💦 6 💦

4.7K 701 36
                                    

"Bunda... bunda... bunda."
Zevanna hanya sanggup menghela napas berat ketika suara Gama menggema di seluruh ruang guru. Untung saja ruangan itu sepi hanya ada Ira yang sedari tadi menahan senyum melihat Zevanna yang tidak mampu berkata-kata.

"Bunda mau ya... ya... ya... " tangan mungil itu memilin ujung hijab berwarna biru langit yang dikenakan Zevanna hari ini.

Lagi-lagi Zevanna hanya bisa menghela napas tanpa sanggup mengeluarkan sepatah kata pun. Rengekan Gama kali ini benar-benar membuatnya pusing. Kalau hanya permintaan yang biasa, pasti dengan mudah Zevanna kabulkan. Tapi permintaan yang satu ini, sangat berat baginya untuk mengabulkannya.

"Bunda... "

Hati Zevanna serasa teriris begitu melihat mata bulat Gama berkaca-kaca. Entah mengapa anak itu begitu ngotot dengan permintaannya kali ini.

"Gama... " tangan Zevanna menyeka air mata yang telah mengalir di pipi Gama. "Gama boleh minta apa aja sama ibu, tapi bukan yang satu itu."

"Pokoknya Gama mau bunda menikah dengan papa, trus tinggal sama Gama." kekeuh Gama dengan keinginannya.

"Nggak ada salahnya kamu pikirkan dulu baik-baik, An. Emangnya kamu nggak sedih ngeliat dia terus ngerengek sama kamu?" Irma menimpali dari seberang meja.

Tentu saja melihat anak sekecil Gama tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang seharusnya didapatkan membuat Zevanna juga turut merasakan sedih. Ia yang pernah kehilangan kasih sayang orang tua sedari kecil bisa merasakan apa yang Gama rasakan. Namun, yang menjadi masalahnya, bagaimana bisa Zevanna menikah dengan orang yang belum pernah ia temui.

"Ibu pikir-pikir dulu ya, nak. Sekarang Gama masuk ke kelas dulu gih, belnya udah bunyi tuh." ucap Zevanna saat tak tahu lagi harus berkata apa.

Hati Zevanna seakan tertohok begitu melihat binar di mata Gama. Zevanna tidak bermaksud memberikan harapan kepada bocah tampan itu, dan sekarang entah bagaimana caranya agar dia bisa menolak permintaan Gama tanpa menyakiti hati malaikat yang rapuh itu.

"Benar ya, bunda? Gama cuma mau bunda Anna yang jadi bundanya Gama." satu kecupan Gama mendarat di pipi Zevanna yang langsung membuat tubuh Zevanna menjadi kaku karena merasakan sengatan rasa bersalah.

Gama kemudian turun dari pangkuan Zevanna dan berlari keluar dari ruang guru hingga pandangan Zevanna tak lagi dapat menjangkau sosoknya yang sudah menjauh.

"Kamu nggak apa-apa, Ann?" tanya Irma.

"Aku nggak apa-apa. Cuma ngerasa sedih aja, soalnya aku nggak bisa menuhin permintaannya."

"Apanya yang nggak bisa, Ann? Menurutku nggak ada yang nggak bisa di dunia ini kalau Tuhan sudah berkehendak."

"Udahlah Ir, jangan dibahas lagi. Kepala anda pusing mikirinnya. Dan sebaiknya kamu cepat ke kelas sana, entar murid-murid kamu nungguin loh." Zevanna yang memang sengaja mengalihkan pokok pembicaraan merasa lega kala temannya itu segera bergegas untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang guru.

                                     
Seperti biasa, hari ini Zevanna kembali menunggui Gama yang sedang asyik bermain sembari menunggu jemputan anak itu tiba. Melihat senyuman di bibir Gama, tanpa sadar membuat Zevanna juga ikut tersenyum.

"Maaf, saya mau menjemput Gama."

Mendengar suara dari balik punggungnya membuat Zevanna lekas berbalik. Keningnya berkerut samar saat melihat seraut wajah asing yang tak ia kenali siapa orangnya. Pasalnya selama ini, hanya ada dua orang yang sering menjemput Gama. Si pak supir yang memiliki senyum ramah dan wanita muda bernama Olivia, yang merupakan bibi dari anaknya itu.

Seputih Hatimu [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang