Pria itu memarkirkan mobilnya di depan gereja gothic tua bernama St. Gregory, sebuah gereja yang terbuat dari kayu dan menjadi salah satu ikon kota itu. Mata hitamnya yang tajam menatap sekeliling dan mulai berjalan menyusuri jalan-jalan berliku yang diapit rumah-rumah kayu warna warni. Ia menikmati pemandangan yang disuguhkan kota kecil itu, kota yang akan menjadi tempat tinggalnya untuk sementara.Ia membuang napas berat ketika mengingat seharus ia berjalan di sini, saat ini bersama dengan kekasihnya. Kekasih yang ia sakiti, kekasih yang sangat ia cintai, tapi semua telah berakhir dan disinilah ia saat ini, sendiri, kesepian, jauh dari orang yang ia cintai . Ia kini berhenti di tepi sebuah kanal yang ada di sisi kota itu dan kembali membuang napas berat ketika melihat beberapa pasang kekasih terlihat menaiki perahu untuk menikmati pemandangan sepanjang kota dari jalur kanal yang melintas.
Ayumi pasti akan menyukai kota ini, ia berkata dalam hati. Ia telah mempelajari kota ini semenjak ia menyadari kalau ia jatuh cinta kepada perempuan bermata bulat itu dan memutuskan untuk hidup bersamanya di sini, jauh dari orang-orang yang mengenal mereka, jauh dari hingar bingar kota Busan yang menawan tapi meninggalkan kenangan yang menyakitkan untuk kekasihnya.
Ia bahkan telah menyewa rumah bercat putih yang memiliki pemandangan langsung ke atas bukit dimana sebuah kastil berdiri tegak, dan di sisi lainnya menyuguhkan pemandangan kanal yang cantik di saat matahari tenggelam, bukankah kekasihnya itu sangat menyukai pemandangan eksotis seperti itu? Ia bahkan meminta bantuan temannya yang ada di Paris untuk melihat secara langsung rumah bercat putih itu dan melakukan pembayaran. Tapi sekarang semua sia-sia, ia hanya akan menempati rumah itu seorang diri dalam kesepian.
"Tidak!" sebuah teriakan anak kecil membuyarkan lamunan pria itu, ia berkeliling mencari sumber suara, sampai matanya menangkap beberapa anak kecil tengah berada di taman bermain tak jauh dari tempatnya berada. Ia berjalan mendekati kerumunan anak-anak itu hanya untuk melihat apa yang sedang terjadi.
Seorang anak perempuan berambut hitam yang berdiri membelakanginya tengah berhadapan dengan tiga orang anak laki-laki yang sedikit lebih tua. Hanya sedikit yang ia pahami dari pembicaraan anak-anak itu karena menggunakan bahasa Perancis yang tak begitu ia kuasai, tapi ia mengetahui kalau anak perempuan itu bernama Alice, salah satu dari anak laki-laki itu bernama Billy, dan mereka tengah membicarakan tentang ayah mereka.
"Ayahku bukan seoarang pemabuk!" teriak anak perempuan itu.
"Bagaimana kau tahu.. kau bahkan belum pernah bertemu dengannya."
"Dia akan datang menjemputku dan aku akan mengadukan kalian padanya." Suara anak perempuan itu mulai bergetar menahan tangis.
Pria yang dari tadi memerhatikan mereka dari jauh kini berjalan semakin mendekat dan hanya menyisakan beberapa meter saja, membuat para anak laki-laki menengadah menatapnya, yang dibalas pria itu dengan tatapan dingin tanpa ekspresi sampai akhirnya anak perempuan itu membalikan badan dan menatapnya.
Seketika jantung pria itu seolah berhenti untuk beberapa saat ketika melihat mata bulat yang menatapnya dengan berkaca-kaca, bibirnya bergetar menahan tangis, tapi yang menarik perhatian pria itu adalah mata itu. Mata bulat yang seolah mengingatkannya kepada kekasihnya. Beberapa saat ia menatap anak perempuan itu dengan terbelalak dan dada berdetak hebat, ia seolah melihat sosok Ayumi dalam tubuh mungil itu.
"DADDY!!!" Teriaknya sambil berlari kearahnya lalu memeluk kakinya dengan erat, masih terkejut dengan reaksi tiba-tiba anak perempuan itu, ia hanya berdiri sambil menatap kebawah.
"Alice, dia bukan Ayahmu!" Seru anak pria berambut coklat kriting dengan bintik-bintik di pipinya.
"Dia, Ayahku!" seru anak itu sambil menatap galak ke arah anak-anak pria itu sebelum menengadah menatap pria berkulit putih yang juga menatapnya tak berkedip, anak itu mengedip-ngedipkan matanya yang bulat dengan bulu mata lentik membuat pria itu perlahan mulai membungkuk dan mengangkatnya.