PART 3

76 4 0
                                    

"Bell. Ali miss your smile!"

Bell terbangun dari tidur nyenyak. Suara yang sangat dirindukannya kembali datang. Iya dia datang, tapi hanya lewat sebatas mimpi.

"Suara itu, suara Ayi." Bell termenung sejenak, tah kenapa matanya mulai berkaca-kaca. Ia sangat-sangat amat merindukan teman masa kecilnya itu. Bell sering membayangkan gaimana temannya itu tumbuh sekarang. Dan itu sanga membuat Bell bahagia membayangkannya.

"Ayi, Bell rindu Ayi! hiks." Bell menangis terisak. Sudah berapa kali ia menangiskan teman masa kecilnya itu. Bell meraih sebuah benda bulat di meja.

Bell mengguncang-guncang bola kaca salju itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bell mengguncang-guncang bola kaca salju itu. Senyuman. Itulah yang terhias di wajah Bell saat melihatnya. Mencium dan memeluknya sayang. Bisa dibilang itu benda kesayangan Bell. Sudah lama ia merawat pemberian dari Ali itu. Bola kaca salju adalah kenang-kenangan terakhir yang diberikan Ali. Hanya itu yang Bell miliki jika menyangkut teman masa kecilnya itu. Setidaknya Bell telah melaksanakan amanah dari Ali.

Bell menerawang sangat jauh mengingat-ngingat kapan Ali memberikannya.

"Bell main yok!" Ajak Ali kecil yang berdiri di pintu rumahnya Bell. Selang berapa lama sosok Bell kecil yang manis pun membuka pintu.

"Ayok Yi!" Bell tersenyum menggemaskan memperlihatkan giginya yang rapi.

Mereka bermain petak umpet. Dan sekarang adalah giliran Ali yang akan mencari Bell. Bell berjongkok sembunyi disebalik tembok. Ali mendengar suara tangisan yang terisak-isak tak jauh darinya. Langkah demi langkah Ali mengikuti suara tangisan itu.

"Bell!" Ali menemukan Bell yang berjongkok sambil menangis terisak. Ali memeluk Bell dan mengelus lembut rambut panjang Bell.

"Bell kenapa sad?"

"Ayi! Bell au pindah Yi." Jawab Bell semakin menenggelamkan wajahnya ke pelukan Ali.

"Pindah? " Tanya si Ali kecil.

"Iya. Bell gak tinggal disini agi."

"Ayi, gak malah kan ama Bell?" Bell melepaskan pelukannya lalu melihat mata Ali. Tangisnya masih terisak-risak.

"Enggak Bell." Jawab Ali singkat.

"Teyus napa Ayi gak senyum?" Ali menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Apakah Ali harus senyum. Disaat orang yang sangat Ali sayangi pergi?" Ali lari menuju ke rumahnya yang tepat berada disamping rumah Bell. Bell yang ditinggalkan pun merasa Ali akan membecinya.

Namun saat Bell ingin beranjak dari tempatnya. Ali datang menyembuyikan sebuah barang di belakangnya. Bell menaikkan satu alisnya heran. Bell bertanya-tanya apa yang dipegang dibelakang Ali itu. Ali mengeluarkan sebuah benda bulat. Yaitu bola kaca salju. Lalu menyerahkan benda itu kepada Bell.

"Ini untuk Bell Yi?" Tanya Bell mengedip-ngedipkan matanya lucu. Mata Bell tak beralih sedikit pun dari benda itu. Sekali-kali ia mengguncang bola kaca salju itu, tampak salju berjatuhan yang menghiasi sepasang kekasih yang sedang bahagia. Senyuman manis terlukis indah di wajah Bell. Ali pun belum pernah melihat Bell segembira itu.

"Bell mau kan jaga bola kaca itu?"

"Au kok Yi. Bell suka banget Yi! Maacih ya!" Bell mendekat lalu berjinjit mencium pipi Ali. Ali kecil pun kaget. Tampak wajah Ali memerah seperti kepiting rebus.

"Pipi Ayi kok merah sih? Ayi sick ya?" Tanya Bell polos. Bell pun meletak tangannya di kening Ali. Membolak balikkan tangannya untuk memastikan apakah Ali sakit.

"Gak panas kok Yi." Ali pun ketawa dibuat oleh kepolosan Bell. Mereka sudah berumur 8 tahun, namun Bell polos seperti anak berumur 4 tahun saja. Ali mengakui Bellnya itu sangat polos dan menggemaskan. Bahkan ada beberapa kata yang tak bisa Bell ucapkan dengan benar. Bell yang melihat Ali tertawa hanya tersenyum tipis. Lalu Bell meraih salah satu tangan Ali karna tangan yang satunya lagi memegang bola kaca salju. Ali pun berhenti tertawa dan menatap Bell dalam. Seolah-olah Ali bertanya ada apa.

"Nantik, kalo Bell gak ada. Ayi sering-sering senyum. Sering-sering ketawa ya." Bell tersenyum menunjukkan deretan giginya yang rapi. Ali hanya diam mendengar perkataan Bell. Memang Ali jarang senyum. Dan Ali termasuk anak yang kurang aktif. Namun Bell mengubah semuanya ketika Bell ada disisinya. Bell pindah tepat disamping rumah Ali pada umur 3 tahun. Mami Bell sering berkunjung kerumah Ali hanya untuk mencari teman untuk Bell. Dari umur 3 tahun mereka telah sering bermain dan sampai sekarang. Namun sepertinya keadaan akan memisahkan mereka.

"Janji ya Yi?" Bell bertanya kepada Ali namun Ali tetap diam saja. Bell menunduk karna Ali tak menjawab pertanyaanya. Tapi ibu jari Ali mengusap pelan tangan Bell. Bell yang merasakannya menatap Ali lagi. Dilihatnya Ali sedang tersenyum manis kepadanya. Bulu mata Ali seperti dikepit oleh matanya. Bell rasanya belum pernah melihat senyum Ali semanis ini.

"Bell pasti rindu banget sama senyuman Ali yang ini."

"Ali juga bakalan rindu sama senyumannya Bell."

Bell menangis lagi mengingat masa-masa indahnya itu. Seandainya saja Ali ada bersamanya sekarang pasti ia akan bahagia. Alasan satu-satunya Bell sangat ingin kembali ke Indonesia adalah Ali. Bell sering meminta kepada papinya untuk kembali lagi ke Indonesia. Tapi papinya ngotot tidak mengabulkan permintaan putrinya. Namun Roy papinya Bell merasa sangat jahat terhadap putrinya. Ia selalu mengurung putrinya itu dirumah. Semenjak mereka pindah kesini Bell yang dulu riang gembira, Bell yang dulunya sering tersenyum dan tertawa semuanya lenyap. Teman Bell disini hanya obat-obatan yang banyak yang harus ia minum setiap harinya. Terkadang Bell sangat membenci dirinya yang ia anggap sangat lemah.

'Ceklek'

Roy yang melihat putrinya menangis terkejut lalu lansung mendatangi Bell. Bell memeluk ayahnya itu. Roy mengusap kepalanya lembut menenangkan Bell.

"Bell kenapa nangis sayang?"

"Bell rindu Ayi pi!"

"Ayi?"

Bell hanya mengangguk dalam pelukan sang ayah.

"Kalau rindu kenapa Bell masih nangis. Bagus Bell siap-siap mandi. Kan kita mau kembali ke Indonesia. Terus ketemu Ayi deh." Roy sangat ingin membahagiakan putrinya itu. Semenjak pindah Bell selalu murung dan menangis karna rindu akan sosok Ali.

Bell pun menghapus air matanya kasar. Dan tersenyum sangat manis. Bell lansung lari kecil ke kamar mandi. Roy yang melihatnya pun hanya terkekeh.

Bell turun dari kamarnya menarik-narik kopernya. Gadis itu sangat menggemaskan dengan drees berwarna pink dan memakai bendo kecil di rambutnya yang lembut.

"Bell, kamu jangan bawak yang berat-berat. Pelayan kita kan banya, jangan membuang tenaga kamu sayang." Roy sangat khawatir dengan putrinya itu, yang selalu melakukan semua hal sendiri.

"Hmm, iya iya deh. Lain kali gak lagi." Bell mengerucutkan bibirnya gemes. Ayahnya pun dibuat ketawa oleh Bell.

"Ayokk pi! Ke bendara sekarang!" Ajak Bell semangat. Roy hanya terkekeh dengan kelakuan putrinya itu. Tlah lama Roy tak melihat Bell semangat dan sebahagia ini.

BERSAMBUNG........

10: 49
26 Maret 2018

Miss Your SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang