13 (New Version)

7.1K 450 16
                                    

Wait a minute, let me finish

Tunggu sebentar, biarkan aku menyelesaikannya

I know you don't care

Aku tahu kau tak peduli

But can you listen?

Tapi bisakah kau dengarkan?

I came committed, guess I over did it

Aku datang untuk berkomitmen, aku kira aku sudah melakukannya

Wore my heart out on a chain

Melepaskan hatiku dengan rantai

Around my neck, but now it's missin', hmm

Di sekitar leherku, tapi sekarang itu hilang, hmm

Billie Eilish - 8

.
.
.


"Rebecca, a bitch from the asshole, Dave! Kamu jalang tak tahu diri! Beraninya menghina milikku yang berharga! Aleyna segalanya bagiku. Mine. My Luna!"

Caranya menyebut namaku membuatku menggigil. Juga tanda kepemilikan yang ia sematkan pada diriku membuatku takut sekaligus aman. Tak terasa bahwa apa yang selama ini kutakutkan benar terjadi.

Empat kali.

Sudah sebanyak itu aku mendengar perkataan yang menyebut bahwa aku adalah Luna. Yang terakhir ini di luar dugaan, Ashton sendiri yang mengatakannya. Semakin menambah rasa penasaran juga takut yang mendera hatiku seketika. Takut karena pandangan mata tajam wanita yang beberapa detik lalu menghinaku habis-habisan itu nampak berbeda dari sebelumnya. Jika tadi ia hanya memandangku dengan tatapan benci, kini ia melihatku seakan-akan aku adalah satu-satunya bakteri mikroskopis jahat yang membahayakan nyawanya.

Netraku membulat sempurna. Mendengar perkataan kasar Ashton atas apa yang terjadi saat ini. Segala yang mulut menggodanya ucapkan sangat membingungkan. Terlebih kata kepemilikan yang ia berikan atasku semakin menambah gila perasaan membuncah yang timbul dalam hati seketika.

Matanya menggelap penuh emosi, kekalutan dan cinta. Wait... Benarkah itu? Entahlah, aku hanya mengartikan tatapan penuh kasih sayang tulus yang ia pancarkan atasku adalah cinta. Karena saat ini yang ia lakukan adalah memandangku penuh pemujaan. Bagai seorang pangeran yang melihat putri pujaannya sedang dalam masalah di tengah medan perang.

Aku baru menyadari bahwa Ashton datang memasuki area dapur dengan amarah yang melingkupinya dalam. Kedua tangannya mengepal kuat, bahkan buku-buki jarinya mulai memutih. Menandakan seberapa besar kekuatan genggamannya. Ia masih tak memakai atasan apapun. Hanya sebuah celana trining hitam sepanjang mata kaki yang membalut kedua kaki jenjangnya. Tubuh besar penuh otot kekar yang masih terdapat banyak luka cakaran menyakitkan itu terlihat jelas dari arahku berdiri saat ini. Air mata mulai menggenang di sekitar pelupuk mataku, kala kulihat betapa sulitnya ia melangkahkan kaki sekaligus menahan sakit atas semua luka yang ia tanggung.

Namun wajah itu datar. Tak menunjukkan ekspresi apapun selain amarah yang bergejolak hebat. Wajah tampan Ashton memerah begitupun dengan bola matanya. Netra kelabu itu menghilang. Berganti dengan tatapan semerah darah. Perasaan takut dan gelisah mulai kurasakan. Campur aduk yang membuatku tak kuasa menahan tangis.

Tatapannya mulai melunak padaku. Ia melihatku yang menangis dalam diam memandangnya yang semakin melangkah mendekat. Aku terisak tanpa suara. Hingga tanpa sadar sebuah pelukan hangat dari tubuh kekarnya kurasakan melungkupi erat tubuh ringkihku. Pandanganku yang semula menatap bergilir antara ia dan wanita aneh menakutkan itu seketika tertutupi dengan pemandangan dada bidangnya yang di tumbuhi bulu-bulu halus. Aroma mint kuat langsung memenuhi indra penciumanku.

"Sshhhh... Tenanglah, Aleyna. Aku ada disini, everything is gonna be alright," elusan lembutnya di ujung kepala menenangkanku. Membuat perasaanku membuncah bahagia. Perlahan namun pasti, tangisanku mulai memudar. Hanya tersisa sesenggukan pelan yang tak begitu terdengar hebat.

Aku masih terdiam nyaman ditengah pelukannya. Tak mampu membalas kaitan tangannya yang melungkupiku, tanganku terkulai lemas tak berdaya masing-masing disamping tubuhku.

Hingga sebuah tawa menggelegar ditengah keheningan suasana yang memberikan efek luar biasa, baik bagiku maupun Ashton. "HA HA HA... Sungguh pemandangan yang sangat memuakkan!" Ashton menggeram penuh amarah, berbeda denganku yang malah menggeram ketakutan.

Ashton mengurai pelukan kami. Ia berdiri di sampingku, namun tangan kirinya masih saling terkait dengan tanganku. Ia seakan-akan tak mau melepaskan perlindungannya. Aku tahu ia mencoba membuatku tenang atas situasi menegangkan yang baru saja kurasakan pertama kali dalam hidupku saat ini.

Jantungku bagai berhenti berdetak, kala selanjutnya, mendengar perkataan Ashton yang terasa bagaikan badai di musim kemarau.

"Berhenti berkata omong kosong, Becca! Dan segera pergi dari tempat ini karena mansionku terlarang bagi penyihir rendahan sepertimu?!"

Pe-penyihir?

Apa aku sedang bermimpi?

TBC

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 04, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[MWS:1] A Werewolf Boy (New Version) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang