Ada dua hal yang membuat Farah berdiri di depan ruangan psikiater ini. Pertama, Fattan memaksanya. Kedua, Mona adalah psikiater yang akan menanganinya jadi dia bisa sedikit merasa... tertolong.
Farah menarik nafas dalam sambil berusaha menormalkan degub jantungnya yang tak beraturan. Dengan satu langkah mantab Farah membuka pintu putih di depannya.
"Pagi, Farah", sapaan ramah dari Mona membuat Farah menyunggingkan senyum kikuk.
"Pagi... tante (?)", Farah menjawab canggung.
Mona tergelak melihat tingkah canggung Farah, bahkan Farah masih berdiri di depan pintu, apakah gadis itu tidak berniat untuk duduk ??
"Santai saja sayang... sini duduk", Mona berdiri dari kursi kerjanya dan menepuk sofa nyaman yang biasa dia gunakan untuk menerima tamu.
Farah duduk dan berusaha menyamankan dirinya, meski rasanya sulit.
"Gimana kabar kamu ??", Mona memulai pertanyaannya.
Farah mengangkat pergelangan tangannya yang dibalut perban. Mona mengangguk, cukup mengerti tentang kondisi kekasih putra sematawayangnya.
"Farah... dulu self-injury kamu sudah sempat hilang kan ???", Mona menggenggam telapak tangan Farah, berusaha menenangkan gadis itu.
Farah mengangguk.
"Kamu ingin sembuh seperti dulu, sayang ???", Mona tersenyum saat Farah kembali mengangguk.
"Dulu kamu bisa sembuh, Tante nggak tau ini bisa berhasil lagi atau enggak, tapi boleh tante tau apa alasan kamu bisa sembuh dulu ???", Mona diam, menunggu Farah membuka bibirnya, tapi sepertinya kali ini Mona harus menunggu sedikit lebih lama karena tampaknya Farah masih ragu untuk menjawab.
"Sayang...", Mona mencoba untuk sedikit lebih persuasive agar Farah mau menjawab.
"Papa saya", Farah akhirnya menjawab.
"Papa kamu yang jadi motivasi kamu sembuh...", belum selesai Mona berbicara, Farah lagsung memotong.
"Papa saya tiap hari nyaris mukulin saya dan itu bikin saya nggak punya kesempatan untuk ngelukai diri saya sendiri karena... semua badan saya penuh luka... saya nggak mau jadi tambah menyedihkan kalau saya nambahin luka saya lagi", Farah menundukan kepalanya, terlal malu dengan borok keluarganya yang baru saja dia umbar.
Mona mengusap pundak Farah, "It's okay sayang"
"Saya sudah coba berhenti tante, tapi... rasanya sakit...", Farah menunjuk dadanya yang mulai terasa sesak, "Rasanya seperti mau mati, cuma ini satu-satunya cara supaya sakitnya hilang", Farah menunjuk perbannya. Menunjukan pada Mona bahwa ini adalah caranya untuk bertahan hidup. Bahwa ini adalah caranya untuk bertahan dari semua rasa sesak yang menghimpitnya.
"Farah lihat tante !!!", Mona mengeratkan genggaman tangannya, "Kamu tahu kan bagaimana kalau Fattan marah ???".
Meskipun tidak mengerti dengan arah dari pertanyaan Mona, Farah mengangguk tipis. Gadis itu jelas paling paham kalau Fattan itu tidak segan melukai orang lain jika emosinya sedang tinggi.
"Sekarang pernah Fattan melukai kamu saat dia sedang marah ???", Mona kembali bertanya.
Farah menggeleng, sekarang ini keadaan seperti terbalik. Bukan Fattan yang melukainya, justru Farah yang melukai Fattan dengan sayatan cutternya.
"Fattan berubah dan itu karena dia mencintai kamu sayang... Fattan berubah untuk kamu... dia nggak mau kamu terluka jika disampingnya... dia mati-matian menahan emosinya untuk kamu... hanya untuk kamu..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Soul
Novela JuvenilKata orang waktu akan menyembuhkan luka, sebagian orang lainnya mengatakan bahwa waktu akan membuat kita terbiasa dengan luka, tapi dari pengalamannya Farah tidak merasa disembuhkan ataupun terbiasa. Sakit itu mengusiknya. Menghantuinya. Sampai akhi...