“Yo ! Lo kenapa sih ? Akhir-akhir ini kayak orang gila. Senyam-senyum ndiri ! Kesambet beneran tau rasa lo ?!”
Mario hanya terkekeh geli mendengarkan ocehan Kevin, teman seperjuangannya yang sekarang lebih mirip emak-emak. Kembali ia meletakkan kedua tangannya ke belakang kepalanya. Memejamkan mata. Mencoba menegaskan bahwa Rissa adalah gadis yang dulu pernah menatapnya dengan tatapan datar. Tanpa ada rasa tertarik sedikitpun.
“Seems like I’ve found her.”
“Serius lo ?! Dimana ? Astaga ! Bersyukur banget gue lo udah nemuin dia. Jadi lo nggak punya alasan buat bikin cewek-cewek diluar sana heartbroken.”
“Alay lo !! Dasar sipit !”
“I’m joking dude !”
Setelah mendengar suara interkom yang menginformasikan bahwa seseorang bernama Carissa Latifia ingin menyerahkan… Eh tunggu, Carissa Latifia ?! Carissa ?! RISSAAA ?!
Gawat ! Ia belum siap jika gadis itu mengetahui siapa dirinya. Kalang kabut ia mencoba untuk menuju ke kamar mandi yang ada di ruangan ini.
Namun, belum sempat kakinya melangkah lebih jauh, pintu ruangan Kevin telah terbuka dengan sendirinya. Dengan cepat ia duduk di sofa terdekat. Mencoba bertingkah normal seperti sebelumnya sambil memelototi Kevin yang menekan tombol open terlalu cepat.
“Permisi, Pak Kevin. Ini ada beberapa berkas yang harus ditandatangani.”
Subhanallah, mendengar suaranya saja mampu membuat jantungnya ketar-ketir ingin loncat. Lebay memang. Tapi mungkin memang demikian yang mampu menggambarkan keadaan jantungnya.
“Oh iya, ini juga ada beberapa jadwal yang baru saja di ubah oleh Bu Pita, mungkin Pak Kevin ada yang tidak setuju dengan jadwalnya ?”
Ah ! Kalau kerja gadis ini benar-benar bagus, Mario tak segan-segan mendepak sekretarisnya untuk pindah menjadi sekretaris Kevin dan memosisikan Rissa sebagai sekretarisnya.
“Tidak. Hanya saja dalam beberapa hari ini saya akan terjun langsung ke lapangan. Jadi tolong buat notification seperti biasanya.”
“Baik, permisi Pak.”
Blam ! Rasa-rasanya jantungnya sudah diambang batas ketika gadis itu menatapnya dengan mata bulatnya yang melebar. Sedetik kemudian, Rissa menganggukkan kepalanya sekilas kemudian melanjutkan langkahnya untuk keluar ruangan. Membuatnya merasakan ada suatu hal yang hilang. Entah apa itu. Yang pasti membuat dadanya merasa dingin secara tiba-tiba.
“Dia asisten sekretaris gue. Bantuin si Pita yang katanya sih udah mau resign buat persiapan melahirkan terus konsen ke anaknya.” Ujar Kevin yang tiba-tiba saja sudah duduk di hadapannya sambil meneguk kopinya.
“Namanya Carissa. Kerjanya bagus juga sih. Responsif banget. Tapi yang gue tangkep selama beberapa hari ini, dia kayak nggak biasa diperintah. Baru ikhlas kalo ada embel-embelnya 'tolong' waktu nyuruh dia. By the way, cakep nggak menurut lo ?”
“Vin. She is the girl that we’re talking about.”
“Iya emang.” Jawabnya kemudian meneguk kembali kopinya.
“Kevin pea ! Maksud gue dia cewek yang gue cari waktu di kampus dulu !”
Detik itu juga Kevin menyemburkan kopi yang baru saja ia teguk ke hadapannya. Untung saja jarak antara kursi satu ke yang lain cukup renggang. Jadi semburan kopi sahabatnya ini hanya mengenai meja kaca yang masih mulus-kinclong dihadapannya.
“Sumpah lo !? Demi apa coba !?”
“Demi Allah. Gue seriusan, Vin.”
“Tau dari mana coba ?! Yang dulu tuh hiperaktif banget. Nah ini ?”
“Ya masa dia mau hiperaktif di depan elo ?! Ya dia nggak mau dong nilai internship-nya jelek. Bego banget sih lo ! Lagian nih ya dia bakalan hiperaktif kalo udah ketemu temen-temennya.”
“Iya juga ya. Tapi… Nggak ah, nggak mungkin.”
“Nih ya, yang paling gue inget itu warna matanya, cara dia liat stranger, cara dia ketawa. Mirip banget. Coba deh kapan-kapan lo perhatiin dia kalo lagi ketawa ama temen-temennya.”
“Ah kali aja orang lain. Kan banyak tuh cewek yang cara ketawanya kayak orang cegukan gitu. Tapi bener juga sih, cara dia liat gue kayak gue bukan bosnya aja. Jadi keki gue. Ah, tapi... Nggak mungkin ah, Yo. Ngaco lo !”
“Serah deh. Yang penting gue udah ngerti lewat mulut dia sendiri. Dia bilang, dia kuliah di Jogja. Universitasnya sama kek kita dulu. Katanya dia udah bener-bener terpesona waktu dia study tour ke situ empat tahun yang lalu. Pas banget kan ?” Mario berhenti sejenak kemudian meneguk kopinya sekedar untuk membasahi kerongkongannya.
“Akhirnya gue ngomong kalo empat tahun yang lalu gue juga jadi mahasiswa disana terus gue tanya seragam yang dia pake waktu eduvisit itu apa. Dia bilang ijo telor asin. Kan ? Mirip banget.”
“Berarti lo udah lama dong tau kalo dia ada disini ?” Mario hanya mengangguk pelan tapi pasti. “Buset lama juga. Buat gue aja ya, Yo? Manis juga tuh anak !”
Sialan ! Tiba-tiba ada yang berdenyut nyeri dan tubuhnya merasa panas seketika saat Kevin mengucapkan kalimat yang terlalu sering dipakainya saat pemuda itu ingin memiliki pacarnya. Namun, kali ini ?
“Gue pecat lo !”
“Gak masalah. Yang penting gue punya dia.”
“Jangan sampe lo buat gue marah, Hiroshi Kevin !” Sialnya yang diultimatum malah cekikikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovey Dove
RomanceCarissa seorang gadis periang yang hidup mandiri bersama ketiga sahabatnya harus bertemu dengan masalah baru yang ia temui ketika cintanya berpihak pada Mario, pemilik hotel tempatnya menjalankan tugas sebagai mahasiswa magang sebelum skripsinya. Na...