The Diagnose and The Trouble

288 17 0
                                    

Setelah hampir empat jam murid Oxford itu mengikuti materi yang dijelaskan, yang ditunggu telah berbunyi,-ya bel sekolah. “Baiklah kids, hari ini cukup sampai sini. Dan,-Oh kalian sudah diperbolehkan pulang sekarang, karena ini hari pertama kalian memasuki ajaran baru. Good Day Class” ucap Mrs. Edwards pada kelasnya. Tenanglah, dia bukan ibu Perrie, hanya kebetulan nama belakang yang sama.

“Huh, finnaly. Keluar juga dia, aku sudah mati kelaparan!” gerutu Eleanor yang memang sedari tadi sibuk menanyakan kapan pelajaran Mrs. Edwards berakhir. “Sudahlah, sekarang kicauan mu itu telah terbayar bukan? Kita sudah diperbolehkan pulang.” Jawab Danielle yang sudah sangat malas melihat tingkah sahabatnya yang satu itu,-suka menggerutu. Sedangkan Rose? Hanya bisa diam melihat kelakuan kedua sahabatnya itu, sudah kubilang bukan bahwa Rose tidak lagi menjadi pribadi yang ceria? Dia bisa mengeluarkan senyum itupun sudah beruntung. Well, setidaknya itulah yang akhir akhir ini difikiran teman teman Rose.

Disaat yang bersamaan, seorang gadis cantik menyapa mereka bertiga. Siapa lagi kalo bukan Perrie? “Hi Guys! Wanna go to canteen? May I join?” Sapa Perrie pertama kali dengan senyum andalannya. Sungguh, pribadi Perrie ini sangat mirip dengan pribadi Rose  satu tahun yang lalu,- sebelum orangtuanya bertengkar-. “Hi, Perrie. Of course honey” balas Dani juga dengan senyumnya. Memang, Dani tidak pernah sombong dengan siapapun, contohnya sekarang.

Disaat Dani, Ele, dan Perrie asik berkenalan dan berbincang ringan, tiba tiba ponsel Rose berbunyi yang itu berarti dia mendapat telepon. “Hi mom,… oh yeah.. no, I can…. Sure, yeah It’s okay. Bye, Love you too” setidaknya itulah yang keluar dari mulut Rose yang sedang berbicara dengan mamanya ditelepon. Tanpa pamit, bahkan tidak sempat berbicara. Rose pun meninggalkan sahabatnya-dan Perrie tentunya- lalu pergi begitu saja. Bahkan Zayn yang tadinya ingin menyapa, menjadi terheran heran dengan Rose yang sudah hampir menghilang dari pandangannya. “Zayn, what’s wrong with her?” Tanya Ele, yang dari dulu sudah bingung dengan perubahan sikap Rose. “I don’t know Ele, maybe she had problems?” balas Zayn sekenanya dan meninggalkan Dani, Ele, dan Perrie yang masih punya segudang pertanyaan diotaknya. Apalagi Perrie. “Sudah berapa lama Zayn dan Rose pacaran?” kalimat yang tidak sadar telah dilontarkan oleh Perrie itupun sukse membuat Dani dan Ele terkejut, maksudku kenapa dia bertanya begitu?  “Sejak tiga tahun yang lalu, ada apa kau bertanya begitu?” jawab Dani yang sedari tadi bingung menjadi lebih bingung. “how can you know that Rose and Zayn has relationship?” “Ah, Nothing. Yeah, I can see from the way Zayn look Rose.” Jawab Perrie yang akhirnya sadar bahwa dia salah berucap. “Oh, okay” jawab Dani dan Ele serempak.

On her way to home, dia memang biasa saja. Namun, pemandangan tak terduga terpampang jelas di mata Rose. Betapa terkejutnya Rose melihat kejadian itu, sampai akhirnya dia pandangannya kabur, kepalanya pusing, dan hal yang terakhir yang diketahui Rose adalah Hidungnya berdarah, dan jatuh pingsan.

*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*~*

Rose mulai membuka matanya, mengerjapkan matanya berkali kali sampai dia merasa bahwa dia sudah agak mendingan dari yang tadi dialaminya. “God, finally you wake up darling!” ucap Mrs. Mendler, Rose baru sadar bahwa mamanya sedari tadi berada disampingnya. “Oh mom, hey. Kenapa aku bisa berada disini?” Tanya Rose yang masih pusing karena sehabis pingsan. “Kamu pingsan waktu mau pulang kerumah, sayang. But, lucky for you. Zayn yang tadi pengen main kerumah kamu malah nemuin kamu jatuh pingsan. Jadi Zayn langsung membawamu kerumah, honey.” Jawab mamanya Rose dengan lembut. “Zayn? Where is he now?” Rose yang mendengar kata Zayn langsung menanyakan keberadaan lelaki tersebut karena sedari tadi dia tidak menampakkan dirinya. “He must to go home, darl. He said that this afternoon he must take his mommy to the mall.” Jawab mamanya Rose, yang kali ini menahan tangis. Rose menyadari itu. “Mom? What’s going on with you? Why are you crying?” Tanya Rose, mamanya sudah tidak bisa lagi menahan tangis, dia ingin sekali memberitahu ini pada Rose, tapi ia takut menyakiti perasaan anak semata wayangnya itu. “You have to promise me that you won’t cry!” janji mamanya, ia benar benar tidak ingin membuat Rose meneteskan airmata, bahkan setetes. “I’ll try mom. I can’t promise…” balas Rose. “Mama memutuskan untuk bercerai dengan papamu, darl..” DEG Rose membeku. Dia sulit bernafas, sangat sulit. Dia merasa, kebahagiaannya selalu direnggut secara perlahan lahan, seperti yang tidak bisa dijanjikan Rose. She’s crying. Namun bisa apa dia? Itu keputusan mamanya. Mamanya yang merasakan sakit, makin terasa pilu saat melihat anak kesayangannya menangis. Karenanya.

Last Present * z.mTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang