Say Bonsai; Rasa Nyaman Adalah Hasil Dari Permainan Pertemuan

19 0 2
                                    

Bonsayers...Inilah cerita tentang pertemuan awalku dengan orang yang kusayangi kini. Aku tak tau ingin memanggilnya apa disini. Aku telah meminta izin padanya bahwa aku ingin membuat cerita tentangnya dan memberinya nama “beringin” sebagaimana ia memanggilku “bonsai”, tapi ia tak mengizinkan aku memberi nama yang dibilangnya jelek itu. Padahal menurutku beringin itu sangat pantas untuk mengilustrasikan dirinya. Dirinya yang tinggi besar, langka, dan dapat melindungi dikala panas terik menerpa. Kau juga kuat dan takkan mudah rapuh meski badai melanda. Namun ada satu hal yang membedakanmu dengan pohon beringin, kau tak seangker pohon beringin. Sehingga aku selalu nyaman denganmu. Sungguh tak adil jika kau tak izinkan aku memanggilmu beringin. Aku sendiri menerima saja jika kauberi panggilan bonsai. Kau bilang bonsai sesuai dengan diriku, kecil pendek, aneh dan langka. Kemudian aku meminta izin padamu untuk memanggilmu “sipembon” dalam ceritaku. Yang artinya adalah Si Pemanggil Bonsai”. tapi kau tak membalas smsku.. huftttt… mungkin kau tak peduli dengan pertanyaan seputar izin yang sangat konyol ini.
Bonsayers,  aku sangat ingin menyapanya..
“hai.. sipembon! Bagaimana kabarmu disana?”..
Aku rindu saat setahun silam. Dulu kaulah tempatku bercerita disaat aku sedang terpuruk karena terkhianati cinta, disaat sedih dan tangisku. Kau selalu berpikir kecil ttg masalah, namun itulah yang mengajarkan aku untuk tetap terus maju dan tidak stag pada masalahku. Namun kini kau telah jauh sipembon. Tak ada lagi waktu untuk kita bercerita seperti dulu. Smsku saja kau hanya membalas dengan sekilas seakan tak penting lagi aku yang kau anggap adikmu ini. Perubahanmu ini kurasakan sejak aku memberimu kabar bahwa aku telah mempunyai seorang pacar. Kau berkata padaku waktu itu bahwa kau senang dengan hal ini. Sekarang kau tak lagi capek mengurusiku karena telah ada yang akan melindungiku. Aku tak tau, mengapa aku bersedih mendengarkan itu.
Sipembon, aku akan menerima ini sebagai hal terbaik. Aku juga tak ingin menyakiti siapapun. Karena kutau kau juga memiliki kekasih. Meski kaukatakan kekasihmu yang merupakan kakak ipar bagiku tak mungkin marah ataupun cemburu atas hubungan persahabatan yang kita jalin sebagai adik dan kakak, namun aku ini juga perempuan sipembon. Aku tau hati kakak ipar pasti mencemaskan perasaan yang bisa timbul kapan saja.
Biarlah rasa rindu ini hanya mengharu biru di tulisanku dan juga blog yang selalu kuurungkan untuk mempublikasikannya via facebook. Blog yang telah menjadi tempat untuk meluapkan perasaanku. 
Sipembon, apa kau masih ingat awal kita dekat? Disaat aku baru putus cinta karena satu suku. Hmm, disaat itu aku merasa asik bercerita denganmu. Hingga kita bercerita, bercerita, dan... disanalah awal kita mengenal satu sama lain. Aku ingat disaat kau merasa diriku menjadikanmu seorang pelampiasan cinta. Apa kau tau? Disaat itu juga aku merasa kau jadikan aku pelampiasan karena kau katakan kakak ipar sibuk belajar dan kuliah, sehingga kau sms aku dan menelponku. Kemudian disaat kakak ipar ada waktu untukmu. Kau lupakan aku begitu saja.  Aku melihat ada bayangan diriku pada dirimu. Seakan berkaca. Kurasa kita sama saja dan semua kita bawa have fun saja. Tak pernah logikaku berkata takdir memberimu kesempatan untuk jadi seorang yang lebih dari sahabat, karena Tuhan masih sayang padaku. Kau pun tertawa saat aku mengatakan itu padamu.
Sipembon, aku juga masih ingat ketika kau bercerita tentang ketakutanmu jika mencintaiku. Kau bertanya padaku apakah aku mencintaimu? Aku pun menjawab tidak. Kemudian kau tanyakan lagi pertanyaan yang menjurus sama, “kalau seandainya nanti waktu berkata lain, apa kau tak takut jika mencintaiku?” lantas kukatakan, “pertanyaanmu sungguh aneh, mengapa kau bertanya tentang ini. apa jangan-jangan kau yang merasakan pertanyaanmu sendiri?” Kau pun menjawab saat itu bahwa kau memang takut mancintaiku. Karena kau tak ingin membuatku kecewa. Kau tak ingin jua membuat kecewa dua orang perempuan yang dekat dengamu saat ini. Yakni aku dan kakak ipar. Akupun berusaha menetralkan keadaan waktu itu, “Tenanglah, cinta memang datang secara tiba-tiba. Namun, kita akan bisa mengendalikannya”. Kau pun menutup topik saat itu dengan candaan bahwa pertanyaanmu tadi hanyalah iseng, jangan dianggap serius yaa. Katamu padaku.
Sipembon, aku juga masih ingat saat kau bercerita tentang pengalihan diriku dari temanmu yang kau diamkan saja. Kau katakan saat itu padaku, bukannya tidak mau. Tapi karena kau telah punya kekasih, kalau saja kau tidak punya kekasih pasti kau mau katamu sambil tertawa. Lantas marahku terjadi, “seenaknya saja temanmu mengalihkan aku, aku bukan siapa-siapanya lagi dan jangan ingin mengaturku dengan orang yang dia pilihkan untukku. Tuhan masih sayang padaku, aku juga tak ingin siapa-siapa diantara kalian,” kataku. Kau pun tertawa melihat celotehan dan kemarahanku. Akupun tak kuasa menahan tawaku. Akupun tak tau dirimu sipembon, apa benar kau punya kekasih atau hanya mengada-ada saja.  Kau tak pernah mau menceritakan kekasihmu padaku dan memberi tau siapa namanya.  Aku pun menganggap kau hanya seperti mempunyai pacar khayalan bak di film yang pernah kutonton.
Sipembon, apa kau tau.. semua kata-kata yang terucap darimu membuat hatiku berkata lain padamu. Perasaan geer menjadi menyelimutiku dan berkata apa yang kau takutkan waktu itu menjadi ketakutanku sekarang. Hingga enam bulan berlalu. Kau baru memberi tahu pacar yang kuanggap khayalan itu. Ternyata benar-benar ada dan nyata. Aku pun juga mengenali pacarmu. Dia adalah seseorang yang sangat baik. Betapa jauh aku dengan dirinya. Apakah kau tahu Sipembon? Waktu kau menceritakan itu, seakan kau dan dia bersekongkol membohongiku. Kau tak tahu betapa merasa bodohnya aku waktu itu. Telah lama aku mencurigai kau dan dia. Tapi kau tak pernah mengakui hingga kuanggap kau hanya punya pacar khayalan.
Tak ingin kuperlihatkan kemarahanku waktu itu, karena aku sadar aku tak berhak marah pada permainan perasaan ini.  Sipembon, apa kau tau pada saat itu aku hanya berpura-pura tertawa dan memberi selamat pada hubunganmu. Sebenarnya hati ini hancur Sipembon. Kusadari aku telah menaruh rasa padamu sejak saat kuanggap kau hanya punya pacar khayalan. Arghhh... Betapa bodohnya aku.
Sipembon, andai aku tau dari awal bahwa kau benar-benar punya pacar nyata ini. Pasti telah kukendalikan hatiku. Karena aku juga tak ingin menyakiti pacarmu. Aku tau dirinya, aku juga perempuan. Disaat itu aku tak ingin berharap padamu, karena kurasa takkan ada yang bisa memisahkan kalian.  Aku ingin menjauhimu, tapi aku tak ingin jika ini menjadi terlalu terlihat dan dicurigai olehmu Sipembon. Akhirnya aku memutuskan untuk menjauhimu secara perlahan. Agar kau tak pernah tau perasaanku ini.
Semakin hari setelah hari itu, kau semakin banyak bercerita tentang pacarmu. Aku terus mendengarkan karena aku tak ingin kau curiga dengan rasa cemburuku. Akupun juga bercerita padamu tentang siapa yang mendekatiku. Aku ingin kau menilai mereka, dan pilihkan yang baik untukku. Kaupun hanya berkata “ turuti hatimu, jangan bertanya pada orang lain karena kaulah yang akan menjalani. Jika kau merasa suka terimalah, jika tidak tolaklah dengan baik”. Kau memberikan kata kunci yang menyatakan kau tak ingin lagi mendengar dan menjawab pertanyaanku tentang orang-orang itu.  Namun, ada yang kau usulkan untuk ku terima diantara mereka. Aku pun ragu dengan pilihanmu itu, namun kucoba untuk meyakini diriku untuk menerimanya.  Akhirnya aku menerimanya menjadi pacarku.  Kini kau telah mendahului niatku yang ingin menjauhimu. Hari dimana aku menerima seorang yang kau usulkan adalah awal pertama kau menjauhiku.

Say Bonsai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang