10. Sound

61 0 0
                                    

Rizky's

...

"Dia Laura dari kelas XD kan?"

Pagi-pagi Vina sudah menggangguku dengan rasa penasarannya, baru saja aku sampai di kelas. Vina sudah menungguku, duduk manis di kursiku.

Aku diam, tidak ingin meladeni pertanyaannya. Aku berhak menyembunyikan perasaanku, meskipun sebagian orang sudah tau. Lagipula aku tidak ingin Ara bermasalah dengan Vina, dia tidak tau apa-apa.

"Kalau diam, berarti iya. Apa sih bagusnya dia?" tanya Vina dengan mata berkilat dan berkaca-kaca, aku tidak habis pikir sebegitu sukanya dia padaku.

"Vin, hati itu bebas memilih. Tolong masalah ini hanya sebatas kita saja, jangan bawa-bawa orang lain. Jangan libatkan Ara," mohonku, aku tidak ingin Vina menggangu Ara hanya karena keegoisan rasa yang dia miliki terhadapku.

"Aku cuma nggak bisa terima saja, kamu lebih memilih anak kecil seperti dia," ucapnya. Aku menautkan alis.

"Justru sikapmu lah yang seperti anak kecil, ayolah Vin. Kenapa harus aku, berkali-kali kukatakan kalau aku sama sekali nggak ada rasa ke kamu," aku mulai jengah, memutar kedua bola mataku sambil berdecak kesal.

"Kamu sendiri yang bilang kalau hati bebas memilih," ujar Vina, ia memutar badannya dan berlalu dengan kesal.

Suasana di dalam kelas cukup hening, hanya suara kertas yang dibolak balik dan spidol yang dicorat-coret hingga menimbulkan bunyi berdecit yang ringan. Aku memaku dagu di atas meja, memikirkan bagaimana kisahku akan berlanjut nantinya.

Sudah dua hari semenjak perpisahan kelas XII Ara jarang merespon pesanku, biasanya dia selalu antusias menceritakan kejadian-kejadian yang dia alami. Terakhir kali dia curhat tentang, yah siapa lagi kalau bukan dia.

Baru saja memikirkan Ara, orangnya tiba-tiba lewat di depan kelasku bersama kedua temannya. Entah ada angin apa, aku menghela nafas panjang seakan dengan begitu Ara langsung bisa kuraih. Memendam perasaan itu teramat sulit dan menyakitkan, apalagi gadis sepolos Ara yang kadang sangat tidak peka.

Ada baiknya aku mulai mendekati dan mengungkapkan perasaanku padanya, bagaimana pun hasilnya nanti aku akan menerimanya.

***

Setelah aku bertekad seperti itu, aku malah lebih sulit mendekati Ara. Kelas XII memang sudah tidak di sekolah lagi, mereka semua tinggal menunggu pengumuman kelulusan. Tapi meskipun begitu, Ara selalu sibuk dengan handphone nya. Sekalipun dia duduk bersantai di depan kelasnya, dia sibuk sendiri dan tertawa cengengesan sendiri.

Sekalipun Ara selalu dalam pengawasanku, dia tidak pernah menyadari kehadiranku. Sepertinya nasib memang memintaku untuk menjadi manusia transparan.

"Terima kakak saja lah," ucap sebuah suara yang sangat kukenal. Siapa lagi kalau bukan Bayu.

Aku memiringkan kepala dan menatapnya sambil mencebik, "Dia bukan tipeku, gadis seperti itu hanya menyukaiku karena penasaran. Palingan setelah kuterima, satu minggu atau bahkan beberapa hari saja dia sudah bosan."

"Kalau Ara? Kamu juga penasaran?" tanya Bayu, aku terdiam. Awalnya memang iya tapi semakin hari aku semakin mengenalnya. Bukan rasa penasaran lagi yang tersisa tapi perasaan untuk selalu ada di sisinya dan melindunginya, menjaganya dengan syarat dia hanya milikku seorang. Cinta? Atau obsesi?

"Berarti kamu sama saja kayak Vina," imbuh Bayu, dia menepuk bahuku dengan lembut sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Mungkin," ujarku menyerah, aku pun tak mengenal perasaan apa yang sebenarnya tumbuh di hatiku. Ketika aku menyakini bahwa itu cinta, seketika aku meragu karena diriku terlalu pengecut untuk mengejarnya. Ketika aku menyakini bahwa perasaan ini hanya sekedar mengangumi saja seketika aku meragu lagi saat perasaan sakit terus mendatangiku saat melihatnya begitu menyukai orang lain.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 26, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ADMIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang