Angga Kecil
"Angga, hujan!" jeritku dari teras rumah. "Nanti sakit, Tante Mira 'kan susah!"
"Tahu apa kamu soal mamaku, hah!" serunya keras, berusaha menyaingi suara hujan.
"Anggaaaaa!" panggilku lebih keras, sehingga aku harus meremas ujung mantelku erat-erat.
"Tidak maauuu! Aku suka hujan!" Anak lelaki keras kepala itu tetap berlari riang, menembus hujan sembari tertawa-tawa. Menghadap langit, membiarkan wajahnya basah karena air hujan.
"Angga!" Kali ini aku mendengarnya. Suara yang amat kutakuti. Suara yang benar-benar menyisakan luka. Aku tak pernah suka suara itu. Nada tegasnya menyeramkan, dan seolah terkutuk bagi siapa pun yang mendengarnya.
Angga, anak lelaki itu, malah bersikap tak acuh. Dirinya tetap asyik bermandikan hujan, tak peduli jikalau suara itu akan terus menerornya.
"Angga! Masuk! Mama bilang, masuk!" hardik suara itu.
"Tidak, Ma!" Kini Angga menghadap ke rumahnya, yang tepat bersebelahan denganku. "Tidak! Angga tidak mau masuk! Angga tidak suka Mama! Apalagi dengan paman yang aneh itu! Mama pergi saja! Nanti Angga baru masuk!"
"Angga! Mama bilang, masuk!" Nada suara itu lebih tinggi dari sebelumnya, dan kini aku sudah berkerut di balik mantelku.
"Tidak, Mama! Angga tidak suka! Angga bisa pergi ke rumah Naya, kalau Angga mau. Tapi Angga sama sekali tak mau masuk ke dalam! Angga benci Mama! Angga benci semuanya!" Kali ini, kuyakin, anak laki-laki keras kepala itu mulai terisak. Air matanya tak akan tercetak jelas karena hujan membanjirinya.
Wanita yang sedari tadi mengeluarkan suara teror itu menunjukkan sosoknya. Dia keluar, menarik telinga anak lelaki yang menari di bawah hujan itu dengan paksa. Bisa kudengar Angga meronta, teriak meminta pertolongan. Berulang kali dia berteriak 'Naya! Naya! Aku mau sama Naya!' tetapi tak sedikit pun aku mampu meraihnya. Angga terlalu jauh, dan mamanya sendiri yang menciptakan dinding yang memisahkan aku dengannya.
Ya, aku dengannya.
##
"Sampai kapan mau minum kopi melulu, hah? Sampai mati?" Orang itu tiba-tiba muncul di hadapanku sambil menumpahkan isi tasnya di kursi. "Ini materi banyak banget! Lo enggak ngotak parah!"
Aku terkekeh. "Siapa suruh kalo kerja ditunda-tunda?"
Orang itu meringis. "Menyebalkan kamu, Nay. Aku benci."
"Kamu memang benci sama semua orang, Ga. Tak terkecuali aku."
"Berisik," desisnya, kemudian duduk di hadapanku. Tangannya memberi isyarat kepada pelayan kalau dia ingin memesan.
Dari jauh, seorang pelayan terlihat menghampiri. Dia datang lengkap dengan list menu serta secarik kertas dan pulpen—untuk mencatat pesanan. Angga pura-pura memerhatikan list menu, padahal aku yakin dia akan memesan hal yang sama setiap kali datang ke sini.
"Robusta coffe, low sugar," pesannya. Nadanya datar. Pelayan itu menulis pesanannya, kemudian mengangguk; bergegas untuk memberikan pesanan ke dapur.
"Mau sampai kapan minum kopi terus, hah? Sampai mati?" kini, dengan kalem, aku melontarkan pertanyaan itu padanya.[]
zahrashaffa, 21/11/2016 [436 words]
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Angga | ✓
Short Story❝Gantungkanlah mimpi-mimpi itu, Angga...❞ Brokenhome? Itu bukan hal yang baru buat Angga. Kekerasan? Apalagi. Ketika seorang pemimpi ulung kehilangan seluruh harapan, bisakah ia menyusun kembali mimpi-mimpinya? ** Didedikasikan untuk semua yang per...