PART 5

72 3 0
                                    

"Li lo napeh?"

Ali pun spontan membalikkan badannya kebelakang lalu menempuh semua pengunjung yang masih berdiri. Dicarinya Bell tapi tak ditemukannya. Ali melihat ke arah pintu diliatnya Bell keluar dari cafe. Ali pun mengejarnya lalu di genggamnya lengan tangan gadis itu.

"Bell Ali kangen!"

Seketika Ali terkejut karna itu bukanlah Bell melainkan orang lain. Dilepaskannya genggaman di lengan perempuan itu. Perempuan itu melihat heran namun seperti menahan senyuman. Mungkin ia tak menyangka ada seoarang pria tampan seperti Ali menggenggam lengannya.

"Maaf ya maaf." Ucap Ali merasa bersalah dan malu. Perempuan itu hanya tersenyum lalu berlalu pergi meninggalkan Ali. Ali mengacak-ngacak rambutnya frustasi. Excel tampak melihat Ali seperti frustasi dari kejauhan lansung mendekati Ali.

"Ada apa Li?"

"Gak papa." Jawab Ali simple.

"Gue pulang duluan." Lanjut Ali.

"Eh eh, kampret. Makanannya belum habis. Li tungguin oi!" Terisk Excel lalu bergegas ke dalam cafe untuk membayar makanan yang di santapnya.

Bell keluar dari kamar mandi karna kepalanya merasa pusing. Bell kira jika mencuci wajahnya ia akan lebih tenang. Roy yang cemas akan putrinya menunggu Bell di luar kamar mandi.

"Ada apa sayang? Apanya yang sakit?  Kepala Bell pusing?" Bell keluar dari kamar mandi yang diserbu oleh pertanyaan Roy.

"Dikit pi,"

"Yaudah. Kita harus sampai dirumah segera Bell." Roy sang ayah menuntun sang putrinya untuk berjalan. Dibukakannya pintu mobil,  lalu melanjuti perjalanan mereka untuk sampai ke rumah supaya Bell bisa istirahat.

*****************

Pagi menyambut kamar Ali dengan cahaya yang sangat terik. Membuat sang pemilik kamarnya pun terbangun. Segera Ali membersihkan diri, memakai seragam lalu turun kebawah. Seperti biasa, diliatnya Deril dan Asih sarapan bersama dengan lahap.

"Ali serapan dulu yuk nak." Asih yang melihat Ali menuruni tangga mengajak Ali untuk serapan bersama. Walaupun Asih tau bahwa Ali tak akan pernah mau menerima ajakannya.

"Terima kasih." Jawab Ali yang mempertegas perkataannya jelas. Perkataan Ali begitu menyayati hati seorang wanita berhijab itu. Asih tidak ingin melawan ia hanya diam akan sikap Ali. Namun,  Deril malah yang memanas melihat sikap Ali.

"A--"

"Saya tidak ingin berdebat."

"Bell sudah kembali." Langkah kaki Ali berhenti di penghujung pintu. Deril sangat tau kelemahan Ali. Tapi kali ini Ali menahan seakan tak peduli dengan perkataan Deril lalu melanjutkan langkah kakinya.

"Kemaren, Roy menemani Bell mencarimu di kediaman rumah lama kita yang di Bandung." Lanjut Deril. Tubuh Ali rasanya lemas, tak berdaya. Bahkan melangkahkan kakinya saja tak bisa lagi. Ingin rasanya Ali memeluk Bell nya sekarang juga. Tapi dimana dia sekarang. Berarti yang di cafe kemaren itu beneran Bell,  pikir Ali. Deril yang melihat reaksi Ali pun tersenyum miring. Tapi Ali berusaha melangkahkan kakinya segera dari rumahnya itu. Mengendarai mobilnya lalu  menuju sekolah.

Seperti hari-hari biasa. Banyak murid-murid perempuan yang mengagumi Ali melewati koridor sekolah. Dan seperti hari biasa juga Ali enggan menyapa atau menebarkan senyumannya.

"Triple A datang!"

"Duhh, lo kok ganteng banget si Li."

"Calon imam gue astogeh."

Miss Your SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang