Part 12

277 25 0
                                    

Anderson POV

"Yeayy, sudah sampaii" jerit Ben dengan keras.

Mereka pun turun dari mobil dan segera menuju ke toko es krim yang sudah mereka tentukan.

"Om, kau mau tidak?" tanya Brooklyn.

"Boleh" jawabnya.

Ben digendong Patterson karena kita takut ia akan lari ntah kemana. Ben sedang menyandarkan kepalanya di pundak Ben. Ia cuma diam saja daritadi. Tak tahu kenapa. Mungkin ia tidur.

"Ben tidur?" tanyaku pada Patt.

"Ya. Sepertinya tidak usah belikan ice cream punya dia dulu. Punya kau saja dulu yang kau beli" kata Patt padaku.

"Baiklah"

Setelah ku pesan, kami memilih untuk keluar dari toko dan mencari bangku di sekitar taman itu. Lebih santai.

"Om, kau mau?" tanyaku padanya.

"Kau beli punyaku?" tanya Patt.

"Tentu saja" kataku yang masih menjilati sendok ice creamku.

"Kenapa kau membeli punyaku?" tanya Patt.

Apa yang dia katakan? Kenapa ku belikan punya dia? Bukannya tadi dia bilang mau ice cream juga?

"Ya, aku tahu. Tadi aku bilang kalo aku pengen ice cream juga. Tapi kau lihat tanganku sekarang? Aku tidak bisa makan karena Ben" katanya yang seolah-olah bisa membaca pikiranku.

"Kau bisa baca pikiran orang ya?" tanyaku padanya.

"Sedikit" jawabnya singkat tapi mengejutkan.

"Apa? Sedikit?" tanyaku lagi.

"Ya, sedikit. Aku hanya bisa baca pikiran orang di saat tertentu" jawabnya yang sekarang menuju penjelasan.

"Tidak mungkin" kataku yang tidak percaya.

"Mungkin. Buktinya aku. Kau mungkin pikir aku gila atau berkhayal atau juga berhalusinasi. Tapi itu sebenarnya adalah sebuah kenyataan dan fakta" kata Patt yang sekarang menoleh ke arahku.

"Apa buktinya?" tanyaku.

"Bukti? Kau bisa menatap mataku sekarang. Lalu pikirkan sesuatu. Lihat mataku jangan melihat ke arah lain" kata Patt yang sekarang memandangku.

"Apa kau memikirkan seseorang yang penting untukmu sekarang?" tanya Patt padaku.

"Ya" jawabku.

"Kau pasti sedang memikirkan ayahmu, Grey dan Ben" kata Patt.

"Ok, aku sedikit mulai percaya" tanyaku yang sekarang mulai percaya.

"Sudah ku bilang, aku bisa. Tapi tolong jangan beritahu ke orang-orang. Karena itu rahasiaku dan hanya keluargaku yang tahu itu. Ben juga memiliki bakat itu" kata Patterson yang sekarang mendekat ke arahku.

"Oh ya? Walaupun sekecil ini? Dia bisa membaca pikiran orang?" tanyaku yang semakin penasaran.

"Yaa, maka dari itu. Dia akan memilih teman yang setidaknya ia bisa percayai walaupun tidak baik. Biasanya Ben akan membaca pikiran orang yang baru ia temui" kata Patt.

Aku sekarang mengerti kenapa pertama kali aku bertemu dengan Ben. Ia seperti memikirkan sesuatu dan mengerutkan keningnya. Lalu ia tersenyum. Itu mungkin ia sedang membaca pikiranku?

"Ya, bakat ini hanya bisa ku pakai kalau aku melihat mata mereka. Tapi kalo sedang tidak, itu tidak akan bisa. Aku tidak tahu bagaimana yang dialami oleh Ben. Yang pasti punyaku seperti itu" kata Patt.

"Sepertinya berbahaya bersama denganmu terus" kataku yang sekarang mulai memakan ice creamku lagi.

"Kau salah. Kau seharusnya akan merasa aman denganku. Karena aku bisa membaca pikiran orang yang ingin melakukan hal yang buruk padamu" kata Patt.

"Big No! Ya, walaupun yang kau bilang itu benar. Tapi aku tidak merasa aman bersamamu" kataku yang sekarang menoleh ke arahnya.

"Terserah padamu saja. Kenapa kau tidak bisa menerimaku saja dengan baik?" tanyanya.

Apa maksudnya? Tanpa ku pedulikan artinya dengan cepat aku berkata, "Sini, biar ku suapi saja ice creammu ini. Sayang uangku dan sayang ice creamnya jika kau tidak makan. Sudah mulai meleleh"

Patterson POV

Sekarang ia ingin menyuapiku ice cream. Ini aneh. Terlalu aneh. Aku tidak terbiasa disuapin apalagi dengan umurku yang sudah segini. Dulu sewaktu aku pacaran saja, aku tidak pernah disuapi seperti ini. Ben mulai bangun. Ia melihatku dan Brooklyn sedang makan ice cream.

"Mana punyaku?" tanya Ben yang sekarang sudah duduk di pangkuanku.

"Kau baru bangun dan kau meminta ice cream?" tanyaku.

"Aku pengen ice creamm" katanya yang sedikit merengek.

"Aku tahu, sayang. Kau akan mendapatkan ice cream yang sudah ku janjikan. Tadi kau tidur di gendongan om. Kalo kakak beli punyamu. Pasti sudah meleleh" ucap Brooklyn dengan lembut pada Ben yang masih setengah sadar.

"Yaya, baiklah" kata Ben yang mulai menyerah. "Kak, apakah kakak tidak akan menginap lagi di rumah kami?" lanjut Ben.

"Mungkin. Aku tidak tahu pastinya, sayangg" kata Brooklyn yang sedang mencubit pipinya.

Kami pun mulai berjalan dan pergi membeli ice cream untuk Ben. Karena kalo tidak segera dibelikan ice cream, ia pasti akan ngambek. Dan sangat sulit untuk mengembalikan moodnya.

Setelah itu, kami pun langsung pulang. Sebelumnya, ku antar si gadis yang nyebelin itu pulang dulu. Kami pun sekarang sudah biasa untuk ngobrol-ngobrol. Yang dulunya kalo semobil dengan gadis itu akan selalu diam dan selalu dipenuhi rasa kesal.
Sekarang tidak seperti itu lagi, aku malah sangat senang bisa semobil dengannya. Bisa baik dengannya. Dan yang harus kalian tahu adalah sewaktu tadi aku membaca pikirannya. Aku sengaja menanyakan pertanyaan itu.

Apa kau sedang memikirkan seseorang yang penting untukmu?

Aku sengaja menanyakan itu. Karena nama terakhir yang ku baca tadi adalah namaku. Patterson.

================================

Holaaaa, part ini selesai juga. Oh ya, mau minta sarannya dong. Bagusnya cerita ini dikasih konflik atau gak usah ya? Berjalan mulus gitu aja? Minta commentnya yaa dan jangan lupa divote kalo suka. Thankyou, xoxo

WHY?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang