💦 4 💦

4.1K 684 39
                                    

Zevanna yang baru saja keluar dari kamar hendak membantu ibunya menyiapkan sarapan di dapur malah melihat wanita terkasihnya itu sedang duduk termenung di ruang tamu. Entah apa yang sedang dipikirkan beliau, Zevanna sendiri juga tidak mengetahuinya karena sudah beberapa hari ini ibunya selalu begitu.

"Lagi mikirin apa sih, bu?"tanya Zevanna setelah mendudukkan dirinya di samping ibunya.

Rahma yang terlonjak segera menghembuskan napas lega begitu mengalihkan tatapan, wajah Zevanna terpampang jelas di matanya. "Kamu ini, An, bikin ibu kaget aja." ucap Rahma usai menenangkan diri.

"Maaf," Zevanna menatap ibunya penuh rasa bersalah. "Aku cuma pengen tau aja, apa sih yang lagi Ibu pikirin, sampai beberapa hari ini ibu keliatan sering melamun."

"Ibu itu cuma kepikiran, kalau misalnya ibu nggak ada nanti, yang jagain kamu siapa."

"Ibu ngomongnya nyeremin ih,Anna enggak suka deng... " ucapan Zevanna terhenti begitu mendengar kalimat yang keluar dari mulut ibunya.

"Yang namanya umur nggak ada yang tau. Bisa saja besok atau lusa atau bahkan detik ini ibu dipanggil Tuhan. Siapa yang bisa menghalangi jika Allah sudah berkehendak. Ibu hanya ingin melihat kamu bahagia sebelum semua itu terjadi." tangan Rahma membelai kepala Zevanna yang tidak tertutupi oleh hijab.

Tak tahu harus berkata apa atas ucapan ibunya, Zevanna akhirnya memilih diam sambil menatap wajah yang mulai dihiasi dengan keriput tersebut.

Rahma memang bukan ibu kandungnya, tapi dalam hati Zevanna sudah menganggap wanita paruh baya itu adalah segalanya. Kebaikan yang Rahma tunjukan serta kasih sayang yang diberikan membuat Zevanna bisa merasakan bagaimana rasanya dicintai.

Ingatan Zevanna yang terhenti saat ia masih tinggal di panti asuhan yang kini bangunannya telah rata dengan tanah membuatnya tidak bisa mencari tahu mengenai apa yang terjadi padanya sebelum ia mengalami amnesia. Tidak ada satupun orang yang bisa ditanya untuk mendapat jawaban yang ia inginkan.

Lelah mencari, membuat Zevanna pasrah dan menerima kondisinya saat ini. Lagi pula, jika dengan hilang ingatan akhirnya bisa memberikan ia sebuah keluarga, maka Zevanna rela tak mengingat apapun lagi.

"Apa sesungguhnya yang memberatkanmu untuk menikah, nak?"

Pertanyaan tersebut menyentak Zevanna dari lamunan. Seulas senyum miris tersungging di bibirnya kala berkata, "Ibu paling tau apa yang menjadi alasan utama kenapa aku enggan untuk menikah. Aku nggak mau melihat tatapan jijik ataupun mengasihani dari orang lain."

"Tapi, An, semua kekurangan yang ada di diri kamu nggak bisa dijadikan alasan untuk menolak setiap laki-laki yang hadir dalam hidupmu."

"Aku tau, bu. Tapi buat sekarang ini, aku nggak mau mikirin apapun selain menghabiskan banyak waktu dengan ibu. Aku nggak mau kehilangan momen bahagia bersama ibu hanya karena mikirin laki-laki." Zevanna merentangkan kedua tangannya dan langsung memeluk ibunya erat-erat.

"Kamu ini." tangan Rahma langsung mengacak rambut Zevanna karena gemas. Ia kehabisan kata-kata untuk membujuk anaknya. "Sebaiknya kamu cepat berkemas, kasian anak-anakmu nanti kalau kamu telat datangnya. Ibu juga harus ke pasar soalnya Wisnu mau makan siang di sini katanya"

"Mas Wisnu itu nyusahin ibu kerjaannya. masa udah kaya raja aja yang harus dihidangkan makanan enak." cibir Zevanna.

"Eh kamu enggak boleh ngomong gitu, biar bagaimana pun kamu berhutang nyawa loh sama dia. Ah ibu punya ide, gimana kalau kamu nikah aja sama Wisnu?" mata Rahma langsung berbinar ketika mengutarakan idenya itu.

"Ih ibu mah, kalau aku sampai menikah dengan mas Wisnu, yang ada setiap hari dikerjain melulu sama dia." muka Zevanna langsung cemberut. "Tolong ya, bu, jangan jodohin aku dengan mas Wisnu." pinta Zevanna dengan ekspresi memelas.

Seputih Hatimu [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang