1511

141 6 1
                                    

1511

Laksamana Sunan gagah menghayun senjata ke arah musuhnya . Kali ini lawannya bukan calang-calang orang kerana orang yang sedang bertarung dengannya adalah seorang tok batin yang mengamalkan ilmu hitam dan telah membunuh ratusan nyawa untuk dijadikan korban . Orang tempatan memanggilnya Batak . Jurus angin yang digunakan Batak tidak mampu mengalahkan kehebatan Sunan dalam medan pertarungan .

Sampai satu saat Sunan telah berjaya memotong tangan kanan Batak dengan sekali libasan sahaja . Tangannya melayang entah ke mana . Batak menjerit kuat kesakitan dan rebah . Namun dia masih cuba melawan Sunan dengan tangan kirinya . Tenaganya makin hilang . Darah hitam penat mengalir laju membasahi bumi .

Sunan berjaya mengunci pergerakan pihak lawan . Batak kini hanya mampu terbaring lesu dengan hujung mata pedangnya menghunus ke arah leher Batak .

"Batak , mahukah kau mendengar tawaranku ? ", soalan Sunan yang biasa akan dikemukakannya kepada musuh .

" Apa ? " , Batak menjawab lemah .

" Kembali ke jalan Allah nescaya kau akan selamat . "

" Cis ! Aku tidak akan sesekali mengikutmu Sunan . Sedikit masa saja lagi aku bisa menjadi kebal . "

" Kau menjadi kebal dengan cara yang salah , Batak . Kau bunuh korban kau . Dan mustahil untuk kau jadi kebal karna janji Allah setiap yang hidup pasti akan mati . " , Sunan masih cuba memujuk Batak . Ternyata hati Batak sudah benar-benar hitam.

" Hahahaha . Aku boleh . Selepas aku minum darah korbanku yang ke 666 aku pasti jadi kebal . "

" Aku akan membunuhmu sebelum itu semua terjadi . "

" Sunan , kau sungguh naif . Kalau kau bunuh aku sekalipun , lagi ramai orang macam aku di dunia ni . Agenda New World Order aku yakin pasti terjadi . "

" Sebab itu aku tak akan biarkan kau hasut lebih ramai orang lagi . Mungkin kau lupa kejahatan itu tidak bisa menang biarpun kelihatan hampir-hampir menang . " ,serentak itu Sunan terus membenamkan keris Nanggroe nya ke dalam tengkuk Batak . Darah hitam keluar membuak-buak dari badan Batak dan tiba-tiba jasadnya hilang .

Satu cahaya terang muncul di hujung hutan menarik perhatian Sunan untuk bergegas ke sana .

"Tuan hamba semua ini siapa ? " , soal Sunan yang berdiri di hadapan mereka .

"Ka .. Kami di mana ? " , Syukri tergagap-gagap menyoal Sunan kerna mereka sekarang berada di tengah-tengah hutan . Yang pastinya dia tidak pernah ke sini .

"Kalian berada di Kampung Air Batam . Saya tidak merasa kalian berasal daripada kawasan ini berdasarkan pakaian kalian . " , Sunan menjawab tenang .

" Woi Mirwan . Kau tinggal di Kg Air kan ? " , terjah Alen tiba-tiba . Kuat lagi tu .

"Hishh , mana ada . Sepanggar la . Pandai-pandai ja kau ni . Lagipun dia sebut Kampung Air Batam bukan Kampung Air yang di Inanam tu bah ih . " , Mirwan juga menjawab keras . Mungkin tindakan refleks dari soalan sembarangan Alen tu .

"Oh hehe . " , Alen tersipu malu .

" Jadi kalian semua berasal daripada mana ? " , Sunan menyoal untuk kali kedua .

"Kami tak tau . Mungkin kami sesat . " , salah seorang daripada mereka menjawab . Fara dan Weena asyik menepuk baju mereka untuk menghilangkan habuk . Langsung tidak memberi perhatian terhadap perbualan sebentar tadi.

" Nampaknya kalian sesat . Jika tidak keberatan , aku ingin menjemput tuan hamba semua ke pondokku yang tidak seberapa itu . " , pelawa Sunan lembut . Memang sikapnya suka menolong orang lain walaupun orang yang tidak dikenalinya.

Sesampainya mereka di pondok Sunan , masing- masing terus duduk tanpa menunggu dipelawa . Pondok yang dikatakan Sunan itu rupa-rupanya sebuah rumah yang tidak seberapa besar . Rumah kayu dengan atap daun nipah . Namun cukup besar untuk mereka semua berteduh . Isinya cukup ringkas seperti rumah lama-lama dengan tikar mengkuang 3 meter di tengah-tengah pondok itu .

Sunan datang sambil membawa beberapa hidangan kecil dan juga air lalu melabuhkan punggung berhampiran mereka .

" Errr .. Nama kau siapa ? " , Ezx memberanikan diri bertanya .

" Nama kita Saifudin tapi orang-orang Tanah Rencong memanggil kita Sunan . " Jatut terdiam mendengar nama itu . Ada sesuatu yang bermain di fikirannya . Nama itu sepertinya pernah didengarinya .

Masing-masing mula memperkenalkan diri . Sunan agak pelik dengan nama-nama mereka kerana nama-nama seperti itu tidak pernah didengarinya sebelum ini .

"Nampaknya sekarang sudah agak lewat . Biar aku tunjukkan bilik kalian . Dan bilik kecil tu biarlah untuk perempuan dan untuk kita yang lelaki ini harapnya tidak kisah tidur di ruang tamu . " , Saifudin bangkit lalu menunjuk golongan perempuan bilik mereka . Para lelaki segera mengangguk kepala tanpa berkata apa- apa . Lagipun mereka sudah pernah tidur di lantai yang sejuk semasa perkhemahan di Babagon , Ranau yang terkenal dengan udaranya yang sejuk itu . Cuma bezanya kawasan Saifudin ni tidaklah sejuk tapi tidak juga panas . Orang kata sedang-sedang saja .

Setibanya di bilik , masing-masing mula terlentang . Biarpun bilik ini hanya ada tikar mengkuang sahaja tanpa ada apa-apa perabot , yang penting bilik ini muat untuk mereka semua .

"Aku rasa peliklah dengan tempat ni . Rumah Saifudin ni aku nampak satu-satunya di kawasan ni . Di tengah hutan lagi tu . " Wani bersuara perlahan seakan membisik . Takut Saifudin terdengar . Maklumlah rumah kayu . Apa-apa bunyi kalau dibuat pasti boleh didengar satu rumah .

" Haaa , sudahlah . Besoklah cerita . Aku mau tidur ni . Jangan kacau . "

Maka mereka pun tidur dengan nyenyak sekali diiringi bunyi cangkerik bersahutan di luar .

THE END ( DEAD )Where stories live. Discover now