💦 3 💦

5.6K 838 76
                                    

Perasaan Ghani jadi lebih ringan dari hari sebelumnya dan semua itu dikarenakan Gama sudah kembali ceria setelah semalaman menangis karena guru kesayangannya tak ada di sekolah. Jadi, saat menginjakan kaki di restoran hari ini, senyumnya tak jua luntur, hingga membuat pelayan berjenis kelamin perempuan yang ada di sana terus menatap terpesona padanya.

"Bagaimana keadaan restoran akhir-akhirnya ini?" Ghani bertanya kepada salah seorang bawahan yang ia percaya.

"Masih ramai seperti hari biasanya." jawab si orang kepercayaan lugas.

Ghani mengangguk-angguk puas. "Ya sudah, aku masuk dulu. Kalau ada yang penting, langsung saja ke ruanganku." ucap Ghani setelah sekali lagi mengitarkan pandangannya ke seluruh penjuru restoran.

"Siap, bos." sahut si karyawan patuh.

Saat memasuki ruangan khusus untuknya juga sahabatnya Vino, kening Ghani seketika mengerut melihat sang sahabat telah berada di dalamnya. Sedang berbaring di atas sofa yang merapat di dinding, dan sepertinya tak menyadari kehadirannya.

"Kamu pasti lagi ngelamunin yang nggak senonoh ya, Vin, maka nggak nyadar ada orang di sini selain kamu." ujar Ghani begitu pantatnya mendarat di sofa empuk yang terletak di samping kepala Vino.

Vino tersentak. Pria itu mengumpat karena lamunannya terusik oleh suara pria yang sudah sedari SMP berkawan akrab dengannya. "Suka ngagetin orang aja, kerjaan kamu, Ghan." ucapnya kesal.

"Ya... abisnya kamu udah kayak orang yang lagi frustasi karena udah burungnya nggak masuk kandang." timpal Ghani tanpa rasa bersalah.

"Sembarangan." sembur Vino tak terima. "Biar playboy gini, belum pernah sekalipun burung aku masuk ke sangkar. Masih steril dan pastinya tersegel."

Ghani hanya bisa meringis penuh penyesalan setelah mendengar rentetan ocehan Vino yang langsung mengena hingga ke dasar hatinya.

Meski yang Vino katakan tersebut tak ada maksud untuk menyinggung dirinya, tetap saja Ghani merasa tersentil. Karena dari celotehan yang terkesan sambil lalu tersebut, Ghani seolah diingatkan lagi akan kesalahan yang pernah ia lakukan. Kesalahan yang berujung penyesalan yang mungkin tidak akan pernah termaafkan.

"Wah... sekarang malah giliran kamu yang melamun." celetuk Vino yang telah mengubah posisi berbaringnya menjadi duduk. "Ngelamunin apaan, Ghan? Mantan bini yang entah gimana kabarnya sekarang?" tanyanya kemudian.

"Siapa bilang aku melamun?" Ghani memasang ekspresi tak terima. "Dan lagian, nggak usah ngungkit masalah ibunya Gama lagi, nggak suka aku dengarnya. Orang udah pergi, masih aja dibawa-bawa." sungut Ghani kesal.

"Ya udah deh, aku minta maaf." meski mengucap maaf namun tak terdengar adanya penyesalan dari suara Vino.

"Minta maaf kok, nggak ada tulus-tulusnya."

Vino hanya menyengir saja. Di saat Ghani tengah bersungut kesal padanya, ia lebih memilih memperhatikan keseluruhan diri sahabatnya yang malang itu.

Dari selentingan kabar yang beredar serta sedikit cerita dari Ghani saat duda satu anak itu sedang mabuk, Vino mengetahui jika sahabatnya yang berusaha tampil baik-baik saja itu ditinggalkan oleh istrinya demi pria lain, yang melebihi segalanya darinya.

Hanya sebatas itu saja yang Vino ketahui. Karena, setelah Ghani dalam kondisi sadar sepenuhnya, pria itu tak mau mengatakan apapun padanya.

"Gimana Gama, udah nggak rewel lagi, 'kan?" tanya Vino untuk memecah kebisuan.

Ghani sendiri tidak ingin memperpanjang masalah. Sudah cukup beban penyesalan serta rasa bersalah yang harus ia tanggung, jadi ia tidak akan menambah berat beban yang sudah ada.

Seputih Hatimu [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang