Hasan.

4.4K 107 62
                                    

POV AISYAH

Sebelumnya aku tidak pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Hingga aku bertemu kakak seniorku.

Aku mengaguminya, dia anak kesayangan Pak Kiyai. Suaranya merdu saat melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Namanya Hasan, aku tak tahu lengkapnya.

Aku mengenalnya saat acara Arabic Camp di pondok. Ternyata dia orang yang baik, dia tidak sombong dan seenaknya seperti seniorku yang lain.

Dan yang paling kusuka adalah, senyumnya. Entah kenapa, aku merasa tenang saat melihat senyumnya.

"Aisyah." seseorang yang suaranya tak asing di telingaku memanggilku.

Aku menoleh, benar saja. Dia Zahra, sahabatku. "Ada apa?" Tanyaku.

Dia yang masih ngos-ngosan mengatur nafasnya. "Kak Hasan ada di aula," ucapnya.

Ya, hanya Zahra yang tahu kalau aku menyukai seniorku itu.

"Terus kenapa?" Tanyaku

"Ih katanya kamu suka? Ayo cepet kesana. Bentar lagi dia tampil tilawah," jawab Zahra sambil menarikku ke aula.

"Zahra selow aja kali."

"Kamu jalannya lambat."

●●●

Suara merdu itu lagi. Suara favoritku beberapa bulan terakhir, suara yang selalu membangunkan aku ketika dia adzan subuh.

"MasyaAllah." itulah yang aku katakan setelah ia selsai tilawah.

"Ais, dia senyum kearah kamu," bisik Zahra yang duduk di sebelahku.

"Tidak mungkin, Zah," Jawabku sambil mengambil buku kecil dari tasku.

"Hari ini aku melihatnya lagi, ciptaan Allah yang sangat indah. Suara merdunya mampu menghipnotisku, suara yang menjadi favorit ku.

Mungkin ini sedikit berlebihan, tapi itulah yang aku rasakan. Rasa kagum bercampur cinta, entaj sejak kapan aku jatuh cinta padanya. Yang aku tau, aku mencintainya."

Setelah menulis catatan hatiku, aku mengajak Zahra keluar dari aula.

Jujur saja, aku sangat malas melihat lomba-lomba seperti ini. Suara mereka setiap hari terdengar ketika menjadi imam shalat.

Jika saja Kak Hasan tidak ikut, mungkin aku tak akan berada di aula tadi.

●●●

"Mau pesan apa Zah?" Tanyaku pada sahabatku ketika kita sampai di kantin pondok.

"Mie ayam dan es teh manis," ucapnya.

"Oke, aku pesan dulu ya."

Aku berjalan menuju kasir untuk memesan pada Ibu Katin. Tapi saat melewati beberapa meja, seseorang menabrakku dan membuat bajuku basah.

"Aww, baju ku jadi basah," ucapku membersihkan cincau yang masih menempel di bajuku.

"Eh, maaf dek. Aku gak sengaja," ucap orang yang menabrakku.

Suara itu? Suara favorit ku. Aku mendongak dan melihat sosok Kak Hasan, wajahnya terlihat panik karena telah mengotori bajuku.

"Ng, tidak apa-apa, Kak," Jawabku. "Aku yang tidak hati-hati. Permisi." lalu aku menuju wc yang berada di samping kantin.

Jantungku berdetak kencang, baru kali ini aku berdiri sedekat tadi dengannya. Dan itu membuat jantung ku seperti mau meloncat keluar.

●●●

Setelah membersihkan bajuku, aku melanjutkan kegiatanku memesan makanan.

"Ini pesanannya, Mba Ais," ucap Bu Kantin sambil memberikan nampan yang berisi dua porsi mie ayam dan dua es teh manis.

"Makasih bu," jawabku dan memberi selembar uang lima puluh ribu. "Kembaliannya disimpen aja bu."

"Duh, makasih Mba."

Aku mengangguk dan tersenyum, lalu kembali ke meja yang tadi ku duduki bersama Zahra.

"Kamu lama sekali," omel Zahra yang sedari tadi menahan laparnya.

"Maaf, tadi bajuku kotor. Jadi aku ke wc dulu," ucapku pada Zahra sembari duduk di depannya.

Aku mulai memakan Mie ayam yang ku pesan tadi. Bu Kantin memang jago kalau soal masak-memasak, menu-menunya tidak mengecewakan.

"Eh,tadi ada kak Hasan loh," ucap Zahra memecah keheningan.

"Udah tau," jawabku singkat

"Sok cuek banget ih," cibir Zahra meneguk es teh manisnya.

"Orang yang numpahin ice bubble ke baju aku itu dia," jawabku

Zahra tersedak makanan saat mendengarkan perkataanku tadi. "Uhuk, beneran Ais?"

Aku hanya mengangguk dan kembali memakan mie ayam yang ada di depanku.

"Dia bilang apa saja?" Tanya Zahra

"Cuman bilang maaf. Terus aku pamit ke wc."

"Ais-ais, kamu memang tidak tau memanfaatkan waktu," ucap Zahra

Aku menaikkan sebelah alisku. "Waktu?"

Zahra memutar bola matanya malas. "Kamu bisa ngobrol sama dia tadi, tapi kamu malah ke wc. Itu baju bisa di cuci kali. Tapi kesempatan itu tidak datang dua kali," jelas Zahra.

"Sudah lah."

Aku membuka tasku dan mencari buku kecil yang menjadi tempat curhatku.

"Zah, kamu lihat buku pandaku?" Tanyaku masih mencari didalam tas.

"Tidak. Kamu simpan dimana?"

"Di tas. Tapi kok gak ada ya?" Tanyaku

Zahra menaikkan bahunya.

"Gawat kalau ada orang yang ambil, aku bisa mati karema malu, Zah," ucapku cemas.

"Di cari.dulu, siapa tau kamu simpannya di asrama."

●●●

Cinta Di Atas SajadahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang