6.

8.1K 229 0
                                    

Aku sudah bangun ketika jam menunjukkan jam 4 pagi, aku segera bersiap pulang ke rumah, sengaja tidak pamit kepada Melati, khawatir akan mengganggu tidurnya.
Aku sudah tahu Angga tidak akan mau mengantarkan ku, kang Asep? Memangnya aku ini tuan rumah, sampai harus diantar oleh supir.

Dengan langkah perlahan-lahan aku melewati tangga dan menyusuri ruang tamu, sekilas ku lirik tajam sebuah pintu kamar, dengan pasti aku yakin dia tidur disana.
"Manusia yang tidak punya perasaan, sebaiknya aku segera pergi sebelum dia bangun"

****
"Ibuu.." sapa ku dari kejauhan.
"Putri, bagaimana tidurnya, nyenyak?" Tanya ibu kembali.
Tangan lelahnya masih meracik bubur yang sedang di tunggu pelanggan.
"Sangat nyenyak, aku masuk dan siap-siap dulu ya bu"
Senang rasanya kembali ke rumah ini, rumah kami.
"Oh iya, tadi kamu pulang diantar siapa?" Tanya ibu mendadak penasaran
"Biasa bu" jawab ku seenaknya
"Wah, nak Angga memang paling baik dan bertanggung jawab, kamu harus mendapatkan suami seperti dia" saran ibu kepada ku.
Jujur, mendengar perkataan itu hanya membuat ku mual,
Karena jam hampir menunjukkan pukul 6 pagi, aku memutuskan untuk segera berangkat ke sekolah.
"Ibu, aku berangkat dulu" ku cium tangan hangatnya.
"Hati-hati" terdengar suara ibu dari kejauhan.

Berbohong!! Aku rasa tidak, jika ibu tahu aku pulang naik angkot, ibu pasti sedih. Yang ibu tahu, aku selalu dianggap seperti keluarga sendiri di rumah melati.
Papa dan mama Melati pernah sekali datang ke rumah kami, kedua orang tuanya sangat baik dan sopan, tidak memiliki sifat sombong dan angkuh sama sekali, sangat berbeda dengan anak pertama mereka.

****
"Putri.." teriak Melati kepada ku, kali ini aku menoleh ke arah suara itu berasal.

Entah sejak kapan mobil itu berada disamping ku.


"Hii Mel" sapa ku sambil tersenyum. Kemudian aku melihat sosok Angga, "pagi" kata ku menyapanya. Dia tidak membalas sapaan ku.
"Ayo naik Put" ajak Melati menawarkan kursi belakang,
Walaupun wajah itu tidak memperlihatkan ekspresi apa-apa tapi aku sadar apa yang dia ingin kan.
"Yah, tanggung Mel, bentar lagi juga sampai, aku jalan kaki aja, sekalian olahraga" jelas ku panjang lebar.
"Daadaa.." ku lambaikan tangan tanda say goodbye.
Aku melihat Putri anak OSIS berjalan di depan ku, sontak aku memanggil dan mengejarnya.
Padahal jarang sekali biasanya kami mengobrol, tetapi aku harus membuat sebuah alibi di depan sahabat ku.
"Hii put " sapanya ramah.
"Kapan pembentukan anggota OSIS lagi?" Aku berusaha membuat topik agar ia banyak berbicara.
"2 bulan lagi, sebelum kita ujian kenaikan kelas, kenapa? Kamu ingin mendaftar!"
"Tidak, tentu saja tidak, sekarang kita akan naik ke kelas 3, aku rasa kita harus fokus untuk ujian akhir" kata ku lebih kepada diri sendiri.
"Sebenarnya aku sangat tertarik ikut kegiatan Organisasi, tetapi aku tidak mempunyai banyak waktu luang, Hahaa" ini perkataan di dalam lubuk hati ku.

Yah, lagi-lagi aku tidak bisa menyalahkan keadaan, semua teman-teman tahu bagaimana kondisi keluarga ku, mereka juga tahu aku bisa bersekolah disini hanya karena beasiswa yang aku dapat kan.

"Itu Radit!" Kata Putri sang pengurus OSIS secara mendadak.
"Satu tahun aku berusaha menarik perhatiannya, tetapi dia bahkan tidak menggubris ku" curhat Putri Sang bidadari itu dengan jujur.
Hal ini memang bukan gosip, ternyata fakta. Sudah lama gosip ini menyebar, kalau putri gadis yang paling terpopuler di sekolah menyukai Radit seorang ketua OSIS yang juga sangat populer.
Aku mencoba memperhatikan sosok Putri lebih teliti, wajahnya oval, manis dan berponi, rambutnya juga lurus sebahu, kira-kira berat badannya 45 Kg dengan tinggi 160 Cm.
"Mungkin dia belum tertarik untuk berpacaran!" aku berusaha membuat hatinya tenang, walaupun aku tidak mengerti masalah cinta, aku hanya ingin memberikan nasehat positif kepadanya.
"Iya, semoga saja!!" Jawabnya kemudian dengan tersenyum.

****
"Put, sepertinya kamu ada masalah dengan bang Angga?" Tanya Melati di saat jam istirahat tiba.
"Egk Mel, itu hanya perasaan kamu aja"
"Ohh, baik lah!"


Kali ini kami akan makan di kantin, karena Melati ingin di temani makan disana.

Semua kursi yang ada hampir terisi, seharusnya tadi kami datang lebih cepat, kemudian terdengar sebuah suara yang memanggil.
"Ayo, gabung aja" ucap Radit.
"Terimakasih" melati segera duduk di samping Radit, aku mengambil kursi yang persis berada di depannya.
"Bagaimana kabar Tante?" Tanya Melati tiba-tiba.
''Iya, syukurlah sudah keluar dari rumah sakit" jelas Radit kemudian.
"Oh, iya Put, aku dan Radit sudah kenal dari kecil, Mama kita adalah sahabat" jelas Melati.
"Tapi kenapa di sekolah kalian seperti tidak saling kenal?" Tanya ku bingung.
"Entahlah.."jawab Radit dengan tersenyum.
Aku berharap jawaban yang berbeda dari Melati, tetapi ekspresi wajahnya tidak terbaca.

***
Pasar Senin masih tampak sama, di sepanjang stasiun dipenuhi oleh penjual buku, baik yang masih baru ataupun yang second, biasanya aku dan Melati memang menjadwalkan sekali sebulan untuk hunting buku disini, karena harganya benar-benar sangat murah, tidak hanya itu buku-buku langkah juga bisa kamu dapatkan disini. Yang berbeda kali ini kita tidak hanya pergi berdua, tetapi bertiga.
Aku, Melati dan Radit.

Ketika mobil radit sudah di parkirkan, kita segera bergegas berburu apa yang ingin kita cari, Melati sudah mendahului kami semua menuju gudangnya komik, hanya tinggal aku dan Radit berjalan berdampingan.

Jujur, kami bukan teman yang cukup akrab, rasanya berjalan beriringan seperti ini terasa agak canggung.
Aku mencoba mencairkan suasana "Aku kira kamu tidak pernah ke tempat seperti ini?"

"Se jujurnya tidak, tetapi ini bisa menjadi pengalaman yang menyenangkan" jawab Radit Jujur.

"Kamu tidak ingin membeli sesuatu?" Tanyanya kepada ku
"Belum, aku masih melihat-lihat" mata ku menyusuri semua judul-judul buku, mungkin aku bisa menemukan sebuah buku yang cukup bagus.

"Aku ingin melihat buku anatomi, kamu tahu letaknya dimana?" Kata Radit tiba-tiba, ku lihat dia berusaha melihat nama-nama toko buku.
"Ohh, di sebelah sini" ajak ku.

Biasanya pasar ini hanya akan ramai di hari Sabtu dan Minggu, kenapa sekarang juga ramai padahal sekarang adalah hari Jumat, mayoritas yang mengunjungi pasar ini adalah anak kuliahan, terlihat dari Usia dan Gaya berpakaian mereka yang santai.

Sekin ramainya pasar ini, kami di dorong menjadi lebih dekat.
Jantung ku berdetak dengan kencang, ketika mengetahui Radit persis berada di belakang ku, aku bahkan bisa mencium wangi parfum yang dia kenakan. Sejujurnya berdekatan dengan laki-laki adalah hal yang tabu bagi ku, dan juga seumur hidup aku bahkan belum pernah pacaran.

Tiba-tiba dia menggenggam tangan ku, dan berusaha menerobos kerumunan, rasanya aku seperti tidak bisa bernapas.

"Kamu bimbing jalannya" bisik Radit kumudian.
"Emm, iya. Masih lurus, di ujung sana belok kanan"

5 menit kemudian kami sampai di toko buku anatomi, toko ini menjual berbagai macam buku kedokteran.
Aku melihat expresi takjub yang tergambar di wajah Radit, "Luar biasa, Toko buku besar belum tentu memiliki buku yang ini, yang itu dan yang disana"

"Tuh kan, Disini sangat lengkap" jawab ku dengan tersenyum.

Radit masih belum melepaskan genggamannya dari tangan ku, bahkan ketika dia ingin masuk ke dalam toko, tangan ku masih dalam genggamannya. Sontak aku berkata.

"Radit, tangan ku"
"Ohh, maaf" katanya dengan malu-malu.

****

Berdasarkan ceritanya, aku tahu kalau dia akan melanjutkan pendidikan ke Fakultas kedokteran, aku pernah mendengar dari teman-teman yang lain kalau ibu nya adalah seorang Dokter, jadi wajar saja jika ia sangat ingin menjadi seperti ibu nya.
Melati juga ingin masuk ke fakultas kedokteran, aku? Untuk bermimpi kuliah di fakultas kedokteran saja membuat ku takut, takut karena mimpi itu pasti tidak akan pernah terjadi.

Tiba-tiba HP ku berdering
Ternyata telpon dari Melati.

"Hallo Mel, kamu dimana?" Tanya ku segera
"Ini di depan, kalian dimana?"


"Kita di toko buku anatomi, kamu tahu kan, yang agak di ujung" jelas ku
"Tahuu, okee aku segera kesana" tutupnya.

Aku memilih duduk di bangku yang sudah disediakan, walaupun bangku plastik itu tidak nyaman, tetapi lebih baik dari pada berdiri.

sedangkan Radit masih asik dengan dunianya, aku lihat dia sudah memegang tiga buku yang aku yakin pasti akan ia beli.

Mendadak aku teringat kepada Putri anak OSIS, Putri terang-terangan mengatakan bahwa dia sangat menyukai Radit, jika di lihat dari fisik, Radit memiliki wajah yang sangat tampan, kulitnya putih, dan tinggi bah seorang model, aku yakin semua wanita pasti menyukainya, selain itu Radit juga sangat pintar, baik dan berasal dari keluarga mapan.

Tiba-tiba dia tersenyum kepada ku, membuat jantung ku berdetak begitu kencang.
"Tenang put, kamu bukan level dia" kata ku di dalam hati.

Tidak lama Melati sudah tiba di tempat kami, dia menyapa ku sebentar dan ikut bergabung bersama dengan Radit di tumpukan buku-buku kedokteran lainnya.

Disana terlihat jelas oleh ku bahwa ternyata mereka berdua memang sangat akrab satu sama lain, hanya saja hal itu tidak pernah di tunjukkan di sekolah.
Dari tempat ku duduk aku bisa mendengar tawa riang mereka, walau aku sedang fokus membaca sebuah buku tentang terapi.
"Betapa sempurnanya mereka berdua" fikirku dalam hati.

Tiga jam berlalu, aku tidak membeli apapun, jawabannya selalu saja sama "Belum ketemu apa yang ingin aku beli" jelas ku sambil tersenyum.

Sebenarnya tujuan ku datang kesini hanya ingin cuci mata, melepas kepenatan di sekolah, dan bisa membaca gratis. Hehee
dalam pengeluaran keuangan ku, Tidak pernah ada anggaran untuk membeli buku, setiap buku yang aku baca hanyalah hasil pinjaman dari Perpustakaan sekolah atau buku-buku yang ku pinjam dari Melati.

Akhirnya kami memutuskan untuk segera pulang, Radit akan mengantar melati ke rumahnya,

"Oke, sampai. Thanks for today Dit" kata Melati dengan tersenyum.
"Anytime, ehh.. put, pindah ke depan! " Pinta Radit kemudian.

"Malas, disini aja ya" jawab ku santai.
Karena memang ketika berangkat dan pulang, aku duduk di kursi belakang, dan Melati duduk di samping Radit.
"Aku berasa supir" katanya bercanda.
"Iyaa, baiklah" aku menyerah.

Ketika aku buka pintu belakang, saat itu juga Angga baru turun dari mobilnya, sekilas dia melihat ku, aku hanya berlalu tanpa memberikan sapaan atau tidak tersenyum sama sekali.

Me (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang