22 || UNEXPECTED

204 17 0
                                    



Hari ini, hari minggu, seharusnya Farah bisa bersantai sambil membaca tumpukan novelnya yang sudah menunggu untuk dibaca. Seharusnya Farah bisa bangun lebih siang dan mandi dengan jangka waktu yang lebih lama dari biasanya. Seharusnya Farah masih merebahkan tubuhnya dikasur sambil bermalas-malasan.

Tapi sayangnya itu semua hanya jadi angan-angan kosong karena pada nyatanya Farah harus menemui Mamanya dan menyelesaikan semua permasalahan mereka.

Farah melirik jam tangannya kesal. Mamanya selalu saja tidak pernah tepat waktu, seharusnya mereka bertemu setengah jam yang lalu, tapi tentu saja Mirna akan datang terlambat seperti biasanya. Perempuan yang menyandang status sebagai ibunya itu memang bukan tipikal orang yang bisa bertanggung jawab, bahkan untuk hal sepele semacam datang tepat waktu.

Farah meringis saat melihat layar ponselnya dan melihat nama Fattan terpampang disana.

"Mampus gue belum ijin lagi kalo mau ketemu mama", Farah menggerutu pelan sebelum akhirnya menempelkan ponselnya ke telinga.

"Balik lo !!! Sekarang !!!", bentakan Fattan membuat Farah menjauhkan poselnya dari telinganya.

"Nggak Tan, gue punya masalah yang harus gue selesain !!!"

"BALIK SEKARANG JUGA ATAU GUE YANG BAKAL SERET LO....", suara Fattan yang semakin meninggi tak menciutkan nyali Farah.

"Jangan egois Tan !!! Lo bisa ngerasain sendiri kan betapa leganya kalau malasah keluarga itu selesai !!! Gue juga mau kayak lo !!! Gue nggak mau hidup kayak gini terus !!!", Farah mengeluarkan emosinya, tangannya mengepal. Belakangan ini Fattan memang kelihatan berbeda dan beberapa hari yang lalu Fattan menceritakan semua masalahnya yang seperti benang kusut sudah mulai terurai satu-satu. Bundanya, papanya, saudah kembar bundanya, hah... Fattan pasti lega sekali.

"Gue pasti baik-baik aja, gue cuma ketemu sama nyokap gue bukan sama pembunuh bayaran", Farah terkekeh pelan, berusaha mencairkan suasana.

"...", hening tak ada jawaban dari Fattan, hanya helaan nafas pemuda itu yang terdengar begitu menyesakkan.

Keduanya terdiam cukup lama sampai akhirnya Fattan mengucapkan "Terserah" lalu mematikan sambungan telfon secara sepihak.

Farah mematikan ponselnya, memasukannya kedalam tas selempang kecilnya.

Sudah hampir satu minggu Farah tidak pulang ke rumahnya dan itu berarti sudah selama itu pula dia tidak bertemu dengan mamanya.

"Maaf mama telat", Mirna tersenyum manis ke arah Farah.

"Gimana keadaan kamu ?? Kamu baik-baik aja kan ??? Mama denger dari Tania kalau kamu tinggal di apartemen sama Fattan", Mirna melambaikan tangannya pada salah seorang pelayan untuk memesan secangkir green tea kesukaannya.

"Saya baik-baik saja dan saya nggak tinggal sama Fattan, saya tinggal sendiri di apartemennya Fattan", Farah menjawab kalem.

"Mama senang kalau kamu baik-baik saja sayang...", Mirna menggenggam tangan Farah yang terjulur di atas meja.

"Dengar mama baik-baik... mama tahu kalau selama ini kamu sama sekali nggak bahagia tinggal sama mama ataupun sama papamu", Mirna menghela nafas, "Jadi mama rasa ini yang terbaik untuk kamu, tinggalah bersama Fattan, jangan sampai laki-laki itu lepas dari kamu, kejarlah kebahagiaan kamu..."

Farah menepis tangan Mirna kasar, "APA SIH YANG ADA DI KEPALA MAMA !!!". Gila !!! Bisa-bisanya mamanya menyuruhnya jadi parasit dalam hidup orang lain.

"Kebahagian kamu !!!", Mirna menjerit tertahan.

"Nggak ada orang tua yang mau anaknya menderita Farah !!! Dan mama tahu kalau papa kamu ataupun mama nggak bisa membahagiakan kamu !!!", perlahan suara Mirna melemah.

Broken SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang