part 3

85 12 0
                                    

Lea takut berangkat pergi sekolah hari ini. Kejadian tadi malam sukses membuat keributan. Aime langsung besikap agresif terhadapnya. Ia memberikan tatapan leo buruan guenya pada lea. Ia berterimakasih pada telfon dari mama yang menyuruhnya untuk cepat pulang karena kakak laki - lakinya dari bandung ternyata datang. Dengan alasan itu Lea permisi pulang dan melarikan diri. Pengecut memang, tapi lea tidak memiliki pilihan lain. Lea masih belum siap untuk menghadapi masalahnya. Walaupun sudah dua tahun lamanya, tetapi ia masih belum siap.

Lea menghela nafas. Memasang sepatunya dan berjalan keluar rumah.
"Abaanng, jadi nganterin lea ga? Lea udah mau telat niiih!"

Lea berteriak dari halaman rumah ketika abangnya yang berjanji akan mengantarkannya ke sekolah ternyata masih belum siap.

"Iya, tunggu dulu kenapa sih dek. Abang belum sarapan ini."

Abang lea berjalan keluar rumah sambil memasukkan sepotong roti ke dalam mulutnya.

"Elaah, ntar aja sarapannya abis nganterin lea bang. Kalo ga lea bisa telat." lea mencerocos sambil mulai menarik - narik lengan abangnya.

"Iya - iya, ini abang anterin kok. Cerewet banget sih."

Dari rumah sampai sekolah lea memakan waktu setengah jam perjalanan. Sebenarnya bisa lebih cepat. Tapi macet di kota jakarta memang adalah makanan sehari - hari. Jadi perjalanan ke sekolah yang harusnya bisa di tempuh dalam waktu 15 menit jadi 2 kali lipat lebih lama.

Selama itu pula lea hanya diam di dalam mobil. Menatap keluar dengan pandangan kosong. Pikirannya melayang - layang. Sama sekali tidak sadar bahwa ternyata ia sudah sampai di depan gerbang sekolah.

"Dek, lo mau ngelmun terus? Gak takut telat lo?"

Abang lea menempeleng kepalanya ke samping.

"Dasar abang kampret lo. Ntar kalo gue jadi bodoh gimana? Noyor - noyor kepala gue lagi lo." lea balas memukul abangnya.

"Lah emang lo udah bego kan, masa ga nyadar sih lo kalau lo itu emang bego adek sayang guee."

"Sialan lo bang. Gue ngambek nih" lea memanyunkan bibirnya.

"Serah lo deh, sana turun. Ntar beneran telat baru tau rasa lo."

Lea dengan kakak laki - lakinya itu memang sangat dekat. Sedari kecil mereka besar bersama mereka tidak pernah berpisah. Sampai ketika abangnya mendapat beasiswa di sebuah universitas ternama di kota bandung. Abangnya meninggalkannya di jakarta bersama mama. Awalnya lea maksa ingin pindah ke bandung juga. Tapi mama tidak mengijinkan. Katanya dia cuma bakalan ngerepotin abangnya. Maka jadilah ia ngambek seminggu mogok bicara dengan abangnya. Kenapa hanya dengan abangnya? Ya karna lea takut mogok bicara dengan mama. Durhaka. Sedangkan papa kerja di luar negri dan hanya pulang dua kali sebulan. Atau terkadang mama yang pergi ke tempat papa. Lea biasanya ikut kalau lagi liburan. Selebihnya, jika mama pergi kerja di butiknya lea akan tinggal sendiri di rumah.

"Udah sana turun. Elaah ngelamun lagi, emang lo ngelamunin apa sih dek? Laginada masalah lo?"  abang lea bertanya.

"Gak kok, siapa bilang gue ada masalah. Sok tau lo bang" lea mengelak dari pertanyaan abangnya. Ia belum ingin bercerita.

Abang lea terdiam sebentar. Menatap tepat ke mata lea, menerka - nerka apa gerangan hal yang mengganggu fikiran adiknya. Lalu ia mengangguk dan berkata

"Ya udah kalau gitu, belajar yang rajin. Jangan bikin masalah di sekolah."

"Siap bos!" lea menjawab lalu turun dari mobil.

Lea sedang berjalan menuju gerbang ketika ia menyadari bahwa leo sedang berdiri menyandar di depan gerbang sekolah. Lea berencana untuk mengabaikannya dan terus berjalan ketika lengannya di cegat dan di tarik paksa ke arah lelaki itu.

"Apaan sih lo leo. Lepasin tangan gue. Gue mau ke kelas." lea berkata pedas pada leo.

Bukannya marah karena di bentak oleh lea, leo malahan tertawa dan menatap lea teduh.
"Gue kira lo masih bakalan pura - pura ga kenal lagi sama gue."

Lea membuang muka. Memilih bungkam untuk membalas perkataan leo.

"Lea, sampai kapan lo bakalan kaya gini terus sama gue. Ini udah dua tahun le, gue mohon maafin gue. Gue tau perbuatan gue salah dan gue menyesal. Gue minta maaf."

Lea menatap leo. Ketulusan terpancar dari mata leo. Tetapi lea terlalu buta untuk melihat hal itu karena ia sudah tenggelam dalam amarahnya.

"Kalau emang lo nyesel, kenapa butuh dua tahun buat lo untuk sekedar minta maaf sama gue. Apa gue sebegitu gak pentingnya buat lo sampai - sampai lo ngerasa ga perlu buat minta maaf sama gue?" lea balas menjawab dengan sengit.

"Bukan gitu le, lo gak ngerti waktu itu gue.."

Belum selesai leo berbicara lea langsung memotong.

"Ga ngerti apa? Coba jelasin ke gue. Selama hubungan kita dulu gue selalu coba buat ngertiin lo. Gue coba ngerti kalo lo selalu ga ada waktu sama gue. Gue coba ngerti waktu lo nolak permintaan gue buat datang ke acara ulangtahun gue buat ngehadirin acara yang dibikin sama temen - temen lo. Tapi waktu gue tahu lo selingkuh sama bunga, gue benar - benar ga bisa buat ngerti lagi yo. Gue udah capek, gue muak. Di hubungan kita dulu selalu gue sendiri yang berjuang. Dan lo gak ada minat sama sekali buat mertahanin hubungan itu." mata lea mulai berkaca - kaca, dadanya terasa sesak.

"Kalau gitu ayo kita coba lagi. Gue janji ga bakalan nyakitin lo lagi. Gue sayang sama lo lea. Gue gak bisa ngelupain lo gitu aja" leo berkata lirih di akhir kalimatnya.

"Gue gak bakalan jatuh di lubang yang sama buat yang kedua kalinya, gak usah. Makasih" lea berkata sarkas dan tertawa sinis.

"Lea, gue mohon. Kalau lo ga mau jalin hubungan sama gue lagi paling gak maafin gue le." leo kembali memohon kepada lea.

"Udahlah yo. Gue udah ngelupain semuanya, jadi sekarang bisa gak kita jalanin hidup masing - masing seakan ga pernah terjadi apapun diantara kita. Lupain gue, dan gue juga bakalan ngelupain lo. Gue bener - bener gak mau berurusan lagi sama lo. Gue capek disakitin terus." lea akhirnya berkata lelah.

Leo terdiam selama beberapa detik lalu mulai berbicara

"Oke kalau itu mau lo, gue bakalan ngelupain lo. Gue bakal nganggap gak ada satupun hal yang terjadi di antara kita seperti mau lo. Apa itu yang lo mau le?"

Lea mengangguk. Lalu tanpa sepatah katapun leo berbalik pergi. Meninggalkan lea seorang diri. Dan akhirnya air mata yang sedari tadi lea tahan jatuh menetes. Lea tak kuasa menahan isakannya. Hati lea sakit. Sesungguhnya ia tahu hati kecilnya berkata bahwa ia masih menginginkan leo. Tetapi ia adalah seorang pengecut dengan harga diri yang terlalu tinggi. Ia terlalu takut dan gengsi untuk mengakui perasaannya pada leo. Ia takut untuk kembali tersakiti. Sekali tersakiti sungguh sudah sangat cukup bagi dirinya. Ia tidak sanggup lagi.

Dengan langkah gontai lea menuju ke toilet dahulu sebelum ke kelas untuk membenahi penampilannya yang pasti acak - acakan karena sehabis menangis. Untunglah tadi gerbang masih sepi, sehingga tidak banyak orang yang melihatnya bersama leo tadi. Setelah yakin penampilannya baik - baik saja, lea mulai melangkah ke kelas. Tetapi pemandangan di depan matanya sungguh membuatnya terkejut. Ia melihat leo sedang memeluk aime di depan pintu kelas. Aime, gadis itu terlihat sangat senang. Lalu dengan genit aime mengecup pipi sebelah kanan leo sebelum melepaskan pelukannya dari leo lalu melambai dan berlalu. Leo menanggapi hal itu dengan senyum tipisnya.

Seketika itu juga dada lea terasa sesak. Hatinya sakit. Ia tidak menyangka akan melihat pemandangan tersebut, dan sebelum air matanya menetes kembali, lea berlalu pergi menuju kantin. Mengurungkan niatnya untuk masuk kelas. Berderap cepat meninggalkan leo dengan tatapan tajamnya.

***

 Double LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang