You - Strawberry Milk

4.8K 377 10
                                    

== Story Begin ==

"Kau mengacuhkanku!?" Shin Yeong menoleh malas ke arah suaminya.

Tadinya, dia berniat untuk mandi dan mendiamkan suaminya yang sedang emosi. Namun, belum tiga langkah dirinya menjauh, Kyuhyun sudah mencekal lengannya dengan cukup kuat.

"Oppa, kau sedang emosi. Dirimu yang sekarang bukan seperti dirimu yang biasanya. Aku sarankan kau meminum wine koleksimu agar kau tenang kembali," ucap Shin Yeong sambil melepaskan tangan Kyuhyun dan melanjutkan langkahnya.

**

Shin Yeong berlari disepanjang koridor rumah sakit dengan wajah panik. Perlahan langkahnya mulai berhenti ketika dia sampai didepan sebuah pintu.

Pikirannya belum tenang sehingga ia memutuskan untuk berdiri didepan pintu tersebut dengan menghembuskan nafas, mengatur agar emosinya kembali stabil.

"Nuna, kenapa kau tidak masuk?" sebuah suara masuk ke indera pendengarannya. Membuat tatapannya terangkat hingga berhenti dipemilik mata yang sama sepertinya.

"Oh? Ne, aku baru sampai." ucapnya sambil memaksakan kakinya untuk memasuki ruangan tersebut.

Nafasnya memberat dan pikirannya melayang ke berbagai hal saat matanya terpaku pada sosok tua yang terbaring diatas ranjang dengan beberapa alat kesehatan yang menempel.

"Appa tau tentang pernikahanmu, Nuna. Dia sudah mengetahui bahwa kehidupan pernikahanmu tidak seperti orang pada umumnya."
Shin Yeong menghela nafas dalam dan duduk dikursi yang ada disisi ranjang. Meraih tangan yang kini sudah dipenuhi oleh guratan halus, khas tangan yang termakan usia.

"Appa, mianhae..." ucapnya serak

"Nuna..."

"Kim Heechan, bisakah kau ke kantin? Aku ingin meminum segelas kopi." Shin Yeong kembali menghela nafasnya ketika Heechan menurut. Dan hanya menyisakan dirinya dengan sosok renta dihadapannya yang ada diruangan ini.

"Appa... Cepatlah bangun."

Shin Yeong POV

Aku tersenyum sambil mengupas buah apel untuk ayahku. Dia memang tidak mengatakan apapun, namun tatapannya yang menunjukkan sebuah luka membuatku sedikit merasa bersalah.

"Seharusnya aku tidak membiarkan dia mengambilmu dariku." ucapnya pelan membuatku menghentikan gerakan mengupas apel.

"Seandainya aku melepas dirimu dengan lelaki yang lebih baik, maka--"

"Appa," aku sengaja memotong kalimatnya agar perasaan bersalahku tidak menumpuk. "Aku mencintainya."

"Tapi dia tidak mencintaimu. Gadis kecilku yang malang, apa dosaku sehingga kau mendapat suami seperti dia?"

Aku memejamkan mata sejenak, meletakkan nampan berisi buah yang belum selesai ku kupas ke nakas. Ku ambil tangan besarnya yang selalu hangat, dan ku usap sayang.

"Appa, kau tau? Beban beratku saat memutuskan menikah adalah berpisah denganmu. Appa adalah cinta pertamaku yang tidak akan pernah menyakitiku. Aku tau, Appa akan melakukan yang terbaik untukku."

"Tapi, aku mohon. Appa jangan memikirkan kehidupan ku setelah menikah, aku tidak ingin melihat Appa seperti ini lagi." lanjutku dengan cairan hangat yang perlahan mengalir keluar dari kedua mataku.

Aku menangis, dihadapannya. Menangis karena membuatnya terbaring seperti ini, menangis karena aku harus lebih kuat dari sebelumnya.

Sebagai anak pertama, aku dituntut untuk bersikap kuat. Memiliki bahu sekuat baja dan hati setegar karang.

You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang