Lea tidak melihat leo lagi seharian itu semenjak pagi ia memergoki leo dengan aime yang tengah berpelukan. Lea mencoba tidak peduli dengan hal itu, tapi respon tubuhnya berkata lain. Seakan memiliki otak sendiri matanya selalu jelalatan mencari kehadiran leo setiap ia memasuki kelas dan kantin seharian itu. Bahkan ia juga memerhatikan setiap sudut ruangan yang ia masuki di sekolah hari itu.
Lea sedikit kecewa ketika tidak mendapati leo di manapun di sekolah. Saat bel yang menandakan pelajaran telah usai, ia dengan gontai berjalan keluar kelas. Percuma saja ia memaksa dirinya untuk melupakan leo walau hanya untuk beberapa menit saja. Nyatanya hatinya berkata lain. Mungkin tingkah dan terkadang fikirannya dapat ia kontrol agar tidak selalu tertuju pada leo. Tapi hatinya selalu berkata lain. Untuk yang satu itu Lea tidak bisa mengontrolnya. Lagi pula siapa yang bisa mengontrol hati dan perasaan?.
Saat ia sampai di rumah tidak ada seorangpun yang menyambutnya kecuali pak Suryo. Satpam yang membukakan gerbang rumah ketika ia masuk tadi. Mama tidak menyewa pekerja rumah tangga. Karena kata Mama sekedar masak dan bersih - bersih bisa beliau lakukan sendiri. Dan Mama juga bilang kalau beliau punya anak perempuan yang akan membantu untuk memasak dan bebersih. Jadi untuk apa menyewa pekerja rumah tangga?
Lea mendesah lelah sambil menghempaskan pantatnya di sofa tamu. Ia melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul setengah tiga. Mama pasti sekarang masih di butik sekarang. Sedangkan Rian, abangnya. Pasti sedang pergi keluar dengan teman - temannya yang di Jakarta. Dari pada lea sendiri di rumah lebih baik ia pergi ke tempat mama. Lalu ia naik ke lantai dua menuju kamarnya. Setelah sekitar setengah jam bersiap - siap, lea dengan setelan casualnya berjalan menuju garasi mobil. Mobil silvernya berjalan pelan membelah jalanan padat kendaraan di Jakarta.
Lea sedang mencoba menyetel radio di mobilnya ketika seorang gadis yang mengenakan seragam putih abu - abu melintas tergesa - gesa di depan mobilnya. Dengan terkejut lea menginjak rem. Lalu turun dari mobil, melihat keadaan gadis itu yang ternyata tengah terduduk di atas aspal sambil mengaduh.
"Duh, maaf ya, ada yang keserempet gak? Kita ke rumah sakit aja ya?" lea mencoba membantu gadis itu berdiri.
"Gak kok, ga papa. Cuma kebentur dikit," gadis itu menaikkan pandangannya yang sedari tadi menunduk memperhatikan kakinya yang terbentur mobil lea.
"Lhoo, kak lea?" gadis itu menatap lea dengan terkejut bercampur takjub. Belum sempat lea merespon, gadis itu lebih dulu menghambur memeluk lea lalu mulai berbicara meracau.
"Kak lea kapan baliknya? Kok gak bilang sama aku?" seakan baru menyadari raut kebingungan lea gadis itu lalu mundur beberapa langkah. Lalu mengernyitkan keningnya.
"Jangan bilang kakak lupa sama aku." gadis itu berbicara sambil memonyongkan bibirnya ke depan seperti bebek. "Aduuuh, iya deh, iya. Nia tau kalo sekarang Nia udah cantik banget makanya kakak gak kenalin wajah Nia kan?"
Raut bingung di wajah lea seketika berubah menjadi senyum cerah.
"Lho? Nia? Aduuuh. Kamu cantik banget sekarang. Kakak jadi ga ngenalin lagi."
Ketika lea akan melanjutkan perkataannya kembali, terdengar klakson mobil pengguna jalan yang lain. Ya ampun, lea lupa kalau ia berhenti di tengah jalan karena terburu - buru turun tadi.
"Iya kak, nia emang udah cantik dari lahir. Sekarang gih, ke mobil. Ntar orang - orang pada marah lho sama kakak." lalu dengan acuh Nia berjalan ke arah mobil lea dan duduk di bangku penumpang disusul dengan lea. Lea mulai menyalakan mobil ketika Nia berkata bahwa ia lapar.
"Kalau kamu kode mau minta di bayarin makan bilang aja kali Nia. Biasanya tiap pergi makan juga Kakak yang bayarin terus kok." lea berkata sambil menaikkan sebelah alisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Double L
Teen Fictionlea sungguh tidak memiliki niat untuk bertemu dengan lelaki itu lagi. tapi seakan mempermainkannya, takdir menuntunnya untuk bertemu dengan lelaki itu sekali lagi. di waktu dan keadaan yang berbeda. memberinya pilihan sulit yang akan mengubah jalan...