Day - 8

39.7K 3.4K 31
                                    

"Lo bilang apaan?" Tanya laki-laki itu tidak percaya pada pendengarannya, terlebih karena yang mengatakan adalah sahabatnya sendiri yang notabene sudah tahu kebiasaan dirinya.

"Catat seluruh catatan sama tugas-tugas hari ini. Habis itu kasih ke gue." Ulang Axel dengan nada santainya sambil melahap martabak tahu yang ia beli di kantin pagi ini.

Awalnya Axel malas pagi-pagi sudah masuk, tapi mengingat ia 'menumpang' tinggal di rumah Milo dari semalam, mau tidak mau, Axel harus ikut keluar saat Milo sudah hendak pergi sekolah.

"Lo gak salah? Atau gue yang salah denger ya? Gue denger, lo nyuruh gue nyatet catatan sama tugas-tugas?" Tanyanya masih tidak percaya.

"Iye susu Milo-ku. Habis itu kasih ke gue pas pulang sekolah. Perlu gue ulang lagi??" Tanya Axel tidak sabaran. Gemas melihat kelemotan sahabatnya.

Meskipun tergolong siswa-siswa berprestasi dalam bidang akademik dan juga pembuat onar, Axel, Milo dan Sion tergolong malas untuk mencatat atau mengerjakan tugas. Meski demikian, nilai ujian mereka selalu memuaskan. Malah tidak jarang guru-guru mereka mencurigai mereka mencontek dan pernah menempatkan mereka di ruangan terpisah dari teman-teman sekelas mereka saat ujian, tapi tetap saja. Orang pintar, mau ditempatkan di hutan rimba sekalipun, pasti akan tetap mendapat hasil yang memuaskan tergantung dari usaha yang mereka berikan.

Milo meletakkan salah satu telapak tangannya di kening Axel dan telapak tangan lain di keningnya. "Gak panas." Gumam Milo dengan kening mengkerut. "Lo kerasukan kali, ya?"

"Setan! Diajakin serius malah bercanda." Geram Axel sambil menepis tangan Milo.

"Eh, kalau diajak serius, mah, diajaknya ke KUA langsung. Nyatet pelajaran sama tugas masa dibilang serius. Sinting lo!"

Kalau saja Milo tidak mundur selangkah, mungkin hentakkan kaki Axel akan mengenai jari-jari kakinya yang terbungkus sepatu.

Axel menatap Milo dengan tatapan malasnya.

"Iya!!! Untuk hari ini, Milo berubah jadi murid teladan deh." Milo mencibir pasrah.

"Jangan hari ini doang." Seru Axel membuat kernyitan dikening Milo semakin jelas.

"Lah terus?"

"Sampai Alexa masuk sekolah." Jawab Axel santai.

"Wah gile! Itu anak sih masuk sekolahnya aja jarang-jarang. Itu sih sama aja lo nyuruh gue berubah jadi anak teladan beneran, bro. Gak bisa gue. Gak kuat." Tolak Milo.

"Heh! Lo mau temen lo menang taruhan,gak?" Axel meraih kerah Milo yang sudah hendak melarikan diri dari hadapannya.

"Lo beneran mau gue jujur, Sel?" Milo menatap Axel. "Beneran?"

Wajahnya sudah sememelas mungkin, membuat Axel mendengus.

"Apa?" Tanya Axel.

Milo menghela nafas, terlalu mendramatisir keadaan. "Jauh di dalam lubuk hati gue yang terdalam, Sel. Sejujurnya... Gue..."

"Eh, Pantat panci! Geli gue! Kalau ada yang denger, bisa dikira homoan kita!" Geramnya sambil menjejalkan telapak tangannya ke wajah menggelikan Milo.

"Penistaan lo! Ogah juga gue dibilang homoan sama lo." Sungutnya sebal karena wajah tampannya tercemar oleh virus tangan berminyak Axel akibat martabak tahu yang dimakannya.

"Nih, gue beri lagi." Axel tertawa saat Milo berjalan mundur untuk menghindari telapak tangannya. "Makanya jangan songong! Bantu temen dong! Kalau bukan buat gue, ya buat Lexa gitu. Dia kan temen sekelas lo juga. Emang lo tega ngebiarin dia tinggal kelas?"

Milo kembali mengernyit, menatap Axel seakan Axel adalah makhluk teraneh dimuka bumi yang pernah ia temui.

"Lo gak peduli? Parah banget lo!" Seakan bisa menebak jawaban Milo, Axel langsung menceletukinya.

30 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang