Bagian 2 - Forget Me Not

600 66 15
                                    

"Angga!" Gadis itu menapak langkah di stasiun, senyumnya mengembang, manik jelaga terfokus pada seorang pemuda di depan sana.

"Lho—?" Lalu langkahnya terhenti, senyumnya pudar, ketika jarak dipersempit terlihatlah si pemuda yang dipanggil Angga itu tampak berbicara dengan seorang pemuda lain. Jelas lebih tua, orang asing itu, rambutnya hitam, poninya cukup panjang, parasnya khas dan tampan, gadis itu takjub melihatnya. Dia memiliki aura yang... kuat? Entahlah, rasanya seperti bertemu seorang walikota atau pemimpin, begitu.

Saat si gadis berdiri tepat di samping 'Angga,' ia menoleh, lalu tersenyum.

"Hai, Rin." Sapanya. "Kenalin nih, Kak Surya, dia kakak kelas kita di universitas."

Mulut si gadis membentuk 'O' sempurna, sebelum senyumnya mengembang pada 'Kak Surya' di depannya.

"Halo, kak."

"Halo, Rina. Ternyata Angga bener, kamu manis ya."

"Hush, kak Surya!"

Kak Surya tertawa. Gadis berkuncir kuda itu melempar cengiran yang seolah berkata 'cieeeeee angga cieeee' pada teman disampingnya itu.

"Ngomong-ngomong, Rin, kamu duluan aja, aku sama Kak Surya mau ngobrol dulu."

"Kok gitu? Emangnya aku nggak boleh ikutan?"

"Bukan gitu sih—"

"Angga, nyuekin cewek itu nggak baik." Surya mengedipkan satu mata pada Rina, gadis itu merona, "Udah deh, lain kali aja. Sana ngedate."

"Tapi kak—"

"Nggak apa-apa, nanti kita ngobrol lagi. Kalau ketemu lagi, sih." Surya nyengir, tangannya dilambaikan saat pasangan itu pergi menjauhinya.

Begitu kedua punggung itu menghilang di tengah kerumunan, ekspresinya berganti seketika.

"Having Fun, Kak Surya?"

Pemuda itu, Personifikasi negara Majapahit, 'Kak Surya,' tidak menjawab perkataan sinis yang dilontarkan seseorang di belakangnya. Seorang pemuda lain yang tampak seumuran dengannya, poni hitamnya hampir menutupi mata kanan, fitur wajahnya tergolong tampan kendati ekspresinya yang terlihat sinis 24/7.

"Sri."

Majapahit berbalik, matanya sayu menatap 'saudara'nya. Sriwijaya menghela napas.

"Siapa dia?"

"Anggraini Putra Aditya, mahasiswa UI."

"Siapa dia?"

Sriwijaya mengernyit halus, tidak suka Majapahit yang berbasa-basi di depannya. Dan saat kedua manik mereka bertemu Sriwijaya tahu butuh waktu bagi Majapahit untuk kembali ke masa sekarang—zaman modern—karena maniknya terlihat memandang jauh, bukan dirinya.

"Hayam Wuruk."

Ah.

Sebuah kereta masuk ke dalam stasiun, suaranya bising dan orang-orang mulai berdiri mengerumuni tepi rel, Sriwijaya memanfaatkan keramaian untuk menggenggam tangan Majapahit dan menariknya pergi.

"Dia terlihat bahagia."

Majapahit tidak menjawab.

"Tidak penting siapa dia sebelumnya, kau tidak perlu meminta maaf."

Sriwijaya mengeratkan genggamannya dan Majapahit masih bungkam. Langkahnya terhenti di taman kota, Sri berbalik menghadap Majapahit, pandangannya jelas tidak suka.

"Jangan temui dia lagi."

Kali ini, Majapahit tersenyum padanya. "Tapi aku janji mau ketemu sama dia lagi, Sri."

MelatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang