahnya dengan tatapan polosnya, "Mau ngapain?"

Ia menatap jengah gadis yang duduk di sampingnya itu, dengan sedikit godaan ia menyeringai pelan, "Mau nyulik kamu, terus kakak mutilasi dan buang jasad kamu ke hutan."

"APA?!"

Biarkan saja, ia menghiraukan gadis di sampingnya dan fokus menyalakan mesin mobil.

"Kamu mau ke mana? Biar kakak yang antar kamu ke sana," ucapnya sambil melirik ke arah gadis yang duduk di sampingnya.

Gadis itu menoleh sebentar, "UI, lo pasti tau 'kan?"

Rey terkekeh pelan, "Jadi kamu mahasiswa? Kakak kira kamu masih anak SMA."

"Dih, maksudnya gue bocah gitu? Gila aja."

"Bukan gitu juga sih, oh ya kamu ambil fakultas mana?"

Gadis itu memilih diam dibandingkan menjawab pertanyaannya. Entah apa yang dilakukan gadis itu, namun sekilas ia melihatnya tengah membuka tas ranselnya dan mengeluarkan sebuah berkas, lalu mengeceknya sebentar.

"Udah beres."

TBC?

__________

Beloved <3

[Discontinue] L'amourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang