Alone #5

728 34 0
                                    

^*^*^*

"Apa?" Hania terpaku beberapa saat.

"Saya antar."

"Engga, gak usah." Tolak Hania cepat. Tangannya bergerak tidak karuan dengan disertai gelengan kepala.

Arkan mengernyit bingung. "Kenapa? Kantor saya searah dengan sekolah kamu."

Hania bergerak gelisah, tangannya meremas pinggiran rok. "Hng.. Aku biasa naik bis." Ucap gadis itu pelan.

"Terus?"

"Ya.. Yaudah deh." Hania tersenyum pasrah, merasa tidak enak jika menolak tawaran baik Arkan.

^*^*^*

Keheningan menyelimuti mereka berdua saat di perjalanan. Arkan berniat untuk mengantarkan Hania terlebih dulu sebelum pergi ke kantornya.

Hania tampak tidak nyaman dalam duduknya, sesekali gadis itu melirik Arkan yang tengah fokus menyetir.

"Setelah lulus, kamu mau ke mana?" tanya Arkan memecah keheningan.

"Ikut Kak Rava, mungkin." Gumam Hania pelan, namun masih dapat Arkan dengar.

"Kuliah di sana?"

"Belum tau. Masih bingung, antara lanjut kuliah atau bantu Kak Rava ngurus restoran."

Arkan mengangguk mengerti. "Menetap di sana?"

Hania mengangguk, "aku gak mau jauhan sama kak Rava lagi." Jawabnya sendu.

Arkan menoleh, menatap Hania dengan pandangan yang sulit diartikan, sebelum kembali mengalihkan pandangannya ke depan. Berusaha untuk tetap fokus menyetir.

"Kak Arkan kerja di mana?"

Arkan menoleh sekilas. "Di AT's Group."

Hania mengerutkan keningnya, "AT's Group.." Gumamnya pelan. "Ah! Perusahaan om Andra Twimajaya? Kak Arkan kerja di sana?"

Arkan hanya membalas dengan senyum tipis. Membuang sedikit rasa kecewanya tentang Hania yang memang telah banyak berubah. Bahkan hal yang dulunya sering kali mereka bahaspun Hania sudah melupakannya.

"Berhenti di sini Kak!"

"Kenapa?" Arkan menghentikan mobilnya ke pinggir dengan perlahan.

"Dari sini aku bisa jalan. Udah deket kok." Hania tersenyum sambil melepaskan sabuk.

"Tunggu, kenapa harus jalan? Saya bisa antar kamu sampai sekolah."

"Jangan!" Sahut Hania cepat.

Arkan mengerutkan dahinya, bertanda ia sangat keheranan dengan tingkah Hania kali ini.

"Aku duluan ya! Makasih banyak. Hati-hati di jalan!" Hania langsung keluar dari mobil dengan tergesa tanpa menunggu balasannya, kemudian berlari pelan menuju sekolahnya yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari tempat mobil berhenti.

Arkan terus menatap Hania yang tengah berlari kecil dengan wajah tertunduk. Pria itu menghela nafas pelan lalu memutar balik mobilnya meninggalkan tempat itu.

^*^*^*

"Hania!"

Hania yang sedang berjalan di koridor dengan kepala tertunduk menoleh ke belakang, lalu mengernyit heran saat melihat Arya tengah berlari dari parkiran untuk menghampirinya.

"Mau ke kelas? Bareng." Ucap Arya saat sudah berdiri di samping Hania yang tanpa sadar menghentikan langkahnya untuk menunggui Arya.

Hania yang baru tersadar kembali melangkah menyusuri koridor dengan pelan, diikuti Arya di sampingnya. Sesekali ia berada tiga langkah di depan Arya, yang kemudian langsung disusul oleh pria itu.

"Ya! Katanya bareng, tapi lo jauhan mulu."

"Gue gak bilang mau bareng." Ucap Hania ketus.

"Lo, aduh! Males jadinya. Gue duluan deh!" Kemudian Arya berlalu dengan wajah kesalnya.

Hania menghela nafas kesal. Pria itu benar-benar menyebalkan.

Hania melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti saat seseorang tiba-tiba merangkul bahunya. Hania menepis tangan itu dengan kasar, dan menoleh pada pria di sampingnya dengan tajam.

"Kasar banget."

"Lo?"

"Iya, gue." Raga tersenyum manis dan hendak merangkul bahu Hania kembali, namun urung saat melihat Hania mundur beberapa langkah dengan tatapan tajamnya.

"Oke. Gue enggak rangkul lagi." Raga mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan wajah, masih dengan senyuman.

"Gue cuman mau nyapa lo doang, enggak usah kasar gitu lah.."

Hania mengangkat sebelah halisnya untuk sesaat kemudian kembali berjalan dengan pelan, tidak menghiraukan keberadaan Raga yang ikut berjalan di sampingnya.

"Lo kenal Arkan?"

Hania hanya melirik ke arah Raga sekilas dan memilih bungkam.

"Gue tau, lo pasti kenal."

Hania mendengus kasar. Merasa kesal dengan keberadaan Raga yang sangat mengganggunya. Sepanjang perjalanannya menuju kelas, beberapa siswa-siswi yang sudah berada di sekolah mencuri pandang ke arahnya. Atau mungkin ke arah pria yang berada di sebelahnya.

Hania berusaha tenang dengan kepala tertunduk, berusaha untuk fokus pada tujuannya dan tidak menghiraukan Raga yang terus berceloteh di sampingnya.

Mereka tidak menyadari, bahwa ada sepasang mata yang memperhatikan mereka dengan tatapan datar.

Repost 05-05-19

ALONE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang