رقم الثالث (3)

65 5 0
                                    

Siti Maryam Azalea Part 3.

Subuh tiba, dingin menusuk tak jua membangunkan gadis yang lelah ini. Khodimah Ana bersama Tuan Yusuf membuka pintu kamar Maryam yang dikunci sejak malam tadi.

"Ya Allah, Nona!" Ana memekik keras saat pintu itu baru dibuka setengah. Maryam tergeletak di balik pintu dengan wajah merah dan rambutnya berantakan. Tuan Yusuf terdiam. Dia sudah menyakiti putrinya sendiri.

Tuan Yusuf dengan hati teriris mengangkat tubuh Maryam yang tak sadarkan diri itu ke atas ranjangnya. Suhu tubuhnya panas, dan kelopak matanya yang terpejam begitu pucat.
"Buka pintunya, Bi..." Tuan Yusuf menatap Maryam yang bergumam begitu pelan, bibirnya bergetar tapi matanya tak kunjung terbuka.

"Maryam... Bangun, nak... Bangun sayang..." Tuan Yusuf mengusap-usap pipi Maryam yang terasa panas, tapi Maryam tak juga membuka mata. Ana datang membawa kompres, sesegera mungkin ia berusaha membuat Maryam lebih baik.

Tuan Yusuf bangkit dan berjalan kalut. Ana yang berada disana hanya diam, ia tahu apa yang terjadi, dan ia tahu mengapa ayah dan anak itu sama-sama tertekan. "Jaga dia, khodimah. Akan kuminta dokter memeriksa keadaannya. Jika dia sadar, katakan aku menyayanginya." Tuan Yusuf langsung melangkah ke luar meninggalkan Maryam yang belum membuka mata. Masih terngiang teriakan Maryam semalam saat pintu kamarnya ia kunci paksa, masih terbayang gedoran pintu kokoh itu, dan lirihan putrinya tadi, sangat menyayat hatinya.

***

"Sarapan Anda, Tuan Azam."
Azam yang duduk bersila di atas lantai hitam yang dingin itu langsung menoleh saat ada satu pengawal membawakan makanan untuknya. Ia bergegas bangkit dan mendekat dengan tangan memegang besi tahanan.

"Apa Nona Maryam baik-baik saja?"
tanyanya buru-buru. Pengawal di hadapannya malah diam membisu.

"Ada apa? Apa aku dilarang mengetahui keadaannya, 'Amu Ali?" tanya Azam lagi.

"Bukan begitu. Makanlah sarapanmu, Tuan. Aku harus kembali bekerja." pengawal itu menyeret langkahnya menjauhi penjara bawah tanah yang Azam tempati. Hanya ada dua sel, dan satu sel lagi tak dihuni siapapun.

"Aku mohon, 'Amu Ali... Beritahu aku..." Azam berteriak, teriakannya menggema di sepanjang lorong sel bawah tanah. Pengawal itu berbalik arah, "Dia dikurung di kamarnya sendiri, Tuan. Kuharap kau do'akan dia baik-baik saja." Azam langsung terdiam mendengarnya. Tangannya melemas, mengapa Maryam juga harus dikurung? Tidak cukupkah kebebasannya selama ini dibatasi?

***

Yang terjadi selanjutnya adalah pertengkaran hebat antara Maryam dengan ayahnya. Setelah tiga hari tak sekalipun Maryam membuka mulut jika ayahnya berbicara,  hari ini gadis itu bahkan hampir memecahkan gelas di sampingnya. Gadis itu berubah tempramen
karena makin terkurung di kamar besarnya sendiri.

"Apa aku harus terus menjadi burung  dalam sangkar emas,  Abi? Apakah Abi bisa rasakan semua ini membunuhku perlahan-lahan? Mengapa tidak kau bunuh saja aku?"

"Jaga mulutmu!!" Tuan Yusuf berteriak geram. Pada saat itu Maryam hanya diam dan memperlihatkan sorot mata paling menyedihkan di depan ayahnya.

Tuan Yusuf sudah tak lagi berada di kamar Maryam. Tinggal lah ia hanya berdua dengan khodimah Ana. Tak ada satu pun percakapan yang terjadi diantara mereka berdu. Ana sangat memahami perasaan tuan putrinya, dan Maryam sibuk dengan pikiran kalutnya sendiri.

"Khodimah Ana." lirih Maryam memanggil.

"Ya, Nona?" balas Ana secepat mungkin.

"Apa kabarnya Azam? Apa khodim memberinya makan? Dia dikurung karena salahku."

"Aku tak tahu, Nona." jawab Khodimah Ana. "Tapi mungkin bila kau menuruti apa kata Ayahmu, Tuan Azam akan baik-baik saja." lanjut Khodimah Ana yang membuat Maryam terdiam.

Siti Maryam AzaleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang