Bagian 1

269 41 20
                                    

"Jadi cewek itu susah. Cuma bisa diem, nunggu, dan nahan sakit saat dia jatuh cinta."

'Dugg'
Bola basket yang keras itu sempurna menghantam kepala Lian. Tiba-tiba, pandangan Lian memburam. Samar-samar terdengar ribut-ribut di sekelilingnya. Tubuh Lian terjatuh, dan semuanya gelap.

"Hey, lo udah sadar?"
Mata Lian belum sempat terbuka sempurna, tapi ia bisa mengenali suara cowok yang bertanya padanya.

"Maafin gue ya. Sumpah tadi ga sengaja banget bola basketnya bisa sampe nyasar ke kepala lo." Ujar cowok itu lagi. Ia memandang khawatir cewek yang sedang berbaring di ranjang UKS tersebut.

Menyadari bahwa cowok itu adalah Ditya, seketika Lian terkesiap. Cepat-cepat ia bangkit dari tidurnya. Ia terduduk lalu mundur dengan cepat, sehingga punggungnya menempel di tembok. Lian seperti anak kucing yang ketakutan ketika melihat anjing buas.

Ditya mengerutkan dahinya, "Lo kenapa? Lo takut sama gue?" Ia mundur sedikit dari posisi sebelumnya, sedikit menjaga jarak agar gadis di hadapannya ini tenang.

Lian menggeleng cepat-cepat. Bukan. Ia bukan takut. Tapi ia kaget. Ditya? Kenapa harus Ditya? Jantung Lian berpacu cepat, mengirim sinyal sehingga membuat pipinya bersemburat merah. Astaga, ia berada sedekat ini dengan Kak Ditya. Pelan-pelan, ia mencoba tenang.

"Emm.. Kak Ditya, makasih ya udah bawa aku ke UKS." Sebisa mungkin, Lian berusaha menciptakan senyuman di wajahnya.

Lagi-lagi, Ditya mengerutkan keningnya, "Loh, lo tau nama gue?"

Lian gelagapan, bingung mau menjawab apa. Jelas-jelas ia tau nama cowok yang ditaksirnya selama ini. Ia tahu banyak tentang Ditya.
"Si.. Siapa sih, yang gatau Kak.. Kak Ditya. Kak Ditya kan terkenal di sekolah ini." Jawab Lian sekenanya. Sial, bicaranya terbata-bata.

Ditya terkekeh pelan, "Ah, bisa aja."

****

Sepanjang jalan menuju rumah, Lian merutuki dirinya sendiri dalam hati. Begitu cerobohnya ia berjalan di tengah lapangan basket saat ada orang yang berlatih di sana. Apalagi Ditya yang menolongnya dan membawany ke UKS. Sial, ia masih dapat merasakan hatinya berdesir keras saat mengingat kejadian tadi siang.

Apa kata Disa, sahabatnya, nanti jika ia menceritakan kejadian tadi? Bisa-bisa, Disa langsung datang ke rumah Lian dengan heboh dan membawa roti tart tanda ucapan selamat. Haha, Lian tahu betul sahabatnya yang satu itu memang agak berlebihan dalam memberikan respon.

"Mahh.. Lian pulaangg.." Seru Lian sambil membuka pintu. Seakan lupa akan hal yang biasa ia lakukan sepulang sekolah, Lian langsung mengunci diri di kamar, demi untuk menceritakan semuanya pada Disa.

"HAH? SERIUSAN LO, AN? LO DIBAWA KE UKS SAMA KAK DITYA?! GILAA MIMPI APA LO SEMALEM, ANN??"
Lian terkekeh, ia sudah menduga bahwa reaksi sahabatnya tak akan biasa. Bahkan Lian sudah mempersiapkan gendang telinga yang dua kali lebih tebal dari biasanya, agar kuat mendengar teriakan-teriakan histeris Disa.

"Ah, parah lo, An. Nyesel banget gue pulang duluan. Gamau tau, besok, lo harus nyapa Kak Ditya." ujar Disa tak terima.

Lian tersentak. "Hah? Nyapa Kak Ditya, jidat lo! Gini-gini gue masih punya malu dan harga diri, Dis."

Perempuan di seberang sana terbahak, "Yaelah, An. Jaman sekarang udah banyak kali, cewek yang nyapa duluan. Ini bukan lagi jaman purba yang apa-apa harus cowok duluan. Lagian apa salahnya sih, nyapa doang? Ntar kalo kalian jadian kan, juga lo sendiri yang seneng."

Lian terdiam. Bagaimanapun, omongan sahabatnya itu ada benarnya. Nggak selamanya apa-apa harus cowok duluan. Tapi, sisi lain dari dirinya bersikeras, bahwa perempuan hanya bisa menunggu dalam diam ketika ia jatuh cinta.

Ditya adalah idola para wanita di sekolah. Bukan hanya tampan, ia memiliki keindahan hati yang sangat membuat Lian terkagum. Ditya memiliki hati yang berbeda dari lelaki lainnya. Apalagi, Ditya aktif di berbagai organisasi sekolah, menjadikannya tak asing lagi di mata guru-guru, dan seluruh murid sekolah.

Lian tahu betul, Kak Ditya hanyalah mimpi yang sangat jauh baginya. Kak Ditya layaknya bintang terang yang bersinar di antariksa. Tak tergapai.

Seringkali Lian berharap, agar ia menjadi salah satu orang yang dikenal oleh Ditya. Hanya perlu dikenal. Itu lebih dari cukup untuknya.

Lian meraih ponselnya, untuk apa lagi kalau bukan nge-stalk Kak Ditya. 'Ya ampun, cowok seperfect ini kok jomblo ya. Gilaa.' Batinnya.
Selama berbulan-bulan menghabiskan banyak waktunya hanya untuk nge-stalk, membuat Lian tahu banyak tentang Ditya. Bahkan hal-hal terdetail sekalipun. Mulai dari ukuran sepatu, makanan favorit, tempat kesukaan Ditya buat nongkrong, bahkan Lian tahu Ditya memiliki tahi lalat di belakang telinganya.

Lian jatuh cinta teramat dalam pada Ditya. Padahal jelas, Ditya tidak mengenalnya. Lian rela menghabiskan waktu istirahatnya hanya untuk memandangi Ditya dari kejauhan. Tak jarang ia melihat Ditya sedang bergurau dengan teman perempuannya, yang tentunya membuat Lian cemburu.


Bersambung...

Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang