2. Selalu Sean

75 4 8
                                    

No place like home and Family is number One - Sean.

***

Author. POV

"SEAN!!"

Teriakan cempereng itu menggema dan memecah keheningan di kediaman Abraham pagi ini.

Empunya nama saat ini berada di meja makan, dia sedang menunggu mamanya selesai memasak untuk sarapan. Ya, siapa lagi, dialah Sean Fraditya Abraham, karena merasa dipanggil Sean lalu menjawab. "Apa sih kak, teriak-teriak! Gue juga bisa denger kali, emang ga putus itu pita suaranya!?"

Plak!
Satu pukulan telak mendarat mulus di kepala Sean, dan yang di pukul hanya meringis kesakitan sambil mengusap kepalanya.

"Omongannya dijaga ya, dek!" Nada bicara Avriza memelan. "Dimana kunci mobil kakak?" kata Avriza sambil menengadahkan satu tangannya pada Sean.

Sean mendengus pelan, "Ya mana Sean tau. Itu 'kan mobil kakak gimana sih?" Hampir saja Avriza akan melayangkan satu pukulan lagi, dengan sigap Sean menghindar dan ngacir ke dapur. Tempat mamanya berada. Lalu, bersembunyi di belakang mamanya.

"Sean!, 'kan kemaren lo yang bawa mobil kakak!" Avriza berjalan mengikuti Sean ke dapur. Avriza geram karena sifat adiknya yang satu ini. Ditambah lagi adik bungsunya. Seakan kepalanya mau pecah jika berhadapan dengan kedua adiknya. Tapi anehnya dia sayang dengan kedua adiknya yang menyebalkan itu. Mungkin karena ikatan mereka yang se-darah.

"Ya ampun, Sean! Kamu ngapain sih? ganggu mama tau, pake acara lari-larian segala lagi." Tegur Rina, mama Sean dan
ke-dua saudaranya.

"Itu mah, masa kak Riza nuduh Sean ambil kunci mobilnya.
Itu 'kan mobil kak Riza, mana Sean tau," Kata Sean sambil menunjuk Avriza.

"SEAN! KAMU IT---"

"Ada apa sih ribut-ribut. Di dapur lagi?" tanya Reza papa mereka, yang memotong perkataan Avriza. Seakan menegahi cekcok Sean dan Riza.

Baru saja Sean akan angkat bicara, Riza sudah mendahuluinya. "Tuh, pah! Masa kunci mobil Riza diambil sama Sean!" Adu Avriza pada papanya.

"Mana ada, Sean ga ngambil kok, pah." balas Sean sambil cemberut.

Pemuda yang tidak lagi bisa dibilang anak kecil itu selalu begitu. Mau dibilang sudah besar, tapi sifat childish. Mau disebut anak kecil, sudah berumur tujuh belas tahun. Terus disebut apa coba?

"Oh, kunci mobil. Nih, papa yang make mobil kamu barusan," kata Reza sambil memberikan kunci mobil Avriza.

"Kakak apaan itu, nuduh-nuduh adiknya sembarangan," balas Sean pada Avriza.

"Ya maaf, dek," kata Avriza sambil mengacak rambut Sean.

"Ih, kak. Rusak ntar rambut Sean, Sean 'kan a--"

"SEAN!"

Teriakan dari lantai dua itu menginterupsi perkataan Sean. Empunya nama sudah tidak asing dengan suara itu, siapa lagi kalau bukan adiknya Alvira. Ya, Alvira anak bungsu di keluarga Abraham.

Sudah menjadi kebiasaannya jika dia memanggil Sean dengan sebutan nama, alias tanpa embel-embel bang, kak atau sebagainya.
Sean mendengus, entah sudah yang ke berapa kali.

"Hm?" Gumam Sean pada adiknya itu. "Sepatu Rara mana? Kok ga ada di kamar," tanya Alvira.

"Tadi kunci, sekarang sepatu. Emang gue ada make sepatu lo gitu," balas Sean geram sendiri.

LOVE & RACE [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang