Setelah melewati beberapa hari menginap di rumah sakit, akhirnya Farah bisa pulang dan memulai rutinitasnya.
Hari-harinya berlalu seperti biasa, Fattan bahkan bertingkah seolah kejadian dimana pemuda itu memeluknya dirumah sakit tidak pernah ada. Farah hanya bisa mengikuti permainan pemuda itu tanpa menyinggung apapun tentang kejadian di rumaha sakit.
"Jangan digaruk !!!", Fattan menyingkirkan tangan Farah yang hendak menggaruk luka-lukanya yang mengering. Farah mendesah jengkel, luka kering memang terkadang memberi sensasi gatal dan itu benar-benar terasa mengganggu jika tidak digaruk.
"Iya", Farah menjawab pelan. Tak berselang lama, Farah kembali merasakan sensasi gatal dan kembali menggaruk lengannya. Fattan melotot.
"Tangan lo ini bandel banget!!!", Fattan menjauhkan tangan Farah dari luka-luka yang hendak digaruknya.
"Gatel ih...", Farah memberengut karena Fattan menggenggam jemarinya hingga tak ada celah untuk kembali menggaruk.
"Tahan!!! Suruh siapa lo luka", Fattan mendelik kesal.
"Iya... Iya... salah gue !!"
"Bagus kalo nyadar", Fattan membalas enteng.
"Far... Gue ada tugas buat lo...", ucapan Fattan itu membuat Farah mengerutkan dahinya dalam.
Melihat ekspresi bingung Farah, Fattan lantas terkekeh pelan, "Lo masih inget kalo lo jadi pacar gue atas perintah gue kan ?!? Inget buku harian !! Nah sekarang gue punya tugas baru buat lo !!", penjelasan panjang Fattan itu membuat Farah meringis tipis. Hampir saja Farah lupa kalau selama ini dia berpacaran dengan Fattan hanya karena perintah laki-laki itu.
"Tenang aja gue masih inget. Jadi gue harus ngapain ??", Farah membalas dengan tenang meski pada kenyataannya sebagian hatinya menjerit tidak terima.
"Nanti sepulang sekolah gue kasih tau", Fattan melepaskan cekalannya pada jemari Farah, "Inget jangan digaruk !!".
Farah hanya mengangguk untuk mengiyakan. Sejujurnya sejauh ini Farah berpikir kalau Fattan sudah melupakan soal kesepakatan buku harian itu, tapi sepertinya Fattan masih memainkan bagiannya dengan baik. Seorang Fattan tentu bukan orang yang pemaaf, jadi memaafkan dan melupakan kalau Farah hendak menjadikannya alat balas dendam, tentu tidak mungkin dilakukan Fattan.
Fattan tetaplah Fattan, pemuda egois yang tidak segan melukai targetnya, yah... setidaknnya itulah yang ada di benak Farah.
>>>>> <<<<<
Dengan perasaan was-was Farah turun dari mobil Fattan. Sepulang sekolah tadi Fattan menjelaskan perintah untuk Farah. Gila. Itulah yang terpikir oleh Farah begitu mendengar keseluruhan penuturan Fattan.
Farah menoleh ke arah Fattan, berharap kalau pemuda itu menarik kembali perintahnya, tapi sialnya pemuda itu justru melotot padanya. Sial.
Sambil merapalkan doa yang masih dia ingat, Farah akhirnya memasuki bangunan rumah sakit jiwa tempat Bunda Fattan dirawat.
Sebenarnya tugas Farah mudah, Fattan hanya menyuruhnya bertanya 'Fattan itu siapa ???' pada Bunda Fattan. Secara teknis itu gampang, hanya saja karena Farah harus bertanya pada orang sakit jiwa yang hobi mengamuk, tingkat kesulitan tugas ini menjadi setingkat dengan mission imposible.
Kalau mau berbohong, ini tentu bukan perkara sulit. Farah tinggal mengarang cerita kalau Bunda Fattan menjawab 'Anak saya', tapi sekali lagi Fattan membuatnya lebih sulit karena seolah bisa membaca isi kepala Farah, Fattan tau-tau saja menyodorkan voice recorder untuk merekam percakapan yang akan terjadi di dalam bangunan bernuansa putih itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Soul
Teen FictionKata orang waktu akan menyembuhkan luka, sebagian orang lainnya mengatakan bahwa waktu akan membuat kita terbiasa dengan luka, tapi dari pengalamannya Farah tidak merasa disembuhkan ataupun terbiasa. Sakit itu mengusiknya. Menghantuinya. Sampai akhi...