PART 18

9K 324 47
                                    

Keesokan paginya,
Farouqa sudah standby di lokasi sekitar setengah jam yang lalu.
Sedangkan Fazza baru sampai di lokasi sepuluh menit yang lalu.
Farouqa dan Fazza nampak serius membahas skenario yang akan mereka ciptakan di tempat kejadian.
Bibir keduanya nampak lancar berbicara, namun beradu ego sesekali karena perbedaan pendapat.

"Baiklah, mari duduk yang mulia" pinta Farouqa kemudian mereka menunggu Zayna datang.

"Intinya, ekspresi kita harus meyakinkan dan tegas pada Zayna. Jangan terkecoh dengan gerutuan Zayna" jelas Farouqa mengatur strategi supaya surprise berjalan dengan mulus.

Fazza hanya mengangguk mengerti dengan intruksi dari sahabat yang lebih mengenal Zayna daripada dirinya sendiri.

"Makasih om..." ujar Zee pada paman Hassan yang baru menurunkannya di depan café tempat Farouqa dan Fazza berencana.

"Assalamu alaikum..." ucap Zee dengan raut wajah yang sumringah.

"Aih, kau lagi?" sambung Fazza dengan nada serius

"Kenapa memangnya?! Kau tak suka aku hadir disini!!?" Rutuk Zee membalas Fazza.

"Kau hanya akan membuatku naik darah. Berbicara denganmu sama saja dengan menghabiskan waktuku seharian"

Keterlaluan!!! Batin Zee tersinggung dengan ucapan Fazza kemudian memanyunkan bibirnya.

"Ya sudah, pergilah. Siapa juga yang ingin mengobrol dengan makhluk purba sepertimu?!" Olok Zee membuat Farouqa menahan tawanya.

"Astaga, kau ini legenda penggerutu menyebalkan sepanjang masa!" Balas Fazza dengan sinis

"Memangnya kau pikir dirimu siapa? Rakyat biasa bertingkah seperti raja! Miris..."

Kau belum tahu siapa diriku sebenarnya batin Fazza.

"Sudahlah..." Farouqa menjadi penengah antara mereka.

"Zee tolong pesankan kopi." Lanjutnya meminta.

"Berapa?"

"Kau tidak lihat ada berapa orang disini?" Ketus Farouqa tak memandang lawan bicara. Zayna segera memesankan kopi dan membawanya ke tempat mereka.

"Ini untukmu." Zayna menyajikan kopi Farouqa. Kemudian meletakkan cangkir kopi milik Fazza.

"Ini punyamu!" Ketus Zayna. Kemudian Fazza menyeruput kopi panas yang kemudian ia semburkan lagi. Zayna menatapnya menahan tawa.

Mamam tuh panas! Batinnya tertawa riang.

"Kau ini bagaimana sih!?" Tegur Fazza. Zayna mengernyitkan dahinya.

"Kau minta kopi panas, kan!? Kalau tak mau ya sudah."

Sial! Batin Fazza sebal.

"Pergilah." Sambung Fazza meminta Zayna untuk beranjak.

"Aku pergi saja." Sesal Zee lantas beranjak dari kursi dan tanpa sengaja, tangannya menyenggol kopi panas yang ada di depan Fazza.

Fazza mencebikkan mulutnya kesal.
"Kau punya mata tidak, sih!?" Tegur Fazza dengan nada tinggi membuat bahu Zayna tersentak.

Maafkan aku, Zee. Batinnya.

"Maaf, Fazza. Aku tidak sengaja" sendu Zayna kemudian mengambil sapu tangannya dan ia bersihkan tumpahan kopi di jaket kulit milik Fazza dan di telapak tangannya.

"Ah, drama..." Sahut Farouqa gemas.

"Sahabatmu ini keterlaluan. Mungkin tak pernah diajari oleh orangtuanya perihal tata krama" sambung Fazza

Dear, Hamdan bin Mohammed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang