3. Pertemuan Kedua

40 7 0
                                    

"Pada akhirnya akan datang seseorang, dia yang tak hanya sekedar singgah melaikan untuk tinggal, percayalah pada saat waktunya tiba akan ada seseorang yang menjadikanmu tulang rusuknya karena tuhan pun sudah menjanjikan itu."

semilir angin pagi berhembus bersama embun pagi yang selalu datang dikala sang matahari menampakan dirinya selalu datang setiap pagi untuk menjalankan tugasnya sebagai penerang bumi Michelle yang kini tengah terduduk dihalaman belakang rumahnya bersama buku berwarna soft pink yang selalu ia bawa kemana-mana itu. Perlahan ia mulai menorehkan tinta hitam diatas buku tersebut jelas saja hanya untuk mencurahkan segala isi hatinya didalam buku hariannya tersebut, karna memang hanya buku diary-nya sajalah yang saat ini dapat menjadi teman berceritanya menumpahkan segala keluh kesah didalamnya pun terdapat kejadiaan senang maupun sedih sudah tercantum didalam buku yang dituliskan tangan tersebut.

"Astaga icel kamu tuh ya dari tadi bunda panggilin gak nyaut-nyaut gataunya kamu malah disini." Ucap Maura yang membuyarkan lamunan michelle.

"Hehehe maaf bunda icel gak tau, ada apa bunda tumben amat nyariin icel pagi-pagi." Ujarnya sembari menampilkan senyuman cengengesannya itu.

Seperti tidak ada kejadian yang terjadi padahal jelas-jelas kemarin ia sedang marah pada bundanya karena tidak mengizinkan-nya sekolah diluar, yap tapi itulah seorang Michelle Agatha Putri ia tak pernah membesar-besarkan masalah, jadi kalau ada sebuah pertengkaran ia hanya emosi untuk sesaat tetapi keesokan harinya ia sudah biasa saja, iya mungkin itu yang dinamakan emosi sesaat.

"Ada yang mau bunda omongin sama kamu."

"Hmmm" jawabnya ragu "Iya apa bunda ngomong aja." Lanjutnya lagi

"Setelah bunda pikir-pikir ga ada salahnya buat kamu nyoba sekolah diluar." Jawab bunda sambil menarik napas ya meskipun berat mau tidak mau tapi ia harus membiarkan Michelle untuk beradaptasi dengan dunia luar.

Seperti kejatuhan bunga disiang bolong itulah yang Michelle rasakan sekarang ini ia merasakan kebahagiaan yang luar biasa ia fikir ia tidak akan pernah merasakan yang namanya bersekolah diluar dan bertemu teman banyak disekolah tapi lihatlah sekarang mimpi itu menjadi kenyataan, entah apa yang membuat bundanya itu goyah dengan pendiriannya ah tapi sudahlah Michelle tidak perlu memikirkan hal itu yang terpenting baginya sekarang adalah ia hanya butuh membeli baju seragam sekolah dan hal-hal lain yang menyangkut keperluannya karena Michelle yang bersekolah home schooling tidak pernah menggunakan hal-hal semacam itu hanya dengan baju santai pun tak masalah.

"Cel kok kamu malah diem, kamu mau gak sekolah diluar?." Ucap Maura sembari menyenggol anaknya dengan sikutnya.

"Eh iya bunda." jawabnya cengengesan seperti orang ling-lung.

"Astaga kamu tuh ya bunda ngomong bukannya diperhatiin ngelamun malah ngelamun, kamu gamau ya sekolah diluar."

"Eehhh iya jangan gitu dong bunda icel mau banget kok bunda, tapi ini bunda serius kan?." Ucap Michelle yang sudah sepenuhnya tersadar dari khayalannya tadi.

"Serius dong sayang, tapi ada syaratnya."

"Apa bunda?." Tanyanya polos.

"Pertama, kamu harus sekolah satu sekolah sama kak gevan urusan sekolah udah bunda urus jadi besok kamu udah bisa masuk, kedua kamu gaboleh sekolah terlalu capek-capek kalo emang misalkan kamu kambuh terus kamu ga kuat kamu izin aja bilang sama bunda. Ngerti cantik?." Tukas Maura panjang lebar.

"Cuman itu doang bunda? yaelah itumah gampil bunda oke siap bunda icel bakalan nurutin apa kata bunda, makasih ya bunda icel sayang banget sama bunda." Ucapnya sambil memeluk sang bunda.

"Iya sayang, bunda juga sayang sama kamu, ah engga bahkan bunda sayang banget sama kamu lebih dari apapun." Ucap Sandra sembari mengelus-elus punggung anaknya itu dengan lembut dalam pelukannya.

A Little Peace From HeavenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang