Φ 6 - Hanya .. sebuah mimpi? Φ

44 9 25
                                    

Aku memandang bengis pria menyebalkan yang ada disampingku. Ia selalu saja mempermalukanku dengan mengungkit-ungkit kejadian tadi. Mungkin, jika ada kaca didepan wajahku. Aku bisa melihat pipiku yang kini berwarna merah merona.

" Hhh!! "

Aku menghela nafas kesal. Mungkin tadi malam salahku, karena membawa dia ke dalam kamar. Jika saja aku tidak membawanya masuk ..

" Hhh .. "

Aku membuang nafas untuk yang kesekian kalinya. Tak sadar, kejadian tadi melintas dengan tidak sopannya di dalam memoriku..

" AAAKKKHHHH!!! "

Aku berteriak sekeras mungkin. Monster itu sudah membuka mulutnya dan bersiap memakanku. Tapi, seketika..

" HAHAHAHAHA "

Monster itu tertawa. Bahkan untuk mendengar suara ini pun, aku tau siapa pemiliknya.

' TUK! '

Pukulan di kepalaku membuatku terbangun. Vano yang kini ada di depanku, tertawa dengan lepasnya. Apa yang lucu?
TungguJadi, sedari tadi aku hanya bermimpi? Aku bermimpi? Oh, tuhan!

Begitulah akhir mimpiku yang sangatt sangatt indah. Melewati indahnya senyuman Vano. Oh tuhan, apa yang aku pikirkan?!

" Kau tau? Sejak tadi, kau terus menerus memanggil namaku dan meminta tolong seperti ini, "Vano! Vano! Tolong aku!" Dan ditambah dengan wajahmu yang ketakutan. "

" Terserah. Aku tak peduli. Sudah berapa kali aku katakan, didalam mimpi pun aku tak sudi memanggil namamu! "

Kesal? Tentu saja! Marah? Tidak .. Aku tak sebodoh itu. Marah pada hal sepele seperti ini? Yang benar saja! Tapi, apa yang ku katakan tadi benar. Didalam mimpiku pun, mau indah atau menyeramkan, aku tak mau dan tak ingin memanggil namanya walau hanya secuil.

" Jujur saja, Nes! Aku tau kau memimpikanku. Betapa senangnya aku, tau kau memikirkanku hingga masuk ke dalam mimpi seperti itu. Oh~ indahnya dunia. "

Aku berdecih. Pada saat ini, hari ini, jam ini, menit ini, dan didetik ini, aku menyesal membopongnya masuk kedalam kamarku kemarin!

" Hei! Mengapa begitu? Kau tega melihatku kedinginan diluar? "

Vano mengerucutkan bibirnya. Oh lihat! Betapa lucunya dia. Wajahnya sangat menggemaskan sekali. Tanganku dengan jahilnya mencubit pipi Vano.

" Aduh Aduh! Sakit, Nesy! Nanti kalau pipiku kempot bagaimana? Kau harus bertanggung jawab! Aku tak mau tau! "

" Oh ayolah! Jangan berlebihan, pipimu tak akan kempot walau aku cubit berkali - kali. "

Aku berlari sambil tertawa menjauhi Vano. Dia terus menerus mengejarku. Hingga kami sampai di halaman belakang. Aku tak tau, mengapa sedari tadi tak ada 'dia'. Tapi aku tak peduli.

" Awas ya, Nes! Kalau nanti tertangkap, akan ku.. "

" Akan kau apakan? "

Aku memotong pembicaraannya, dan memeletkan lidahku ke arah Vano. Lalu, ia malah menatapku sangar. Oh tuhan! Dia tak pantas menggunakan wajah sangar seperti itu. Bukannya sangar, melainkan menjadi lucu. Tawaku meledak, memenuhi halaman belakang rumahku.

" Hei! Kau menertawakan apa, Nes?! "

Dia kembali mengejarku, seakan tak mau tertangkap. Aku pun melakukan hal yang sama. Kami terus menerus berlarian, mengelilingi halaman rumahku.

" Tunggu pembalasanku! "

Dia berteriak kearahku. Aku tetap berlari, menjauhinya.

' Hap '

Believe It !!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang