💦 5 💦

4.1K 744 39
                                    

Ghani termenung seorang diri dikeremangan malam di ruang tamu rumahnya. Dalam diamnya ia terus merenungkan apa yang sudah terjadi 5 tahun terakhir dalam hidupnya.

Setelah mencoba membuka kembali semua ingatannya yang terpendam, Ghani menyadari bahwa tidak ada satupun dari kenangan tersebut yang bisa ia banggakan. Semua perbuatannya di masa lalu benar-benar tak termaafkan.

Dalam gelapnya ruangan yang lampunya memang sengaja ia matikan, Ghani kembali mengingat isi pembicaraan antara ia dan Olivia seminggu yang lalu, saat ia melihat adiknya itu menangis seorang diri di dalam kamar dan meninggalkan Gama bermain seorang diri di depan televisi.

                                                                   
Flashback:

"Ada apa lagi sih, Liv?" tanya Ghani setelah membuka lebar pintu kamar adiknya.

Pria itu mendengus kesal saat lagi-lagi mendapati sang adik semata wayang menangis tanpa ia ketahui alasannya. Terakhir kali Ghani melihat Olivia menangis ialah sewaktu adiknya itu bercerai dari mantan suaminya yang ketahuan berselingkuh.

Alasan perselingkuhan tersebut tidak main-main. Kondisi adiknya yang didiagnosa sangat sulit memiliki keturunan menjadi alasan utama.

Ghani marah tentu saja. Ia bahkan hampir membunuh pria brengsek itu andai tak mengingat akan dosa yang pernah dilakukannya di masa lalu. Dengan kemarahan serta ketidakberdayaannya sebagai seorang kakak untuk mengubah nasib buruk yang menimpa Olivia, ia membawa saudara satu-satunya yang ia miliki itu pulang ke rumah dan tinggal lagi dengannya.

Cemoohan tak terhitung lagi banyaknya Ghani terima. Entah itu dari tetangga ataupun orang-orang yang dulu mengaku sebagai temannya.

Saking tak tahan lagi menghadapi semua masalah yang tak henti-hentinya menghampiri ia dan juga adiknya, Ghani sempat berpikir untuk pindah ke luar kota dan memulai hidup baru dimana tidak ada satupun orang yang mengenalnya.

                                                           
Namun niat tersebut Ghani urungkan. Hatinya menolak untuk beranjak dari tempat dimana banyak sekali tersisa kenangan akan dirinya. Meskipun semua kenangan tersebut tidak ada satupun yang membahagiakan. Selain itu, Ghani sekaligus berharap bahwa suatu hari nanti 'dia' yang terlambat ia sadari telah memiliki hatinya akan kembali pulang padanya.

Terdengar mustahil memang, tapi Ghani terus menumbuhkan harapan itu dalam hati seraya berdoa agar Tuhan mau berbaik hati padanya.

"Ada apa sebenarnya ini, Liv? Kenapa kamu seperti ini lagi?" Ghani mendudukkan dirinya di samping Olivia yang duduk menyandar di pinggir ranjang.

Mata basah Olivia menatap sosok pria yang tak putus memberikan ia semangat untuk menjalani hidupnya yang tak sempurna, walau ia tahu kakaknya itu jauh lebih terpuruk darinya.

"Kamu jangan diam saja. Kalau ada masalah itu ngomong, biar Abang ngerti dan tau gimana cara bantuin kamu." meski kesal melihat Olivia terus berdiam diri, Ghani malah menggerakkan tangannya untuk mengelus sayang punggung adiknya. "Sekarang, kita cuma tinggal berdua. Nggak ada lagi bunda yang selalu bisa nyelesaiin masalah anak-anaknya. Sedangkan Gama masih kecil, kasian kalau sampai ngeliat orang-orang dewasa di sekitarnya nangis nggak jelas dan akhirnya malah mengabaikan dia." imbuhnya lagi dengan suara lembut.

"Aku nggak apa-apa, bang." Olivia sudah bisa mengontrol dirinya. Ia hapus sisa air mata yang membekas di pipi seraya berkata, "Aku kayak gini karena mikirin nasibnya abang."

"Emangnya Abang kenapa?" kening Ghani berkerut, tak mengerti mengapa Olivia sampai berkata seperti itu.

"Abang masih mikirin Zizi?"

Seputih Hatimu [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang