6. EPILOG

13 1 0
                                    

Saya terima nikahnya Amelia Bowie binti James Matthew Bowie dengan maskawin uang tunai sebesar Seratus Dollar Amerika dibayar tunai, seperangkat alat shalat dan sebuah buku berjudul Sejarah Kuliner Indonesia.

Kalimat ini menjadi penanda bahwa Aku dan Amel sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Masjid Jami At-Tin menjadi saksi atas ikatan suci ini. sehari setelahnya, Aku dan Amel menikmati pesta resepsi yang sudah digelar bersama keluarga besar Aku dan Amel. Tarian Persembahan menjadi pembuka acara yang dirayakan sekali seumur hidup. Tarian ini menjadi harapan agar pernikahan ini berumur panjang. Acara pernikahan yang diselenggarakan di tanggal 1 dan 2 April 2016 ini dihadiri oleh sahabat-sahabatku, kru sinetron TTS, teman-teman orang tuaku dan teman-teman adik-adikku. Sayangnya, Juna tidak hadir dalam acara ini. Suatu saat nanti, aku akan bertemu dengannya.

9 April 2016. Reza dan Tana sudah melakukan resepsi akad nikah dan mereka sah sebagai suami istri. Sebuah kebahagiaan yang cukup berarti karena sahabatku telah memenuhi ikatan suci ini. Hal ini menjadi sebuah tumpuan harapan agar hubungan persahabatanku dengan Reza semakin erat.

Aku dan Amel serta Reza dan Tana tinggal di rumah Romi selama membangun biduk rumah tangga. Pertimbangannya, Romi tidak ingin tinggal di rumah ini sendiri. Dia masih menginginkanku untuk tinggal bersamanya. Romi tidak ingin bila aku meninggalkannya. Pada akhirnya, aku mengajak Reza untuk tinggal di rumahnya. Setidaknya, Romi tidak merasa kesepian lagi.

10 Mei 2016. Sudah 1 bulan, Aku merajut tali kasih dengan Amel. Banyak pengalaman yang kudapat bersamanya. Menonton TV bersama, mencicipi masakan Amel hingga membaca buku favorit bersama. Kuakui, Amel lebih tertarik membaca buku tentang makanan dan masalah gaya hidup sehat. Sedangkan aku lebih tertarik dengan sastra dan budaya. Semua perbedaan ini awalnya terlalu menonjol. Namun aku berusaha agar hal tersebut tidak dipertajam. Aku dan Amel menjadi saling memahami. Nasib Tana dan Reza tidak terlalu berbeda dengan kami.

Dalam dinginnya udara kamarku, aku selami pikiran dengan membaca buku yang menjadi maskawin untuk Amel. Tiba-tiba, ketukan pintu memecah suasana menyelami untaian kata di dalamnya.

" Apa gue gangguin lo?" tanya Reza bercanda.

" Enggak. Gue lagi nyantai aja." ucapku santai.

Reza ikut duduk di tempat tidur bersamaku. Ia sekilas melihat bagian halaman yang sedang kubaca. Setelah beberapa menit dalam keheningan, Reza membuka pembicaraan.

" Ki. Gimana perasaanmu sama Amel?"

" Ya....baik-baik aja. Lo?"

" Sama. Gue sama Tana cepat akrab. Mungkin karena canggung baru pertama kali berumah tangga. Ngomong-ngomong, gimana Kinka?"

" Masih seperti dulu. Belum ada kenaikan pangkat. Semoga saja aku bisa menyerap yang kuketahui dari bisnis restoran dan mencoba buka usaha sendiri."

" Wah...Bagus itu!" semangat Reza sembari acungkan 2 ibu jarinya. " Kalo gitu, kita bisa ajak teman-teman untuk buka bisnis restoran. Gimana?"

" Lihat nanti aja!" pasrahku.

Aku dan Reza diam sejenak. Mencari bahan pembicaraan yang akan disampaikan. Aku langsung alihkan topik.

" Ja. Berhubung kita sudah punya istri. Lo jangan lakuin hal yang pernah kita lakuin di Jogja itu, ya!" ucapku menasihati Reza.

" Tenang aja, Ki. Gue juga gak mau mengulangi hal yang sudah berlalu. Aku ingin, kita buka lembaran baru. Menjalin persahabatan hingga nanti."

" Terus, gimana dengan teman-teman SMA yang kamu bela itu?"

" Lupakan aja. Mereka juga tenang disana. Begitupun dengan teman-teman SD dan SMP-mu."

Sandyacandra Di Langit PengasinanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang