Only you don't know

163 12 5
                                    


Hari minggu yang cerah dimana waktu yang sangat pas untuk bermalas – malasan. Lee Seokmin, pemuda tampan pemilik senyuman secerah matahari masih betah berada di tempat tidur empuknya. Sejak kemarin ia sudah lelah dengan urusan sekolah dan urusan lainnya, jadi biarkan ia istirahat sebentar.

Namun, ketenangannya terusik karna suara nada telfon berbunyi tepat di sampingnya. Awalnya di abaikannya, namun karna terus berdering akhirnya ia mengambil ponselnya dan menjawab si penelfon.

" Yeoboseyo " suara helaan nafas ia dengar, Seokmin mengernyit bingung menunggu.

" Hyung, kau sedang dimana? " tanya seseorang di seberang sana. Seokmin yang masih setengah sadar, mengernyit bingung.

" Huh, ini siapa? " tanya Seokmin, bukannya mendapat jawaban dia malah mendengar helaan nafas.

" Hyung lupa lagi ya? " mata Seokmin yang sedari tadi terpejam seketika langsung terbuka lebar ketika mendengar suara seseorang yang ia kenal. Chwe Hansol Vernon.

Ia menepuk jidatnya dan langsung bangun dari tidurnya. " Astaga! Mianhae baby, aku lupa. " suara helaan nafas Hansol ia dengar lagi, membuatnya merasa bersalah pada namja blasteran itu. Bagaimana bisa ia lupa kencan mereka?

" Apa kita batalkan saja hyung? " Hansol membuka suara dan membuat Seokmin langsung meringis.

" Andwae! Tunggu aku lima belas menit lagi, aku akan bersiap – siap " ucapnya lalu segera mematikan ponselnya secara sepihak.

Seokmin benar – benar merutuki kebodohannya, bagaimana bisa ia lupa kalau hari ini ia ada kencan dengan Hansol? Dan ia semakin merutuki sifat pelupanya karna baru mengingat bahwa mereka kencan jam sembilan dan ini sudah hampir jam sebelas yang berarti Hansol sudah menunggunya selama dua jam.

Seokmin segera keluar dari kamarnya lalu mulai berjalan ke arah rak sepatu. Memilih sepatu putih yang baru saja ia beli untuk kencan mereka. Saat sedang memakai sepatu, seorang yeoja sambil membawa secangkir teh mendekatinya.

" Kau ingin bertemu dengan namja menjijikanmu itu lagi? " tanya yeoja itu. Seokmin yang memang sudah menyadari keberadaan ibunya hanya bisa diam.

" Apa kau gila Lee Seokmin? Berhentilah berteman dengan seorang gay, mereka semua menjijikan, kotor, dan sampah! " Seokmin mengepalkan tangannya mendengar ucapan ibunya, ucapan yeoja itu sama saja merendahkan dirinya juga.

" Mengapa kau lakukan ini? Jika orang lain tahu, bagaimana aku dan ayahmu mengatasinya? " Seokmin menatap ibunya kesal, terlihat jelas kilatan marah yang terpancarkan dari sepasang mata tajam itu.

" Itu urusanmu! " ucap Seokmin setelah sedari tadi diam.

" Mengapa ibu berbicara seperti itu? Ibu sama saja merendahkanku, aku memang gay! Aku menyukai pria, dan tak akan pernah menyukai wanita! Dan berhenti mengatakan Hansol itu namja menjijikan! " selepas berbicara seperti itu, Seokmin langsung keluar dari rumahnya. Ia tidak ingin hari ini kacau karna pertengkaran tidak penting antara ia dan ibunya.

Seokmin menghembuskan nafasnya kesal, ia tidak mengerti dengan jalan fikir ibunya. Kenapa ibunya sangat membenci Hansol? Kenapa ibunya tidak menerima kenyataan bahwa ia seorang gay? Ia tau, bahwa hal yang menyimpang seperti ini masih terasa tabu bagi banyak orang. Tapi tak bisakah ia sedikit merasakan kebahagiaan dengan pilihannya?

Saat sudah sampai di caffe tempat yang mereka janjikan, ia mencari dimana kekasihnya duduk. Dan senyuman tipis terbentuk ketika melihat surai coklat itu menyembul di balik kursi merah yang di dudukinya. Tempat duduk yang di pilih Hansol sebelah kanan dan paling ujung. Pilihan yang bagus untuk para pasangan yang ingin menikmati waktu mereka berdua.

The Theory Of EveythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang