part 1

142 15 2
                                    

Lelaki itu berjalan lurus, melewatinya. Seakan ia tidak mengenal lea. Tapi mungkin lelaki itu memang tidak mengenalnya lagi. Dua tahun berlalu, banyak hal yang telah berubah pada diri lea. Ia tidak lagi mengenakan kaca mata minus tebalnya. Gaya berpakaian, bicara, dan orientasi kehidupannya juga sudah berubah. Kejadian dua tahun yang lalu benar - benar merubah total dirinya. Kejadian yang berhubungan dengan lelaki tampan yang baru saja melewatinya dan sama sekali tidak mengenali dirinya.

Tapi ada satu hal yang masih tidak berubah pada dirinya. Debaran jantungnya yang berdetak kencang masih saja terjadi jika lelaki itu berada di dekatnya. Sejenak ia terpaku, bau harum lelaki itu masih tertinggal, diterbangkan angin. Seperti belaian lembut menyapa lea. Mukanya bersemu merah. Membuat dirinya kesal pada dirinya sendiri. Kesal dan marah karena walaupun apa yang sudah lelaki itu perbuat padanya sungguh keterlaluan ia tetap saja menaruh rasa kepada lelaki itu.

Semilir angin menerbangkan rambut hitam berombak milik lea. Wajahnya tirus dan putih dengan sapuan bedak tipis. Bibirnya merekah, merah merona tanpa pewarna bibir. Sorot matanya tajam, warna biru pada matanya menambah kesan anggun dan berkelas pada setiap tatapannya. Kelebihan ragawi yang ia miliki memang menarik perhatian orang - orang sekelilingnya. Terutama kaum adam yang sedari tadi tidak henti memperhatikan gerak - geriknya. Lea tidak peduli.

Ia terus melangkah, mencari ruang informasi. Sampai seorang lelaki datang menghampirinya.
"Hai, anak baru ya?"
Lea tersenyum dan mengangguk.
"Kenalin, nama gue deva dari kelas XI ips 2. Nama lo siapa?"
Deva berkata sambil mengulurkan tangannya pada lea. Tanpa ragu dea menyambutnya.
"Nama gue lea. Alea widyanata. Boleh nanya ruangan TU di mana ya?" lea bertanya sambil tersenyum.
"Ohh, deket kok dari sini. lo tinggal lurus terus belok kanan, yang paling ujung itu ruangan TU."
Lea mengangguk sambil memperhatikan jalan yang di arahkan oleh Deva tadi.
"Mau gue anterin?"
Lea kembali menoleh pada lelaki itu. Mendongak ke atas karena tinggi mereka yang berbeda jauh. Setelah di perhatikan baik - baik baru lea sadari ternyata Deva memiliki wajah menarik.
"Gak usah, Gue gak mau ngerepotin. Tapi makasih ya."
Deva mengangguk sambil manggut - manggut lalu berpamitan pergi pada lea dan segera pergi.

Lea menyusuri jalan yang tadi ditunjukkan oleh Deva. Dan benar saja. Setelah berbelok ke kanan, di ujung koridor ada sebuah ruangan yang merupakan ruangan yang sedari tadi di cari - cari oleh lea. Segera ia masuk dan mengurus beberapa persyaratan yang harus dipenuhinya sebagai murid baru.

"Ini jadwal pelajaran kelas kamu, seragam olahraga sama batiknya menyusul nanti ya nak."
Lea menerima kertas - kertas dan data dirinya yang di ulurkan oleh ibuk Rani. Wanita itu adalah wanita lembut keibuan yang sedari tadi mengurus datanya sebagai murid baru. Setelah berterima kasih lea segera keluar dan berjalan di koridor. Mencari letak kelas barunya. Tertulis di kertas daftar jadwalnya bahwa ia masuk ke kelas XI ipa.

Setelah berputar - putar tidak tentu arah selama beberapa menit akhirnya lea menemukan papan tulisan kelas XI ipa 6 di lantai dua. Kelas itu sangat gaduh sampai - sampai suara ribut itu terdengar keluar kelas. Dengan perasaan agak gugup lea mengetuk pintu dan masuk saat guru di dalam sudah mempersilahkannya masuk. Lalu ia berdiri di depan kelas dan menatap keseluruhan ruangan itu. Setiap murid ia perhatikan. Sampai ia berhenti pada satu sosok lelaki yang duduk di pojokan kelas. Lelaki itu menatapnya. Pandangan mereka bertemu. Dan lea kehilangan kata - katanya.

*****

Leo menguap bosan. Bapak budi, guru sejarahnya yang sedari tadi berbicara di depan kelasnya tidak ia acuhkan sama sekali. Suasana hatinya sedang tidak baik. Ia tidak bisa sarapan karena bangun kesiangan. Tadi malam ia juga kalah taruhan di balapan liar. Dan pagi ini ia juga hampir terlambat dan tidak diizinkan masuk. Tapi sebenarnya ia tidak peduli. Malahan ia memang berencana untuk membolos jam pelajaran berikutnya. Lalu anak - anak kelasnya yang sedari tadi ribut tiba - tiba diam. Terdengar bapak budi memukul penggaris kayu besar ke papan tulis putih yang penuh tulisan materi sejarah untuk menenangkan beberapa siswi yang masih berbisik - bisik gaduh.

Seorang gadis berseragam serupa dengannya berdiri di depan kelas. Leo tidak pernah melihat gadis itu sebelumnya. Ia sangat yakin akan hal itu. Tapi kenapa ia merasa tidak asing dengan wajah itu. Harus ia akui wajah itu memang luar biasa cantik. Mata gadis itu berwarna biru. Hal yang tidak wajar, mengingat dari segi aspek manapun wajah gadis itu seperti gadis asia pada umumnya. Pasti itu contact lens, batin leo. Kecuali badannya yang lebih tinggi dari pada gadis rata - rata.

Leo mendengus. Leo tau tipe gadis seperti apa perempuan itu. Anak manja yang keinginannya selalu di turuti oleh orang tuanya. Ia gerah dengan perempuan seperti itu. Dengan segera ia membuang wajahnya. Menatap keluar jendela sambil bertopang dagu. Berlagak masa bodoh dengan apapun yang terjadi. Gadis itu mulai memperkenalkan dirinya.
"Nama saya alea widyanata. Atau bisa di panggil lea. Apakah ada pertanyaan?" gadis itu berbicara lugas dan tegas.

Leo yang tadinya cuek, tiba - tiba kembali menolehkan kepalanya pada gadis itu lagi. Jantungnya berdetak kencang. Hatinya serasa akan meluap. Gadis itu bernama lea. Nama yang sama dengan gadis masa lalunya. Tetapi dari segi fisik dan penampilan jelas sekali mereka sangat berbeda. Ia perhatikan lekat - lekat gadis itu. Bibir merahnya, bulu mata lentiknya, rambut hitam tebal bergelombangnya, dan yang terkhir. Mata biru gadis itu yang awalnya leo kira adalah contact lens. Akhirnya leo menyadari satu hal. Sial, warna mata itu bukanlah contact lens. Mata itu asli. Leo tahu itu. Ia kenal dengan mata itu. Mata yang selalu di rindukannya selama dua tahun terakhir ini. Mata biru indah yang di miliki oleh gadis masa lalunya. Yang dimiliki oleh leanya.

 Double LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang