"Manusia nggak pernah puas dengan apa yang ia punya. Selalu meminta lebih, lebih, dan lebih."
Layar ponsel Lian berkedip, diikuti getaran yang membuat ponsel itu bergeser dari tempat semula. Ada nama Ditya di sana. Notifikasi dari Ditya, lagi.Lian meraih ponselnya malas-malasan. Diliriknya nama pengirim pesan. Ditya.
"HAAAA!!" tak dapat ditahan, Lian spontan menjerit. Ia sangat kaget mendapati chat dari Kak Ditya. Lagi-lagi, jantungnya berpacu. Membuat ujung jarinya bergemetar."Hai, An. Gue liat di wattpad, lo suka bikin cerita gitu ya? Wah, seneng deh kenal sama orang yang suka nulis juga. Gue lagi dalam proses bikin naskah gitu. Sharing yuk?"
Oh my god. Oh my god. Oh my god. Lian tak berhenti menggumamkan kata itu. Dirinya seakan beku. Dengan tangan yang masih gemetar, ia membalas chat tersebut.
Sampai dua jam kemudian, mereka asik sharing tentang hobi yang sama. Lian merasa cocok mengobrol dengan Kak Ditya. Seakan-akan, sore itu menjadi sore terindah baginya.
****Hari-hari berikutnya berlalu dengan indah. Lian semakin sering chating dengan Kak Ditya. Sesering apapun mereka chating, rasa berdebar di hati Lian tak pernah berkurang seperti pertama kali Kak Ditya mengirimkannya pesan singkat dari direct message instagram.
Ah, betapa senangnya Lian kala itu. Ia tak henti-hentinya menceritakan perasaannya pada Disa di telepon sampai lewat tengah malam. Ia ingat, bagaimana seluruh ujung jarinya memutih saking deg-degannya.
Tetapi, ada sesuatu yang Lian sadar. Chatnya dengan Kak Ditya hanya berada di situ-situ saja. Tidak lebih tidak kurang. Mereka hanya membahas soal hobi menulis, ekskul, dan kegiatan-kegiatan sosial. Tak pernah lebih dari itu.
Hal itu membuat Lian ingin mendapat lebih. Lian bosan dengan topik ini. Lian ingin membahas tentang perasaannya pada Kak Ditya. Lian ingin menjadi yang lebih di mata Kak Ditya.
****
Disa mengaduk-aduk semangkok bakso di pangkuannya, raut wajahnya menyiratkan bahwa ia sedang berpikir. "Mungkin Kak Ditya emang bukan cowok yang agresif kali, An. Sabar aja dulu, nanti juga bakal ngomongin tentang perasaan kok."
Lian, yang duduk di sebelah Disa, menghembuskan nafas kesal. "Yakali Dis, gue sama Kak Ditya udah dua minggu lebih chatingan, tapi topiknya cuma seputaran itu-itu aja. Kayak nggak ada tanda-tanda kalo Kak Ditya bakal ngomongin tentang perasaannya. Atau jangan-jangan dia emang ga pernah suka sama gue?"
Disa terdiam sebentar, lalu memandang lurus ke arah Lian. "An, bentar deh. Lo inget nggak sih waktu pertama-pertama lo naksir Kak Ditya?" Disa memberikan jeda pada pertanyaannya, membiarkan Lian berpikir sebentar. "Dulu, sebelum lo dikenal Kak Ditya, lo tu berharaapp banget bisa dikenal dia kan? Bahkan saat nggak sengaja mata kalian bertemu, lo udah senengnya setengah mati. Inget masa-masa itu nggak sih, An? Sekarang, lo udah dapetin yang selama ini lo mau. Kak Ditya udah kenal sama lo. Bahkan sampe chatingan tiap hari. Harusnya lo bersyukur, An. Bukan malah minta lebih."
Lian mematung. Omongan Disa barusan sangat menohoknya. 'Ya, gue harusnya bersyukur. Bukannya meminta lebih.'
Bersambung...
![](https://img.wattpad.com/cover/92155881-288-k147286.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer
Teen FictionKamu jauh, seperti bintang di antariksa. Tapi aku suka kamu. Walau pada akhirnya luka memaksaku untuk berhenti. Maafkan pengecut gila ini. Yang tak pernah berani menyatakannya padamu Aku tak menyesal pernah mencintaimu. Karena aku tau cinta ini tak...